Mohon tunggu...
Wahyu Triyani
Wahyu Triyani Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Happy Wife, Happy Mom, Blogger, and Author

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Perempuan dan Anak Selalu Menjadi Korban?

6 Januari 2017   19:05 Diperbarui: 6 Januari 2017   19:22 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KENAPA PEREMPUAN DAN ANAK SELALU MENJADI KORBAN?Aku tidak tahu harus memulainya dari mana, karena mengingat semua cerita itu adalah luka tersendiri bagiku. Bukan, meski bukan aku, tapi sebagai seorang perempuan sekaligus seorang ibu, aku merasa tak seharusnya cerita itu terjadi.

Ah, masih ingatkah dalam ingatan kalian tentang cerita Angeline? Tentang kematian tragis Yuyun? Pembunuhan sadis Eno dengan cerita gagang cangkul yang membuatku tak berani membaca beritanya hingga usai. Dan masih banyak cerita mengerikan lainnya tentang perempuan dan anak.

Aku tak tahu, kenapa semua itu bisa terjadi. Aku tak tahu, apakah para pelaku itu masih punya hati atau tidak? Yang jelas, mereka adalah manusia-manusia yang pernah tinggal di rahim perempuan, akan tetapi ketika mereka menjadi manusia seutuhnya, mereka melupakan hal itu. Mereka lupa, kalau mereka terlahir dari seorang perempuan. Dan yang mereka ingat hanyalah bagaimana cara melampiaskan nafsu mereka pada perempuan yang diinginkannya.

Argh... mengerikan. Apa agama memang hanya menjadi status saja? Apa hati benar-benar terkunci hingga belas kasih tak mampu merasukinya?

Entahlah...

Bahkan, kekerasan pada perempuan dan anak tak hanya terjadi karena orang luar saja. Melainkan, orang yang seharusnya menjadi pelindungpun bisa melakukan hal keji seperti itu. Dan contoh nyata yang tak bisa enyah dalam ingatanku, berita tentang seorang bapak yang tega menghamili anak perempuannya tersendiri, berita tentang seorang suami yang tega membunuh anak dan isterinya. Duh... apakah memang tak ada lagi tempat aman dan orang yang terpercaya di negeri ini? Di mana hati nurani itu berada? Di mana keadalian itu ada? Apakah harus terjadi baru hukum akan bertindak?

Entahlah...

Sekelumit Cerita Tentang Kekerasan Pada Perempuan dan Anak di Indonesia

Tahukah kalian? Setiap tahun, jumlah kekerasan pada perempuan dan anak terus saja meningkat. Di antaranya :

Jumlah kasus KTP 2015 sebesar 321.752, bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama atau Badan Peradilan Agama (PA-BADILAG) sejumlah 305.535 kasus, dan dari lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 16.217 kasus;

Terpisah dari jumlah tersebut, ada sejumlah 1.099 kasus yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan melalui Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR) yang sengaja didirikan Komnas Perempuan untuk menerima dan merujuk pengaduan korban yang datang langsung maupun yang masuk lewat surat dan surat elektronik. Unit ini dikelola oleh divisi pemantauan Komnas Perempuan.

Berdasarkan jumlah kasus sebesar 321.752 tersebut, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol sama seperti tahun sebelumnya adalah kekerasan yang terjadi di ranah personal. Sejumlah 305.535 kasus berasal dari data unduh PA-BADILAG dicatat dalam kekerasan yang terjadi di ranah KDRT/RP. Sementara dari 16.217 kasus yang masuk dari lembaga layanan mitra Komnas Perempuan, kekerasan yang terjadi di ranah KDRT/RP tercatat 69% atau 11.207 kasus

Sebanyak 11.207 kasus di ranah KDRT/RP, 60% atau 6.725 kasus berupa kekerasan terhadap istri, 24% atau 2.734 kasus kekerasan dalam pacaran, dan 8% atau 930 kasus kekerasan terhadap anak perempuan.

Sebanyak 5.002 kasus (31%) terjadi di ranah komunitas. Pada tahun 2015 sama seperti tahun 2014, kekerasan tertinggi adalah kekerasan seksual (61%). Jenis kekerasan seksual di komunitas tertinggi adalah: perkosaan (1.657 kasus), lalu pencabulan (1.064 kasus), pelecehan seksual (268 kasus), kekerasan seksual lain (130 kasus), melarikan anak perempuan (49 kasus), dan percobaan perkosaan (6 kasus).

Sumber 

Menengok banyaknya kasus di atas, tak adakah tindakan pemerintah untuk melindungi perempuan dan anak secara lebih? Atau memang tak ada lagi keadailan bagi kami, terutama kaum perempuan dan anak-anak?

Sekali lagi, entahlah...

Kenapa Sampai Terjadi Kekerasan Pada Perempuan dan Anak?

Jika ditanya kenapa, perempuan tetaplah menjadi alasannya. Perempuan selalu dianggap biangnya, seolah menjadi memberi celah. Tapi jika ditelusuri, adakah perempuan yang mau menjadi korban kekerasan? Entah itu kekerasan seksual, maupun kekerasan fisik. Dan kuyakin, tak ada...

Tapi mereka, selalu menganggap kalau perempuanlah yang memberi celah. Terkadang pakaian dan bentuk tubuh yang menjadi alasan. Meskipun tak bisa dipungkiri, toh mereka yang menutup rapat tubuhnya juga kerap menjadi korban kekerasan. Entah kekerasan di dalam rumah, di luar rumah dan yang sering kita temui adalah dalam kendaraan umum.

Argh...

Bagiku, kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi karena kurangnya keimanan seseorang dan krisis akan moral. Mereka terlalu mengandalkan nafsu. Mereka yang seharusnya melindungi, justeru menyakiti. Mereka yang seharusnya memberikan tempat yang nyaman, justeru menebarkan ketakutan. Yang seperti itu, masih saja perempuan yang disalahkan.

Semua akan berbeda ceritanya, ketika seseorang mempunyai keimanan. Seseorang takut akan dosa dan Tuhannya. Seseorang mempunyai moral dan hati nurani. Berfikir sebelum bertindak. Tetapi kenyataannya?

Ketika Sosial Media, Menjadi Satu Jalan Kekerasan Perempuan dan Anak

Sebagai seorang pemain sosial media, aku juga tak bisa mempungkiri, kalau sosial media mempunyai peran yang penting dalam kasus kekerasan perempuan dan anak. Semakin canggih dan berkembangnya teknologi, semakin mewabahnya sosial media, seseorang semakin mudah menemukan kita dalam dunia nyata. Tak bisa kupungkiri, dalam hal ini sebagai seorang perempuan seharusnya kita terlebih hati-hati dan menutup setiap celah yang akan mendatangkan kekerasan. Iya...

Sebagai seorang perempuan, seharusnya kita juga lebih membatasi dari bersosial media. Kita mampu memilih, mana foto yang layak diunggah dan mana yang tidak. Pun dengan informasi-informasi yang bersifat sensitif seperti nomor telpon dan alamat rumah. Selain itu, sebagai seorang perempuan, seharusnya kita berpikir dua kali disaat ada seorang yang mengajak kita berkenalan dan bertemu.

Ya, tak bisa kupungkiri, banyak kasus yang aku dengar dan semua berawal dari sosial media.

Mari Kita Cegah Kekerasan Pada Perempuan dan Anak

Bisakah kita mencegah kekerasan pada perempuan dan anak? Akupun akan menjawabnya, BISA! Mari kita mulai dari diri sendiri. Memulai dari menjaga sikap, menjaga gaya berpakaian dan lebih waspada dalam bersosial media.

Selain itu, alangkah lebih baik jika kita lebih peka terhadap pemberitaan-pemberitaan soal kekerasan perempuan dan anak. Jangan pernah takut melawan kekerasan, karena jika kita diam, kekerasaan justeru semakin merajalela. Indonesia ini negara hukum dan Indonesia mempunyai Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA).

Bicara soal KPPA, aku teringat akan program unggulannya yaitu Three Ends. Three EndsadalahEnd Violence Against Women and Children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak), End Human Trafficking (akhiri perdagangan manusia) danEnd Barriers To Economic Justice (akhiri kesenjangan ekonomi).

Sebagai seorang perempuan, aku sangat menyukai program Three Ends  dan berharap program ini benar-benar mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pun berharap hingga sama sekali tak ada kekerasan pada perempuan dan anak (mungkin sedikit mustahil).

Selain itu, harapanku sebagai seorang perempuan untuk mencegah kekerasan pada perempuan dan anak adalah semakin menebalkan keimanan kita. Bukan hal yang salah kan jika di sekolah-sekolah pelajaran agama dan pendidikan moral ditambah jamnya dan dipraktekkan dalam kehidupan kesehariannya?

Kekerasan pada perempuan dan anak bisa dicegah, mari kita mulai dari diri sendiri!

Three Ends KPPPA

Facebook :Witri Prasetyo Aji II

Twitter :@witri_nduz

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun