Itu hanya bisa terwujud berkat skenario jempolan buatan Aldi Samosa, di mana dialog dan adegan-adegan komedik muncul seolah dengan sendirinya secara natural tanpa ada kesan mengada-ada. Salah satu contoh adalah cerita rivalitas antara Adi dan Rully (Reza Rahadian). Adi yang pelukis miskin merasa terancam oleh kehadiran Rully, mantan pacar Angel yang kaya dan superduper ganteng.
Dalam sinetron “generik”, rivalitas semacam ini pasti akan diselesaikan lewat pendekatan protagonis-antagonis. Salah satunya diposisikan sebagai si jahat keji, satunya lagi sebagai si baik bego. Lalu kisahnya akan penuh verbal bullying, fitnah, dan berbagai upaya-upaya “Kau akan terima akibatnya, Bram! Aku akan menyingkirkanmu, Braaam…!” (sambil menyeringai dan mengepalkan tinju).
Namun di TMG, penyelesaiannya simpel dan mungkin saja kita ambil juga di dunia nyata: ping pong. Adi dan Rully main ping pong di rumah Bastian dan Bintang, dengan Angel sebagai taruhannya. Kalau Rully menang, dia boleh melanjutkan rencana trip urusan kerjaan ke Jerman bareng Angel. Kalau Adi yang menang, Rully harus ngasih 1 juta dolar. Dan Adi keok, karena lawannya itu jebul mantan atlet tenis meja SEA Games!
Serial ini juga menyuguhkan sesuatu yang sangat kuanggap tinggi, yaitu detail teknis. Saat pada umumnya film dan sinetron Indonesia sangat gagap soal detail, TMG memecah kebekuan itu. Penjelasan Angel pada Adi soal rencana tripnya ke Jerman sangat bagus hingga membuat hal itu jadi masuk akal.
Ia menjelaskan bahwa klub Bundesliga, Bayer Leverkusen, sedang terlibat perselisihan dengan salah satu agen pemain. Lalu kasusnya sudah masuk Pengadilan Arbitrase Olahgara Eropa, dan Angel serta Rully ditunjuk law firm-nya untuk ikut sidang di sana. Ini sangat langka di tengah belantara kisah yang serba penuh “perusahaan kita ini”, “kiriman apa sudah dikirim?”, serta direktur menandatangani entah apa—pokoknya kertas di dalam folder.
Lalu ada inovasi lain lagi yang, sepanjang pengetahuanku sebagai pengamat sinetron Hollywood, bahkan belum pernah dilakukan di sana, yaitu crossover tapi dengan acara lain, bukan sesama sinetron. Di sana kan para karakter dari satu judul sinetron nyambung dengan karakter sinetron lainnya, kayak Barry Allen, Caitlin, dan Cisco dari serial The Flash muncul membantu Oliver Queen dan John Diggle di salah satu episode Arrow—atau sebaliknya.
Aku berpikir tadinya Prasta dan Kirana akan muncul jadi tamu di rumah Adi dan Angel. Ternyata mereka justru jadi bintang tamu di acara Berpacu dalam Melodi yang dipandu David Bayu. Dan tidak tampil sebagai artis, mereka hadir sebagai karakter masing-masing di STN. Dalam episode STN yang ditayangkan hampir bersamaan, diceritakan keluarga Prasta & Kirana memang ikut Berpacu dalam Melodi di Net. Sesuatu banget.
Selain TMG dan STN, satu lagi sinetron serial yang layak disorot adalah The East. Ini basically adalah reinkarnasi serial Kejar Tayang di Trans TV sekian tahun lalu. Temanya sama persis, kru produksi TV. Bedanya, jika KT menuturkan kisah tim umum TV, The East mengkhususkan diri pada tim redaksi dan produksi acara Entertainment News.
Dan mirip STN, The East juga di-crossover dengan program yang bukan sesama sinetron, yaitu Entertainment News itu. Dua presenter Entertainment News, Caesar Gunawan dan Safira, menjadi salah satu cast The East, dan tampil sebagai themselves. Saat ada hajatan besar, seperti Indonesia Choice Award bulan Mei lalu, alur cerita The East juga masuk ke sana, dilengkapi penampilan cameo para seleb sungguhan seperti Armand Maulana.
Deretan sinetron Net (termasuk Masalembo, meski sepertinya mirip banget sama Lost; dan juga Stereo, yang kayak Glee) menunjukkan adanya sesuatu yang baru dan beda, yaitu kuat di konsep. Masing-masing membawa warna tersendiri dan selalu loyal pada itu—plus konsepnya pun logis, cukup mendidik, dan tidak mengada-ada.
Ada harapan cerah di Net—yang sekarang ini menyalip Metro TV sebagai channel favoritku. Namun patut ditunggu, apakah ini permanen atau hanya mirip fenomena kementerian pemerintahan, yang ganti menteri ganti kebijakan. Semua orang juga tahu kekuatan konsep Net ada berkat satu media magnate bernama Wishnutama. Dulu Trans TV pernah mengalami hal serupa, sewaktu mereka masih punya Bajaj Bajuri dan Suami-suami Takut Istri. Begitu Wishnutama keluar, Trans wutah dan menelurkan YKS.