Mohon tunggu...
Wistari Gusti Ayu
Wistari Gusti Ayu Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru

Guru adalah profesi yang mulia, saya bangga menjadi guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perjuangan Dian Sastro dan Para Guru untuk Kesembuhan serta Pendidikan Anak Autis

26 Agustus 2019   15:59 Diperbarui: 26 Agustus 2019   16:10 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: republika.co.id

Kehidupan Dian Sastro beserta keluarga kecilnya, tampak normal seperti keluarga pada umumnya. Dan karena dia seorang artis, beberapa media kerap meliput Dian Sastro saat sedang bersama suami beserta anak-anaknya. Bahkan setiap unggahannya di Instagram tidak menunjukkan bahwa anak sulungnya mengidap autisme. Saya melihat interaksi antara Dian dan sang putra tidak ada yang berbeda dengan kebanyakan ibu-ibu. Namun siapa yang menyangka bahwa buah hatinya mengidap autis.

Saya sempat kaget membaca berita yang menyatakan bahwa putra sulung Dian Sastro mengidap autisme. Sebelumnya saya sama sekali tidak pernah mendengar berita tersebut.

Pengakuan Dian Sastro pun mendapat berbagai dukungan dari Nitizen. Bahkan saya sendiri merasa sangat salut dengan Dian Sastro, yang berjuang demi kesembuhan putranya. Ibu mana pun di dunia akan berbuat terbaik untuk anaknya.

Dilansir dari liputan6.com Dian Sastro mencurigai anaknya mengidap autisme ketika Shailendra menginjak usia enam bulan. Merasa ada yang berbeda dari perkembangan sang anak, Dian segera berkonsultasi dengan dokter. Demi melakukan yang terbaik untuk anaknya, Dian mendampingi sang buah hati dalam menjalani pengobatan dan terapi. Berkat kesabaran dan pendampingan dari keluarga, kini Shailendra sudah memilki perkembangan yang normal seperti anak seusianya.

Bagi saya, Shailendara sangat beruntung memiliki ibu seperti Dian Sastro, yang sabar mendampingi serta memberikan yang terbaik untuk kesembuhan putranya. Namun hal tersebut kadang tidak berlaku bagi anak-anak pengidap autisme yang memiliki ibu atau orang tua yang kurang tahu mengenai kelainan ini.

Terkadang ciri yang mengarah autisme hanya dianggap hal biasa, yang lambat laun akan menghilang sejalan waktu, seiring pertumbuhan anak. Contohnya ketika anak terlambat bicara, tidak ada kontak mata, maka orang tua menggagap itu wajar saja, walaupun dalam kondisi tertentu hal tersebut memang tidak sepenuhnya mencerminkan autis.

Kurangnya pengetahuan orang tua dengan kondisi pengidap autisme,  membuat sang anak terlambat mendapatkan penanganan atau terapi. Seperti yang pernah saya jumpai di sekolah tempat saya mengajar.

Seorang siswa dengan kondisi fisik yang normal, sama seperti siswa lainnya, masuk ke sekolah tempat  saya mengajar lewat jalur umum (bukan jalur inklusi). Di dalam kelas dia benar-benar tidak bisa fokus dengan pelajaran, dan saat istirahat dia sama sekali tidak berinteraksi dengan temannya. Bahkan terkadang bibirnya selalu membisikkan kata-kata apa saja tanpa peduli sekitar. Namun ada satu hal yang ia sukai, ia sangat tertarik buku tentang kisah Mahabrata, dan hanya itu yang ia baca.

Selain itu ada pula anak yang tidak bisa duduk di kelas, dia akan berputar-putar mengelilingi kelas, berbicara tidak sesuai konteks pelajaran, dan bahkan mengganggu temannya. Hal ini tentu tidak wajar jika dilakukan oleh siswa biasa, yang tidak mengidap suatu kelainan yang biasa sebut Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Selain kedua contoh di atas. Masih banyak pula anak lain yang mengalami gejala serupa.

Kami juga kerap meminta orang tua dari anak-anak tersebut untuk datang ke sekolah, agar mengetahui kondisi putra-putri mereka. Memang pada kenyataannya banyak yang menganggap hal tersebut adalah hal bukan suatu kelainan, sampai akhirnya kami menyarankan agar anak mereka diperiksakan ke dokter atau psikolog.

Bagi orang tua yang menerima saran kami, mereka membawa anaknya untuk berkonsultasi ke dokter, bahkan diantara mereka akhirnya mengetahui anaknya mengidap autisme, atau attention deficit hiperaktif disorder (ADHD).

Autisme adalah gangguan otak yang membatasi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain, sedangkan attention deficit hiperaktif disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang khas dengan gejala sulit memerhatikan, hiperaktif, disertai dengan dorongan impulsivitas yang tinggi. Salah satu tipe ADHD adalah ADD atau Attention Deficit Disorder.

Kedua kelainan tersebut pada anak memang harus cepat diterapi, agar peluang sembuh lebih besar sehingga mereka bisa berinteraksi serta belajar dengan baik di sekolah. Namun bagi mereka yang memiliki keterbatasan biaya, hanya meminta kami para guru melakukan yang terbaik bagi anak mereka.  

Sebagai guru, kami selalu berusaha, semampunya. Terkadang kami sengaja duduk di sebelah anak-anak tersebut untuk membuat anak tersebut fokus. Dan  kami harus benar-benar bisa bersabar agar bisa mengarahkannya dengan baik dan agar kondisi kelas tetap kondusif. 

Memang agak berat bagi seorang guru di sekolah umum, untuk mendidik anak berkebutuhan khusus. Berbagai trik juga harus benar-benar dipersiapkan, seperti sering mendekatinya dan memberi perhatian, karena mungkin saja mereka lebih lambat dari anak lainnya, melatih fokus serta mengajarnya dengan menceritakan hal yang disenanginya. 

Selain itu kami harus banyak mencari informasi mengenai kondisi autisme ini, anak ini selain tidak bisa mendapatkan pengobatan atau terapi karena keterbatasan biaya, tidak mungkin juga dipindahkan ke sekolah autis. 

Di Bali sekolah untuk anak Autis hanya terdapat di Denpasar, namun bagi saya sendiri, menerima anak autis dengan derajat yang tidak parah di sekolah umum juga dapat memberikan suatu 'terapi' bagi sang anak. Anak tersebut lebih cepat bisa berinteraksi dengan orang lain, dengan teman maupun guru di sekolah. Bahkan juga kami harus lebih banyak belajar mengenai diet-diet penderita autis, serta berbagai terapi yang bisa diterapkan di rumah agar bisa menyarankannya kepada orang tua.

Nah begitulah perjuangan kami, jika orang tua yang memiliki anak Autisme berjuang agar anaknya sembuh, kami pun akan selalu berusaha memberikan pendidikan yang terbaik untuk mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun