Intan membikin geger rekan-rekan sekantornya. Betapa tidak, ia nekat mengajukan cuti hingga dua pekan dengan alasan yang dianggap tak masuk akal: yakni mencari lelaki berwajah teduh.
Rekan-rekan hingga bosnya berusaha mencegah keinginan Intan. Tentu saja bukan mencegah ia mengambil cuti, namun ingin meluruskan tujuannya. "Kalau nggak boleh cuti normal, cuti di luar tanggungan juga nggak masalah," kata Intan berkata lantang.
Atasan Intan diam-diam menugaskan Ika, sahabat Intan, untuk menemaninya cuti. Namun begitu ketahuan ia marah tak alang kepalang. "Lo emang sahabat terbaik gua selama ini. Tapi please deh. Kali ini jangan ikut campur," kata Intan dengan sorot mata menusuk.
Kali ini Ika dibuatnya langsung KO. "Aku nggak berani melihat tatapannya. Aku lihat itu bukan tatapan Intan," ucap Ika.
Lalu tatapan siapa? Ika sulit menjelaskannya. "Sorot matanya begitu tajam. Tapi bukan tatapan mata jahat. Bukan pula sorotan mata menakutkan, tapi benar-benar membikin tak berdaya orang yang melihatnya," tutur Ika yang malah bikin bingung rekan-rekan kantor yang mendengarnya.
Hingga Intan akhirnya benar-benar pergi cuti, tak ada yang bisa menahannya. Tak ada satu pun yang tahu kemana ia pergi. Namun semua orang kini berharap kepada Ika. Mereka yakin Intan yang tinggal jauh dari keluarga itu akan menjalin komunikasi pertamanya dengan Ika.
Bos Intan pun menaruh kepercayaan seperti itu. Ia rela membelikan berapa pun pulsa handphone yang dibutuhkan Ika agar bisa mengetahui keberadaan Intan. Tanpa wanita lajang itu, banyak pekerjaan sang bos yang terbengkalai. Intan adalah sekretaris kantor yang sangat bisa diandalkan.
Menurut Ika, Intan pernah bilang bahwa lelaki berwajah teduh itu saat ini memang sangat sulit ditemukan. Beda dengan zaman dulu dimana lelaki seperti itu bisa diwakili oleh Mohamad Hatta, Jendral Sudirman, Buya Hamka dan sebagainya. Bahkan zaman dulu, lelaki berwajah teduh itu bisa ditemukan di desa- desa. Bisa ditemukan pada wajah pamong desa mereka.
"Sekarang banyak guru ditertawakan muridnya, kepala desa didemo warganya, orang yang mengaku membela Islam malah gemar kekerasan, ada kyai gemar kawin, ada pula tokoh agama memakai peci putih meski berwajah preman...." tutur Ika.
Untuk hal yang satu itu, Ika dan rekan-rekannya setuju. Tokoh-tokoh politik dan tokoh masyarakat yang muncul di televisi banyak yang berwajah munafik. Seolah-olah mereka semua menggunakan topeng. Topeng seorang tokoh yang bijak, namun praktiknya menyakitkan rakyat.
"Tapi kenapa pula Intan seperti kesamber setan begitu?. Kalau nggak ada pria yang berwajah teduh ya sudah...kembali ke bumi saja," kata seorang kawan Intan dan Ika.
Suatu hari Ika menerima SMS dari Intan yang mengaku habis dari dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Jombang. Ia habis berkunjung ke rumah Ponari. "Mimpiku menuntun ke sana. Tapi tak kutemukan pria berwajah teduh itu," kata Ika membacakan isi SMS dari Intan. Ika mencoba meneleponnya, tapi tak dijawab. Ia juga mereply SMS Intan, namun sama-sama nihil.
Beberapa hari kemudian, Ika dikagetkan dengan kemunculan Intan di rumahnya. Intan bilang habis terbang dari Makasar, Sulawesi Selatan. Di sana Intan mengaku usai berkunjung ke rumah Randi Wijaya Kusuma, seorang bocah kelas 1 SMP yang memiliki kemampuan mengobati seperti Ponari.
"Jadi, kamu temukankah lelaki berwajah teduh itu?" tanya Ika seperti tak sabar. Intan hanya geleng kepala. Namun wajahnya tak lagi kelam seperti sebelumnya. Wajah Intan tampak lebih fresh, lebih bersinar dan kembali tersenyum.
"Lelaki berwajah teduh itu ternyata sebuah kearifan yang kutemukan pada wajah-wajah orang-orang yang berobat di tempat Ponari dan Randi. Wajah mereka kembali bersinar, kembali sejuk, setelah sekian lama putus asa ditindih keadaan," tutur Intan.
Wajah Ika berkerut-kerut kencang pertanda tak mengerti. Namun ia tak hendak bertanya lebih banyak. Kehadiran Intan baginya lebih baik daripada cerita lelaki berwajah teduh itu sendiri.
*Cerpen dibuat Pebruari 2009, saat heboh berita Ponari yang fenomenal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H