Mohon tunggu...
Wistari Gusti Ayu
Wistari Gusti Ayu Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru

Guru adalah profesi yang mulia, saya bangga menjadi guru

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Makna Meja Makan dan Makan Bersama bagi Keluarga Kami

1 Agustus 2019   08:04 Diperbarui: 1 Agustus 2019   15:19 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu ketika saya masih kecil, orang tua saya menyediakan sebuah meja makan di salah satu sudut dapur, tidak ada ruangan khusus untuk menempatkan meja tersebut. 

Di atas meja makan tersebut selalu tersedia nasi yang diolah dari beras yang berasal dari sawah sendiri, lauk pun sederhana, sayur juga memetik dari kebun sendiri. 

Kadang ketika ibu bapak gajian tanggal 1 (mereka menjadi guru SD di sebuah desa kecil) atau ketika nenek kakek panen dan menjual hasil ternaknya, lauk pun cukup istimewa, mereka membeli sate kambing, sate ayam atau lauk yang lezat lainnya dari warung makan.

Saat itu kehidupan di keluarga guru yang 'nyambi' sebagai petani sangatlah sederhana, tidak ada sertifikasi, tidak ada tunjangan penghasilan dari pemda, ke sekolah pun ibu bapak hanya naik sepeda motor tua, atau kadang ibu berjalan kaki. Namun kami sangat bahagia. 

Saat musim panen, ibu bapak juga kadang diberi hasil panen oleh orang tua siswa, mungkin ucapan terimakasih karena telah mendidik anak- anak mereka menjadi bisa membaca dan menulis.

Hasil olahan panen tersebut juga ditempatkan di meja makan. Makan pagi tidak pernah terlewatkan di rumah, saya dan adik-adik diminta sarapan oleh ibu, agar nanti tidak jajan di sekolah. 

Uang jajan kami pun tidak banyak, walaupun begitu saat itu kami tetap bisa menabung, kami memilih untuk tidak berbelanja karena sudah kenyang.

Pagi hari lauk yang pasti ada adalah telor, mungkin karena pembuatannya cepat, kami pun makan dengan cepat, tidak mau lambat sampai sekolah. 'Ritual' di meja makan pagi hari memang serba cepat, namun setidaknya kami memulai hari dengan berkumpul disana.

Siang hari, saya dan adik-adik biasanya pulang lebih awal dari bapak dan ibu, kami kadang makan bersama nenek dan kakek jika mereka sudah datang dari sawah. Berikutnya disusul ibu dan bapak. 

Ibu selalu menunggu bapak untuk makan bersama, ia selalu mengambilkan nasi beserta lauknya untuk bapak, sambil bercerita segala hal yang terjadi.

Malam hari, semua anggota keluarga lengkap, saat itu di meja makan adalah tempat bercerita segala hal, kami juga mendapat nasehat-nasehat dari mereka. Lauk yang sederhana tidak pernah terasa kurang sedap, mungkin karena rasa bahagia kami melebihi rasa lauk tersebut.

Dengan kehidupan sederhana yang kami jalani, 'meja makan dan makan bersama' di keluarga guru yang kala itu bergaji kecil, tidak membuat kami anak-anaknya ketakutan memilih profesi menjadi guru. 

Saat lulus SMA kami diberi kebebasan memilih tempat menimba ilmu dan mereka berjanji akan mengusahakan segala biaya untuk kami, namun saya dan adik-adik jatuh cinta profesi bapak dan ibu kami. 

Saat kami mulai kuliah dan kos jauh dari orang tua, meja makan juga tempat berkumpul jika kami liburan. Orang tua kami sangat menunggu saat libur itu tiba, begitupun dengan kami.

Walaupun sekarang saya sudah menikah dan memiliki keluarga kecil, namun meja makan dan makan bersama adalah hal yang wajib. 

Di meja makan tersebut banyak cerita yang didapat, banyak pelajaran hidup yang didapat, pelajaran mengenai kebersamaan dan kasih sayang, dan juga bahwa jumlah harta atau uang yang banyak dengan rasa bersyukur yang kecil tidak akan ada artinya, dibandingkan dengan harta atau uang yang sedikit dengan rasa bersyukur yang besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun