Dan laporan pada hari ketiga membuat Baginda dan juga Kancil yakin bahwa TV memang akan bermanfaat bagi bangsa binatang.
“Aku nonton berita kematian Steve Jobs. Meniru jejaknya, aku melakukan riset untuk membuat iPoc, yaitu alat untuk mendengarkan musik kesenangan spesies pocong sepertiku!”
Dengan laporan-laporan yang begitu heboh, Baginda yakin TV akan bermanfaat juga buat bangsa binatang. Namun selama beberapa hari berikutnya ternyata tak ada laporan masuk dari Pocong. Praktis tiga hari sepi. Baru persis pada hari ketujuh atau seminggu kemudian, Pocong datang tergopoh-gopoh dan menaruh TV ke hadapan Baginda Singa dengan raut wajah menyeramkan (ya iya lah, biasanya juga menyeramkan!).
“Makan tuh TV!” teriaknya marah.
Baginda dan Pak Mbam jelas heran.
“Lho, kenapa kamu marah-marah, Poc?” tanya Baginda.
“Gara-gara TV-mu yang hebat itu sekarang bangsaku jadi aneh! Tau nggak berapa orang hantu yang hadir pas apel senja semalam, sebelum kami berangkat menakut-nakuti manusia? Cuman lima orang. Limaaa! Padahal biasanya ada ribuan! Yang lainnya pada nggak ikut apel karena kumpul nonton TV! Sudah tiga hari ini manusia adem ayem nggak ditakut-takuti hantu!”
“Ehhrm... sori, Poc,” Pak Mbam memotong. “Sebutan satuan ‘orang’ itu hanya cocok dipakai manusia. Kalau kami binatang, pakai kata ‘ekor’.”
“Lha, kalau hantu apa? Masa ‘ekor’ juga?”
Pak Mbam berpikir sesaat. “Bagaimana kalau pakai kata satuan ‘sosok’? Jadi bukan ‘lima orang hantu’, tapi ‘lima sosok hantu’...!”
Pocong malah menatap sinis ke arah Pak Mbam. “Sejak kapan badak jadi ahli bahasa?”