Pada awal menikah, tahun 2008, saya tinggal bersama mertua, namun sebelum menikah kami telah memiliki rencana suatu saat harus memiliki hunian sendiri. Kami ingin juga merasakan hidup mandiri, dengan mengatur keluarga sendiri, walaupun mungkin masih dibimbing orang tua kami. Nah, itu adalah mimpi kami. Jadi dari segi mimpi, saya rasa kaum milenial yang lain pasti sama dengan saya.
Lalu dari segi mewujudkan mimpi, setiap pasangan yang baru menikah, di awal-awal pernikahan yang paling pasti adalah memiliki rencana untuk memiliki anak, jadi selain biaya hidup sehari- hari dana yang harus ada adalah untuk pemeriksaan kehamilan, kelahiran anak dan membesarkannya.Â
Saya kira itu yang menjadi prioritas, karena tabungannya terdahulu sebagian pasti sudah digunakan untuk acara pernikahannya, kecuali menikah karena ada "sponsor", entah dari orang tuanya atau siapa saja.Â
Saya sendiri merasakan sebuah dilema, jika punya rumah sendiri pasti menyenangkan, namun membangun rumah, apalagi di awal pernikahan, mungkin masih terasa berat, rumah harus dibangun di atas sebuah lahan, jadi pertama kita harus beli adalah sebidang tanah kecuali yang punya warisan.
Jika harus  mengontrak atau bahkan kos, pasti hemat apalagi jika masih berdua cukup menyewa 1 kamar dengan kamar mandi dan dapur di dalam. Dan ketika anak lahir baru mengontrak rumah yang lebih besar, namun ketika kontrakan habis dan tidak diijinkan untuk memperpanjang harus siap-siap untuk pindah mencari tempat baru, dan mungkin juga anak-anak harus pindah sekolah.
Tetapi untungnya saat saya bingung mengambil keputusan, saya masih tinggal bersama mertua, jadi saya masih dapat berpikir, berdiskusi dengan suami bahkan berhemat. Saat itu saya tinggal di sebuah kamar di rumah yang didirikan mertua, dapur masih jadi satu juga dengan mertua dan ipar yang belum menikah.Â
Kata suami, jika saya ngontrak, gak enak juga nanti sama mertua, sudah ada rumah mertua kenapa harus ngontrak, tapi jika membangun, saat itu belum mampu.
Hal itu saya rasa terjadi pada setiap orang bukan hanya kaum milenial, hanya saja yang banyak terjadi kaum milenial akan lebih memilih kos, atau ngontrak selama dia merasa nyaman, kenapa harus memaksakan diri membeli rumah jika belum mampu? Namun seperti disebutkan di atas  kelemahan mengontrak tanpa ada hunian tetap akan menyebabkan kita hidup berpindah-pindah alias nomaden.
Jika memang tidak ingin hidup nomaden apalagi saat sudah memiliki anak yang telah bersekolah, kita memang harus punya strategi, misalnya untuk saya dan suami, saat kami tinggal dirumah mertua, biaya sewa rumah tentu saja tidak keluar, apalagi air dan listrik.Â
Saat itu kami meminjam uang, di bank untuk membeli tanah, lalu setelah itu kami mempersiapkan untuk membangun rumah, caranya, adalah membuat rumah secara bertahap.
Di tanah yang kami beli itu kemudian kami membuat sebuah sumur bor, karena air PAMnya sering keruh, setelah cukup uang lagi, kami membuat pondasi, lalu beberapa bulannya membangun kerangka rumah, karena dana terbatas kami memilih desain minimalis.Â