Tahun 2008 saya hamil anak pertama dan memeriksakan diri di dokter kandungan. Saat itu, hal pertama yang dilakukan dokter melakukan tes kehamilan, menanyakan keluhan, USG, kemudian memberi obat sesuai apa yang saya keluhan, yaitu mual-mual. Dokter juga memberikan vitamin.
Saat itu saya sudah berhenti menjadi karyawati di perusahaan swasta di Denpasar, karena harus mengikuti suami di Tabanan. Saya melamar pekerjaan baru yaitu menjadi guru di sebuah sekolah swasta terkenal di kota Tabanan, dan syukurnya langsung diterima.Â
Jadi Jamsostek yang sebelumnya saya miliki dari perusahaan swasta di Denpasar tidak bisa berlaku lagi di sekolah tempat saya mengajar.
Untuk biaya ke dokter kandungan, kami menggunakan biaya sendiri, tanpa tanggungan dari asuransi kesehatan manapun. Walaupun begitu kami tetap secara rutin melakukan kontrol ke dokter kandungan demi buah hati tercinta. Saat itu suami juga belum memiliki asuransi kesehatan karena tahun 2009 baru lolos tes CPNS.Â
Kehamilan kedua terjadi pada tahun 2011, saat itu kami sudah memiliki Askes, namun karena kehamilan pertama sudah terbiasa ke praktek swasta, kami tetap berkonsultasi ke klinik tersebut.
Bulan Maret tahun 2019 ini saya haid terakhir, terhitung sudah 1 bulan usia kehamilan di bulan April. Setelah tes di rumah sepulang sekolah tanpa ditemani suami, kali ini saya mencoba memeriksakan diri ke Puskesmas, karena saya berpikir ingin memanfaatkan BPJS yang saya miliki.
Memeriksakan diri di awal kehamilan dengan BPJS ternyata memiliki banyak keuntungan, pertama setelah saya mendaftar, saya diminta menunggu antrean di Klinik Ibu dan Anak. Tidak beberapa lama, setelah saya ditanya kapan haid terakhir dan dites kehamilan, setelah hasil didapatkan positif, kemudian saya diminta mengisi formulir persetujuan untuk melakukan beberapa tes. Salah satunya skrining HIV.
Awalnya saya merasa kaget, kenapa harus melakukan skrining HIV, karena pada kehamilan pertama dan kedua saya tidak pernah disarankan oleh dokter melakukannya.
Beberapa menit kemudian, saya dipanggil untuk melakukan tes di ruang laboratorium. Bersama anak-anak yang kebetulan saat itu menemani, saya menunggu di depan ruang laboratorium.
Hasil dari tes bebepa menit kemudian selesai, dari semua hasil tes saya, kondisi saya normal, dan pemeriksaan HIV hasilnya negatif. Hasil pemeriksaan ini ditulis dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak, yang saya dapatkan secara gratis.
![Hasil pemeriksaan](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/10/15/img-20191015-wa0012-5da5a499097f36113f7b18f2.jpg?t=o&v=770)
Sungguh sangat bermanfaat, karena kita mungkin sudah berusaha berbuat baik, menjaga diri, setia terhadap pasangan, namun mungkin saja tertular karena perilaku pasangan yang tidak setia, jarun suntik, dan lain-lain.Â
Karena saya pernah menonton video yang di-share di Facebook, seorang istri yang tertular HIV, sepulang suaminya pendidikan ke luar daerah. Sehingga kemudian anak yang dikandungnya tertular virus HIV tersebut.
Tentu kita tidak mengharapkan hal itu terjadi. Jadi memang sangat tepat, jika skrining HIV dilakukan pada awal kehamilan. Walaupun akhirnya kehamilan saya tidak berkembang karena mengalami blighted ovum (cerita tentang kehamilan ini saya tulis sebagai artikel pertama saya di Kompasiana), namun periksaan awal kehamilan dengan BPJS ini saya rasakan sangat bermanfaat, karena saya juga mendapat rujukan ke RS.
Untuk memastikan kehamilan dengan USG, serta pemeriksaan spesialis yang lebih akurat saat itu di sore hari setelah suami pulang dari kantor, kami memilih ditangani oleh dokter Nuada yang menangani kehamilan sebelumnya. Saat tindakan kuretase karena bligted ovum di Rumah Sakit pun saya ditanggung BPJS.
Jadi, buat yang punya BPJS dan sedang hamil muda tak ada salahnya periksakan diri ke Puskesmas atau ke faskes pilihan kita. Dengan BPJS kita juga akan mendapat rujukan ke Rumah Sakit jika diperlukan untuk dapat ditangani oleh dokter spesialis.Â
Semoga bermanfaat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI