Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini (2024) telah menerbitkan 46 judul buku, 22 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Buku terbaru "Tangguh: Anak Transmigran jadi Profesor di Amerika", diterbitkan Tatakata Grafika, yang merupakan biografi Peter Suwarno, associate professor di School of International Letters and Cultures di Arizone State University, Amerika Serikat.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Pocong Nonton Tivi

5 April 2016   10:31 Diperbarui: 5 April 2016   11:17 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan laporan pada hari ketiga membuat Baginda dan juga Kancil yakin bahwa TV memang akan bermanfaat bagi bangsa binatang.

“Aku nonton berita kematian Steve Jobs. Meniru jejaknya, aku melakukan riset untuk membuat iPoc, yaitu alat untuk mendengarkan musik kesenangan spesies pocong sepertiku!”

Dengan laporan-laporan yang begitu heboh, Baginda yakin TV akan bermanfaat juga buat bangsa binatang. Namun selama beberapa hari berikutnya ternyata tak ada laporan masuk dari Pocong. Praktis tiga hari sepi. Baru persis pada hari ketujuh atau seminggu kemudian, Pocong datang tergopoh-gopoh dan menaruh TV ke hadapan Baginda Singa dengan raut wajah menyeramkan (ya iya lah, biasanya juga menyeramkan!).

“Makan tuh TV!” teriaknya marah.

Baginda dan Pak Mbam jelas heran.

“Lho, kenapa kamu marah-marah, Poc?” tanya Baginda.

“Gara-gara TV-mu yang hebat itu sekarang bangsaku jadi aneh! Tau nggak berapa orang hantu yang hadir pas apel senja semalam, sebelum kami berangkat menakut-nakuti manusia? Cuman lima orang. Limaaa! Padahal biasanya ada ribuan! Yang lainnya pada nggak ikut apel karena kumpul nonton TV! Sudah tiga hari ini manusia adem ayem nggak ditakut-takuti hantu!”

“Ehhrm... sori, Poc,” Pak Mbam memotong. “Sebutan satuan ‘orang’ itu hanya cocok dipakai manusia. Kalau kami binatang, pakai kata ‘ekor’.”

“Lha, kalau hantu apa? Masa ‘ekor’ juga?”

Pak Mbam berpikir sesaat. “Bagaimana kalau pakai kata satuan ‘sosok’? Jadi bukan ‘lima orang hantu’, tapi ‘lima sosok hantu’...!”

Pocong malah menatap sinis ke arah Pak Mbam. “Sejak kapan badak jadi ahli bahasa?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun