"Membandel? Maksudnya apa ya pak. Saya nggak ngerti. Saya sih setia orangnya, Pak"
"Keluarga itu melapor ke kami, kamu sudah pernah diusir tapi masih mengulang mangkal di depan rumahnya. Coba ingat-ingat dan jangan ngeles!"
Pikiran Mardi kembali menerawang. Ia mencari jawab akan pertanyaan pernahkan ia kembali mangkal di depan rumah berpenghuni galak itu? Ya ampun, Sarwadi akhirnya ingat bahwa ia pernah sekali lagi mangkal di depan rumah pasangan Muniroh-Sarwadi.
Saat itu panas terik sekali. Pelanggan maunya main odong-odong di tempat yang teduh. Mereka lalu mengarahkan odong-odong Mardi supaya mangkal di bawah pohon besar, depan rumah pasangan Muniroh-Sarwadi.
"Tenang Bang. Yang punya rumah lagi pergi jauh, ke luar kota." Kata salah seorang warga begitu mata Mardi menyelidiki rumah keluarga Muniroh-Sarwadi.
Kala Mardi ragu, seorang warga lainnya melemparkan benda keras melewati pagar tinggi dan mengenai pintu rumah keluarga itu. "Tuh kan terbukti nggak ada yang keluar. Kalau ada, pasti sudah mencak-mencak."
Aksi itu secara spontan diikuti beberapa warga lainnya. Mereka seolah puas melempari rumah pasangan yang dianggap jadi musuh bersama itu, dengan benda apa saja.
Mardi jadi merasa tenang, bisa kembali mangkal di depan rumah pasangan Muniroh-Sarwadi.
"Ya..ya...ya...saya sudah inget. Saya pernah sekali mangkal di depan rumahnya. Tapi itu karena keinginan pelanggan. Saya kan tak bisa menolak." Urai Mardi kepada polisi, namun tetap dalam posisi merasa tak bersalah.
***
Mardi memang mendengar bahwa setelah ditinggal beberapa hari, rumah pasangan Muniroh-Sarwadi kemalingan. Sejumlah perhiasan dan barang elektronik hilang. Melihat jejaknya, maling itu masuk dengan meloncati pagar depan.