Mohon tunggu...
Wisvimiar Lintang
Wisvimiar Lintang Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan-Universitas Sebelas Maret

Selanjutnya

Tutup

Money

E-Commerce, Tren Belanja di Tengah Pandemi dan Dampaknya Terhadap UMKM dan Jasa Ekspedisi

9 Januari 2021   21:20 Diperbarui: 9 Januari 2021   22:33 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah membawa dampak yang besar bagi berbagai sektor maupun gaya kehidupan. Pandemi yang terjadi saat ini hampir mempengaruhi semua bidang perekonomian. Saat pertama kali di umumkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020, kasus positif corona di Indonesia hingga akhir tahun 2020 tercatat sebanyak 743.198 kasus. Kondisi yang telah berlangsung selama 10 bulan ini  tentu berdampak pada sektor tenaga kerja bahkan melemahnya daya beli masyarakat, selain itu jelas berpengaruh juga terhadap kunjungan wisatawan mancanegara.

Terhambatnya aktivitas perekonomian membuat pelaku usaha melakukan upaya efisiensi untuk menekan kerugian usahanya. Akibatnya, banyak pekerja yang dirumahkan atau bahkan diberhentikan (PHK). Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat per 7 April 2020, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal yang memilih merumahkan, dan melakukan PHK terhadap karyawannya akibat pandemi COVID-19. Sehingga total ada 1.010.579 orang pekerja yang terkena dampak ini, dimana 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dirumahkan, sedangkan 137.489 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan. 

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) membuat masyarakat kehilangan pendapatan, selain itu sangat sulit mencari pekerjaan di masa pandemi. Hal itulah yang kemudian menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Pandemi COVID-19 juga telah mempengaruhi pergerakan wisatawan mancanegara sehingga kontribusi pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) menurun. Selain itu sejak merebaknya pandemi COVID-19, kelangsungan bisnis Usaha Mikro Kecil Menegah juga menjadi porak poranda. Pelaku UMKM dituntut kreatif, inovatif dan mampu memprediksi kondisi ketidakpastian dalam bisnis, seperti terjadinya krisis ekonomi atau bencana alam.

Dalam kondisi perekonomian yang hampir semuanya melemah, terdapat salah satu bidang yang mengalami peningkatan yang pesat, yaitu di bidang e-commerce. E-commerce mengacu pada berbagai aktivitas komersial online yang berfokus pada pertukaran komoditas dengan metode elektronik, khususnya jaringan komputer, oleh perusahaan, pabrik, pelaku industri dan konsumen (Qin, 2019). Perdagangan elektronik telah menjadi inovasi baru pada tahun 1970 yang dilakukan oleh lembaga keuangan pemerintah dan perusahaan berskala besar di Amerika Serikat. Dalam kegiatan tersebut pembayaran dilakukan menggunakan media elektronik tanpa kertas atau disebut Electronic Funds Transfer (EFT). Kemudian pada tahun 1990 World Wide Web (WWW) berkembang menjadi pelopor untuk perusahaan lain melakukan perdagangan elektronik. Amazon, Yahoo, dan Ebay ketiga perusahaan tersebut merupakan perusahaan ternama yang mengawali perdagangan elektronik. Dalam waktu singkat ketiga perusahaan ini menjadi perusahaan besar karena dapat mengembangkan usahanya dengan teknologi informasi (Suyanto, 2003). Menurut Purbo (2001) keuntungan-keuntungan yang di dapatkan oleh pengguna e-commerce adalah sebagai berikut.

  • Terbukanya jalan baru untuk pendapatan yang lebih menjanjikan dibandingkan transaksi tradisional
  • Meluaskan pangsa pasar
  • Mengurangi biaya operasional
  • Melebarkan jangkauan, meningkatkan kesetiaan pelanggan, meningkatkan manajemen pemasok;
  • Mempersingkat waktu produksi

Di dalam kondisi yang tidak pasti saat ini, E-commerce menjadi media yang tepat untuk UMKM melakukan transaksi bisnis. E-commerce membantu Usaha Mikro Kecil Menengah memahami manfaat dari fungsi operasional, yakni membantu untuk meningkatkan kinerja secara keseluruhan (Love & Irani, 2004). E-commerce dapat membantu UMKM menjangkau jaringan bisnis yang lebih luas, menawarkan cara baru bagi pelaku UMKM dalam melakukan promosi produk serta memberikan kesadaran akan persaingan dan perubahan pasar agar nantinya mereka dapat meningkatkan kualitas produknya.

Sebelum pandemi, sebenarnya e-commerce telah banyak menarik konsumen dan mampu berkontribusi bagi perekonomian Indonesia dengan jumlah penggunanya mencapai 139 juta. Menurut data dari Badan Pusat Statistik 2018, e-commerce telah memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia senilai 125 triliun rupiah pada tahun 2017.

Saat wabah corona dimulai, perusahaan mendorong karyawannya untuk bekerja dari rumah atau WFH (Work From Home) bahkan beberapa daerah menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Upaya isolasi dan self-distancing pun gencar dilakukan masyarakat, mereka enggan pergi ke tempat umum dan kerumunan. 

Selain itu, kegiatan sekolah maupun perkuliahan dilakukan secara daring. Di sisi lain, masyarakat perlu untuk memenuhi kebutuhannya. Hal inilah yang kemudian membuat masyarakat mengubah cara belanja mereka, dari offline menjadi online. Sebelum pandemi masyarakat hanya berbelanja barang-barang ringan seperti fashion, tetapi kini masyarakat juga telah melakukan transaksi untuk makanan, minuman serta kebutuhan dapur. Selain praktis, belanja online juga dapat mengurangi risiko penularan Covid-19. 

Daripada harus pergi ke pusat perbelanjaan dan bertemu banyak orang, masyarakat lebih memilih melakukannya secara online. Belanja online meminimalisasi transaksi dengan uang tunai, mengurangi kontak langsung dan menghindari kerumunan. Menurut informasi dari neilpatel.com, conversion untuk sektor makanan, kesehatan, dan farmasi meningkat secara signifikan. Sektor makanan mengalami peningkatan 55%, kesehatan 19%, dan farmasi 11%.

Saat ini, masyarakat telah semakin terbantu dengan adanya perkembangan teknologi, baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan berbelanja online, maupun kemudahan informasi terkait pandemi COVID-19. Kemkominfo juga telah menggaet Gojek dan Halodoc untuk menciptakan uji risiko COVID-19 di dua platform tersebut. Di masa pandemi saat ini, masyarakat semakin mengandalkan layanan dan jasa e-commerce. Banyak masyarakat yang mulai berbelanja kebutuhan mereka secara online,meskipun sebelumnya mereka belum pernah melakukannya.

Perusahaan e-commerce enabler SIRCLO juga telah merilis laporan tentang tren perkembangan e-commerce Indonesia di masa pandemi COVID-19. Laporan yang dikembangkan melalui survei kepada 2.987 responden pada Juni 2020 tersebut berjudul "Navigating Indonesia's E-Commerce: COVID-19 Impact and The Rise of Social Commerce". E-commerce diprediksi tumbuh sebesar 91%,hal tersebut jauh melampaui proyeksi sebelumnya sebesar 54%. E-commerce akan terus mengalami peningkatan dan menjadi penggerak utama dalam ekonomi digital Indonesia. E-commerce akan menjadi salah satu pasar dengan pertumbuhan tertinggi di Indonesia menurut laporan resmi Google. Berdasarkan laporan SIRCLO, pandemi COVID-19 berdampak pada perilaku konsumen dan perkembangan e-commerce di Indonesia. Dampak tersebut diantaranya sebagai berikut:

1. Akselerasi Jumlah Konsumen Baru

Sejak pandemi COVID-19 dimulai diperkirakan terdapat 12 juta pengguna e-commerce baru. Bahkan 40% di antaranya mengatakan, akan terus mengandalkan e-commerce setelah pandemi berakhir.

2. Pergeseran preferensi metode pembayaran

Menurut survei SIRCLO, preferensi penggunaan dompet digital untuk pembayaran transaksi e-commerce selama pandemi COVID-19 meningkat sebesar 11%. Sedangkan untuk metode kartu kredit dan transfer bank turun masing-masing 10% dan 2%. Bank Indonesia juga mencatat jumlah transaksi uang digital naik 16,7% pada bulan April 2020. Sedangkan transaksi menggunakan kartu debit/kredit justru menurun sebesar 37%.

3. Pertumbuhan tren social commerce

Tren social commerce akan terus bertumbuh dan menjadi penyumbang 40% dari total transaksi e-commerce pada 2022. Dalam surveynya, 94% responden menyatakan bahwa transaksi berbasis percakapan, seperti di Whatsapp, Facebook, ataupun Instagram, sangat mempengaruhi keputusan pembelian mereka.

4. Tren Festival Belanja 2020 di Tengah Pandemi

Kehadiran festival belanja seperti 9.9, 10.10, dan 12.12 menjadi momen yang penting bagi pelaku UMKM atau para brand untuk mendongkrak transaksi penjualan online di toko mereka. Walaupun dalam situasi pandemi, daya beli masyarakat masih kuat yang dibuktikan dengan adanya kenaikan transaksi.

E-commerce yang mengalami kenaikan di masa pandemi membuat bisnis jasa ekspedisi turut menuai banyak keuntungan. Pasalnya, e-commerce gencar melakukan upaya dengan menawarkan promo termasuk gratis ongkos kirim (ongkir) yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Hal tersebut didukung pula oleh media dan teknologi yang memadai di era saat ini. Meskipun jasa ekspedisi mengalami penurunan di awal pandemi karena adanya kebijakan social distancing, namun seiring dengan banyaknya intensitas transaksi e-commerce jasa ekspedisi seperti J&T Express mengalami peningkatan pendapatan sebanyak 40%.

Untuk mengikuti himbauan dari pemerintah terkait upaya pencegahan penyebaran virus COVID-19 jasa ekspedisi seperti SiCepat telah berupaya mengambil langkah preventif. Dalam operasionalnya karyawan SiCepat menggunakan masker dan sarung tangan, baik dalam pengambilan barang, penyortiran, maupun pengantaran barang. Selain itu telah dilakukan proses penyemprotan disinfektan untuk barang yang melalui proses HUB. Disamping meningkatnya pengiriman barang, perusahaan jasa ekspedisi sudah selayaknya memberikan service yang maksimal, mematuhi protokol kesehatan dan memperhatikan kebersihan saat berinteraksi dengan customer agar kemudian dapat menciptakan situasi yang aman dan nyaman.

Untuk mengantisipasi adanya penurunan pendapatan pajak sebesar 10% tahun ini pemerintah telah mempercepat upaya reformasi perpajakan, termasuk pengenaan pajak atas transaksi pada platform e-commerce untuk mengimbangi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19. Akibat menurunnya pendapatan minyak dan gas karena permintaan dan harga global yang juga semakin menurun keuangan publik juga diperkirakan akan terpengaruh. 

Pendapatan pajak di Indonesia akan   bergerak  menuju perpajakan digital seiring dengan adanya transaksi online yang terus meningkat. Setelah diterbitkannya Perppu Nomor 1 Tahun  2020 pada tanggal 31 Maret,pajak pertambahan nilai PPN sebesar  10% akan dikenakan atas barang dan jasa yang dijual melalui platform elektronik  asing yang tidak memiliki entitas fisik  di Indonesia,termasuk layanan ritel online, media streaming,  e-learning, aplikasi dan layanan cloud. 

Platform-platform tersebut selama ini dapat menghasilkan pendapatan yang signifikan di Indonesia tanpa dikenakan pajak. Namun, hal tersebut akan berubah dengan adanya regulasi baru. Apabila regulasi baru tersebut dapat diterapkan dengan  efektif,maka akan berdampak terhadap perusahaan e-commerce dalam negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun