Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini (2024) telah menerbitkan 46 judul buku, 22 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Buku terbaru "Tangguh: Anak Transmigran jadi Profesor di Amerika", diterbitkan Tatakata Grafika, yang merupakan biografi Peter Suwarno, associate professor di School of International Letters and Cultures di Arizone State University, Amerika Serikat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Metamorfosa Menuju Kekenthiran

2 September 2015   20:09 Diperbarui: 2 September 2015   20:09 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai di situ, cerita mengalami gejala akan menjadi semacam sinetron melodrama atau film komedi romantis biasa: muncul sosok-sosok hero sempurna yang menyelamatkan kedua cewek itu dari nasib tak mujur mereka. Entah bagaimana caranya, Al akan membawa Ginger keluar dari kehidupannya yang sarat problem. Dan Dwight akan memulihkan kembali kehidupan Jasmine ke titik normal, yaitu balik lagi jadi wanita sosialita kelas atas.

Sayangnya ini Woody Allen, Bos (niru gaya bicara Ketua DPRD DKI)—sineas yang tidak mengabdi pada penonton dalam bentukhappy ending nan indah seperti dalam dongeng. Ia patuh dengan realitas ala kehidupan dunia nyata, dan tak membelok menuju titik penyelesaian ideal seperti yang diimpikan yang memerlukan keajaiban-keajaiban tak terduga.

Betul. Sama sekali tak ada keajaiban dalam Blue Jasmine. Juga tak ada sosok hero nan sempurna itu. Baik Jasmine maupun Ginger sama-sama kena batunya. Dan bagian sesudah itu mengubah kehidupan mereka menuju ke titik yang tak pernah mereka sangka sebelumnya.

Bagian paling menarik dari film ini adalah kesederhanaannya. Simpel secara cerita, simpel juga dalam eksekusi sinemateknya. Allen tak mengambil cara penceritaan yang dianeh-aneh seperti Natural Born Killers-nya Oliver Stone, atau Punch Drunk Love (Paul Thomas Anderson). Cara pengambilan gambarnya juga biasa-biasa saja. Langsung bisa dipelajari dan dipraktikkan para indie filmmaker pemula sekalipun.

Kekuatan utama Blue Jasmine berada pada akting para pemainnya, terutama Cate Blanchett. Ia benar-benar masuk ke dalam karakter Jasmine yang pelan-pelan hancur karena nerve breakdown. Lihat sorot matanya. Lihat ekspresi wajahnya. Itu sungguh-sungguh mirip gejala orang yang stres dan lama-lama kenthir (sakit jiwa). Tak heran peran ini membuatnya menang Oscar tahun 2013 lalu untuk kategori Best Actress.

Satu lagi yang layak disorot adalah skenarionya, khususnya dalam cara Allen menaruh adegan-adegan flashback untuk menjelaskan kehidupan masa lalu Jasmine saat masih kaya dan menikah dengan Hal (Alec Baldwin).

Umumnya, flashback digunakan sebagai cara pengarang mendramatisasi suatu kejadian masa lalu yang dikisahkan seorang tokoh pada tokoh lain—dan bukan cukup lewat dialog-dialog panjang saja seperti teknik Agatha Christie dalam novel-novel detektifnya.

Allen menggunakan fragmen-fragmen flashback untuk menjelaskan cerita, dan dipasang secara konstan di titik-titik tempat ia memang dibutuhkan. Ini mirip dengan gaya penceritaan di serial Arrow, yang juga terbagi dalam alur present day dan alur lima tahun sebelumnya—yang melatarbelakangi transformasi seorang Oliver Queen dari jutawan menjadi superhero.

Maka dari alur flashback itu kita bisa tahu secara bertahap satu demi satu apa yang membuat hidup Jasmine berantakan. Suaminya ternyata pialang investasi penipu. Hal melalukan praktik yang disebut Ponzi Scheme, yaitu membayar benefit investor bukan dengan keuntungan perusahaan tempat investasi diletakkan, melainkan dari uang para investor lain yang bergabung belakangan.

Hal juga melakukan itu terhadap Augie, yang baru saja menang lotere senilai $ 200 ribu (Rp 2,6 miliar) dan ingin menggunakannya sebagai modal untuk jadi pengusaha. Akibatnya, rumah tangga Augie dan Ginger hancur, lalu mereka cerai. Belakangan terungkap juga bahwa yang membuat Jasmine jatuh miskin adalah dirinya sendiri—lewat sebuah panggilan telepon ke FBI saat ia marah dan bingung gara-gara cemburu.

Menyaksikan film seperti Blue Jasmine ini menarik karena kita akan dibawa menuju arah-arah cerita yang jauh beda dari pada lazimnya film atau sinetron yang selalu berakhir baik. Dan anehnya, unsur-unsur yang beda itu justru adalah yang paling mungkin terjadi jika kita sungguhan mengalaminya di dunia nyata. Menyadarkan kita betapa tontonan sinema telah begitu jauh menjauhkan kita dari realita hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun