Ringkasan sebelumnya: Dalam kondisi tak berdaya, dengan tangan diborgol dan mulut dibekap lakban, Ramon jadi teringat nasihat almarhumah ibunya. Bahwa hidup selain harus disyukuri, juga dijalani dengan tidak putus asa. Selengkapnya...
Apakah ada manusia jahat sejak lahir? Pastilah tidak, karena pada dasarnya semua manusia dilahirkan sebagai seorang yang bersih. Hanya lingkunganlah yang kemudian membentuk manusia menjadi baik, sabar atau jahat, bahkan sadis seperti Jaka.
Nama asli dia sesungguhnya adalah Sujoko, orang Surabaya asli. Entah mengapa ia lebih senang dipanggil Jaka. Mungkin untuk mengalihkan asal-usulnya, karena nama Jaka identik dengan orang sunda.
Ya Jaka. Tinggi badan sekitar 165 cm. Kulit putih. Konon ada keturunan China dalam darahnya. Namun Jaka tak suka dikait-kaitkan dengan keturunan. Ia merasa sebagai orang Indonesia. Bangga dilahirkan sebagai Indonesia. Arek Suroboyo!.
Pembawaan Jaka ramah. Relasinya luas. Namun dibalik keramahannya, Jaka adalah sosok yang tegas. Ia memutuskan sesuatu dengan keyakinan penuh. Bahkan dalam hal-hal tertentu tergolong sadis. Pada setiap keputusan yang diambil, Jaka siap mempertanggungjawabkannya.
Ramon mencari tahu siapa Jaka sehingga menjadi sosok yang kadang-kadang begitu mengerikan. Ternyata ia dilahirkan di lingkungan yang jauh lebih keras darinya. Ayahnya seorang preman dan Jaka kecil sering dipertunjukan bagaimana sang ayah mempergunakan kekuasaanya.
Menakuti dan menyakiti seseorang adalah biasa bagi sang ayah. Hal itu justru dianggap semakin menunjukkan kekuasaannya. "Hidup ini keras Ka, untuk menaklukannya kamu harus jauh lebih keras. Lebih berani." Mungkin begitu nasihat ayah Jaka, sebuah nasihat yang tidak pas diberikan kepada seorang anak.
Sang ayah tak pernah bercerita bahwa dengan tingkah laku seperti itu hanya membuat banyak orang tersakiti. Banyak orang menyimpan dendam.
Terbukti suatu hari, Jaka kecil menyaksikan sendiri bagaimana sang ayah dibantai oleh musuh-musuhnya terkait perebutan lahan kekuasaan.
Pengalaman itu sangat membekas di ingatan Jaka. Seperti dalam film laga, Jaka bersumpah dalam hati, kelak setelah besar ia akan menuntut balas terhadap orang yang membunuh ayahnya.
Sejak itu Jaka di bawah asuhan ibunya yang menjadi penjual barang kebutuhan pokok di pasar. Tak seperti ayahnya, sang ibu mendidik Jaka dengan lembut. Ia menyekolahkan Jaka ke sekolah hukum karena sang anak bercita-cita menjadi penegak hokum.