Bisa saja, bocah-bocah SD tersebut sebenarnya sudah diberi ongkos pulang dan uang jajan oleh orangtua, meski tak besar. Namun karena godaan konsumtif di sekitar mereka, uang jajan dan ongkos pulang habis tanpa terasa.
"Lagi pula jika naik angkot bisa gratis, mengapa mesti bayar?" Begitu kira-kira pikiran yang terbentuk di pikiran anak-anak itu.
Tentu saja pikiran semacam itu tak muncul begitu saja. Ingat, anak-anak seusia mereka adalah peniru yang sempurna. Mereka bisa saja meniru siswa yang lebih besar--yang kerap mereka saksikan-- saat menumpang truk dan mobil bak terbuka di jalanan demi mendapat angkutan gratis. Bisa juga hal itu sudah terbentuk karena meniru kakak-kakak kelas mereka sebelumnya.
Fakta itu sungguh tragis. Mau jadi apa mereka kelak jika masih kecil saja sudah menghadapi kenyataan seperti itu? Lebih parah jika hal itu tak diperhatikan akan terus terulang pada adik-adik kelas mereka, bahkan dengan jumlah lebih banyak.
Bisa jadi orangtua belum tahu apa yang terjadi pada anak-anak mereka. Kalaupun tahu cenderung menutup mata karena keterbatasan ekonomi keluarga. Bisa jadi pihak sekolah sudah tahu tapi tak juga memedulikannya, toh sudah terjadi di luar sekolah dan bukan urusan mereka. Bisa jadi pemprov DKI tak tahu dan tak peduli soal ini. Toh, mereka sudah membuat kebijakan sekolah gratis untuk semua SD negeri.
Adakah yang punya solusi soal ini, please...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H