Mohon tunggu...
Biso Rumongso
Biso Rumongso Mohon Tunggu... Jurnalis - Orang Biyasa

Yang terucap akan lenyap, yang tercatat akan diingat 📝📝📝

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mamat yang Inspiratif

10 Mei 2011   16:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:52 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Usai menyeruput kopi, wartawan itu kembali ke meja kerjanya untuk menulis sesuatu. Mamat mengira ia menulis berita biasa seperti kesehariannya.

Membuatkan kopi, membelikan makanan, minuman, hingga rokok, merupakan tugas keseharian Mamat. Ia menjalaninya dengan senang hati.  Agar tak repot dalam menyediakan pesanan tertentu yang rutin ia terima, Mamat berinisiatif menyediakan sendiri kebutuhan itu dan dijualnya setelah pekerjaan wajibnya selesai.

Apa yang dilakukannya cukup efektif.  Kebutuhan karyawan dan wartawan akan makanan dan minuman kecil terpenuhi sementara pekerjaan Mamat menjadi lebih ringan.

Lalu apakah Mamat memperoleh keuntungan rupiah yang besar dengan pekerjaan sambilannya itu? Beberapa orang sempat mencandainya dengan panggilan Alfamat, plesetan nama minimarket yang sedang menjamur belakangan ini, Alfamart. Tapi soal berapa besar keuntungannya, hanya Mamat yang tahu.

Yang pasti, ia menerapkan konsep kantin kejujuran dalam menjual makanan dan minuman ringan setiap sore. Yakni mempersilahkan setiap orang mengambil barang sendiri dan menaruhnya uang dalam kaleng yang disediakan.

Kantin kejujuran di negeri ini pernah menjadi tren dan bermunculan dimana-mana. Namun kini nyaris tak pernah terdengar lagi kabarnya. Sebagian besar tutup dan bangkrut karena terbukti susah mengandalkan kejujuran pembeli di negeri ini. Di kantor Mamat juga sudah beberapa kali model seperti itu muncul, namun tak bertahan lama. Apakah Mamat akan mengalami hal seperti itu? Sekali lagi hanya Mamat yang tahu.

“Mat beli kopi lagi ya. Nih, sekalian aku bayar yang kemarin-kemarin,” kata wartawan yang pernah menanyakan ide tulisan insipartif kepadanya.

Tidak seperti sebelumnya yang kusut, wajah wartawan tersebut kali ini lebih cerah.  “Makasih ya Mat, kamu telah memberiku ide untuk tulisan inspiratif,” ucap wartawan tersebut sambil berlalu.

Mamat bingung. Ia merasa tak pernah memberinya ide inspiratif. Toh, seperti biasa, ia tak mempersoalkannya.

Orang seperti Mamat mungkin tak bisa memberikan usulan ide untuk sebuah tulisan inspiratif.  Tapi apa yang dikerjakan dalam kesehariannya bisa memberi inspirasi bagi banyak orang.

* Tulisan ini akhirnya menjadi pemenang harapan pada akhir Maret lalu dan hadiahnya berupa voucher ke Waterbom di BSD sudah diberikan kepada Mamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun