Mohon tunggu...
Wislon Pardosi
Wislon Pardosi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Tak Cukup Waktu untuk membicarakan masa lalu, selalu ada waktu utk membicarakan hal hal penting di masa depan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tatapan Kosong dan Pelukan kasih untuk Sahabatku

13 Agustus 2011   17:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:49 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ring...ring...halloo. ya..suara sahabt ku diseberang sana , ok.. sampai ketemu , da dah.. sayang sembari aku melambaikan tangan , aku lirih jam didinding tepat menunnjukkan pkl 8.15 , bersiap siap untuk menuju bilangan kelapa gading tempat saya janji dengan sahabatku utk berolah raga .

Keluar dari perumahan tempat saya tinggal berbelok berputar arah menuju pintu tol Lenteng Agung , saya keluarkan dompet dan menaruhnya di box dengan maksud agar lebih cepat membayar karcis tol , setelah menerima kembalian aku memacu laju kenderaan saya , karena khawatir terlambat sampai ditempat dimana saya janji dengan sahabatku.

Tak berapa lama saya kembali mengeluarkan selembar uang 10 rb rupiah memasuki tol cawang tanjung priok , lepas pintu tol kembali aku injak gas , sebentar saja saya sudah melesat di tol arah tanjung priok, targetnya adalah keluar tol pramuka.. namun tiba2 karena kondisi jalan tol cukup padat pada saat yang sama saya tiba tiba memutuskan keluar tol Rawamangun , turun dan berbelok kekanan ... lumayan jalannya lancar , dengan sedikit bangga aku memberi jempol utk diriku bahwa keluar tol rawamangun adalah keputusan yang tepat , hmm... mantap . 

Sekilas saya lihat jam di mobil saya menunjukkan Pkl 9.15 , kami janji ketemu di Klp gading pkl 9.45 , cukup santailah , tidak perlu ngebut pasti nyampe tepat waktu.

Tak berapa lama saya sudah tiba di lampu merah yang berbelok ke Kayu putih , diujung jalan tentu harus ambil arah ke kanan untuk mengarah ke kelapa gading , tin..tin.. klek lampu sign aku tekan kebawah perlahan aku berbelok ke kanan sambil tetap berada di jalur kiri , jalanan tetap lancar dan terasa udara pagi masih segar.

Karena aku cukup santai aku bisa memandang dengan leluasa ke depan ,  dari kejauhan saya melihat sesosok Ibu yang duduk dipinggir jalan sambil memeluk erat anaknya , aku sedikit mempercepat lajuku , dan semakin dekat semakin jelas , sang Ibu sambil merebahkan kepala dipundak anaknya menatap panjang menyusuri pinggir jalan dari arah saya melintas, dekat sekali... aku bisa dengan leluasa melihat tatapannya yang kosong , tidak dihiraukannya kenderaan yang lalu lalang didepannya , begitu dekat.. sehingga saya bisa melihat bagaimana sang Ibu memeluk anaknya yang tertidur, peluk yang memberi kehangatan dan kenyamanan , terbayang sekilas saat masa kecil ketika saya dipeluk Ibuku menghadang dingin saat akan pulang dari sawah , seolah pelukan Ibuku saat itu adalah singgasana kerajaanku yang tak tergantikan oleh apapun , terasa nyaman dan damai.

Wuih... cengeng..tidak terasa kelopak mataku dipenuhi gelembung memburamkan pandanganku melihat Ibu yang penuh dengan ketulusan memeluk dan sesekali membelai  anaknya yang tertidur itu. Aku lewati mereka sekitar 15 meter , aku tak kuasa untuk tidak berhenti , spontan aku mencari parkir.. dret..aku tarik rem tangan dan segera keluar.

Perlahan aku berjalan berbalik arah , ingin sekali aku mengambil foto mereka yang bisa menghadirkan rasa yang berkecamuk dan iba yang sangat dalam dihatiku , terus berjalan hingga aku melewati mereka beberapa langkah . Sebenarnya saya tidak ingin mengganggu kenikmatan tidur dan tatapan kosong sang ibu , tetapi hatiku begitu kuat untuk ingin tau sedang apakah mereka disana.

Setelah melewati beberapa langkah aku berbalik , mataku langsung menancap pada wajah sang ibu , namun sekali lagi aku menjadi semakin iba karena tetap si Ibu tidak menghiraukan kehadiranku , hingga jarak yang sangat dekat aku berhenti dan mencoba sedikit membungkuk , tanpa ekspressi si Ibu melihatku perlahan , saat yang tepat untuk menyapanya , " maaf Ibu , boleh saya bertanya ? " tanyaku , " Iya Pak , bapak mau kemana ? , saya tidak tahu tempat ini dimana , kami hanya istirahat sebentar disini ' sahutnya , dugaanku bahwa si Ibu berfikir aku adalah orang yang sedang tersesat dan mau bertanya mencari tahu arah atau suatu alamat. Suaranya sangat pelan dan hampir seperti berbisik , dia benar benar menjaga agar sianak tidak terjaga karena perbincangan kami.

Bukan... saya bukan mau tanya jalan , bukan mau cari alamat , aku mau tanya Ibu , apakah ibu dan anaknya sudah makan ? , aku ucapkan kata kataku dengan terbata bata , aku berjuang keras agar sumber air diwajahku tidak jebol dan banjir , kelopak mataku kembali kubendung.. sangat kuat.. apakah aku cengeng ya ?

Sudah pak, tadi pagi sebelum sampai kesini ,  waktu sahur kami singgah di warung tempat banyak orang juga sedang sahur , saya dan anak saya belikan nasi dibungkus , dan masih ada sisa satu bungkus buat anak saya nanti kalau sudah bangun , sahutnya, sambil melirik kebungkusan kecil disampingnya , dia mencoba tersenyum , tapi jelas saya merasakan senyum itu sungguh  terpaksa dia berikan untuk sekedar meyakinkan aku bahwa mereka sudah makan.. tetapi aku menangkap kesedihan dan pilu yang luar biasa ditatapan mata dan senyum itu , hatiku mengatakan.. belum.. ibu ini belum makan..dan nasi yang dibungkus itu adalah nasi yang dibeli pada waktu sahur , dan sekarang sudah pkl 10.15.

tidak apa apa bapak ... terimakasih...sebentar lagi juga kami akan berjalan setelah anakku bangun , pintanya untuk membuat aku tenang , atau dengan maksud supaya saya cepat berlalu.. entahlah..

Ring..ring.. kembali telpon genggamku berbunyi , segera kuangkat " Sudah dimana posisi ? " ,tanya sahabat ku diseberang , saya bisa merasakan nada yang sudah mulai bosan karena kelamaan menungguku , " Sorry... Do , agak telat nih , aku masih di kayu putih , mudah2an sebentar lagi sudah sampai.. " OK , ditunggu " sahutnya mengakhiri pembicaraan kami ..

Dengan spontan saya keluarkan dua lembar uang dari dompetku , aku menunduk sedikit berbungkuk , lalu dengan sangat perlahan aku julurkan tanganku , aku ingin menyalamnya .. dia terdiam dan tidak menunjukkan rekasi akan menerima , dia melihatku dalam sekali , membiarkan tanganku tetap terjulur.. " Ibu.. ayolah.. diterima..." pintaku , tetapi tangannya tidak bergerak dan tetap memeluk hangat anaknya.. " apakah bapak mengenal kami ?"..sahutnya , spontan aku jawab tidak..saya tidak mengenal ibu , jawabku..

Seketika anaknya terbangun , mungkin karena volume saya agak lebih keras dari sebelumnya , ssshhh...shhh.. diciumnya anaknya , dibelai rambut anakanya yang saya perhatikan sudah tidak pernah disisir , barang kali sudah lama tidak mengenal yang namanya sampoo , sekilas sang anak memperhatikan wajah ibunya , lalu menatap wajah saya , kembali sang ibu menciumnya seraya mengisyaratkan "ayo nak..tidur lagi , kita tidak apa apa ..kita aman.." , serta merta sianakpun menyelusup kembali kepelukan ibunya dan meneruskan tidurnya..

Sudah Bapak , tidak usah repot.. kami berhenti disini hanya untuk istirahat , ... , dug..dug.. dadaku terguncang , hatiku makin teriris mendengarnya... dan saat aku membungkuk , mataku menancap pada unujung jemari kakinya yang beralas sandal jepit yang sudah sangat tipis , aku melihat kedua kakinya yang membengkak , saya mencoba mengamati apakah ada luka disana... rupanya si ibu memperhatikanku , dia kembali menyakinkan aku,.. kaki saya ga apa apa bapak, hanya bengkak aja , mungkin karena kami sudah kelamaan jalan , lagi lagi senyumnya dipaksakan..

Sekali lagi aku berusaha menjulurkan tanganku , Ibu.. saya bukan siapa siapa.. saya tidak punya niat jahat apa apa , mohon diterima Bu..

Dengan sedikit ragu ragu , dia menggerakkan tangannya.. perlahan dia menyambut tangan saya , aku salam ibu ini dengan tulus ikhlas.. "terimakasih banyak bapak, ini sangat berguna sekali untuk saya dan anak saya , semoga Tuhan membalasnya bapak " , matanya memerah tetapi wajahnya sedkit tenang dan merasa nyaman..

"Baik Bu.. sama sama , anaknya dijaga ya Bu" , kepalanya mengangguk berat, seolah mengisyaratkan apakah aku mampu untuk menjaganya ? , kembali elusan tangannya menyapu kepala anaknya , menciumnya dengan penuh kasih , membuatku kembali menghadirkan wajah Ibundaku yang dibola mataku.

Permisi ya Ibu.. saya mau jalan dulu , kurapatkan tanganku memberi salam dan hormat.. matanya mengikuti saya menuju arah kenderaan yang saya parkir..

Perlahan aku melajukan kendaraanku , melewati sekitar 200 meter aku menoleh kekiri melihat rumah2 mewah dan megah , sementara disebelah kanan dibelah sungai kecil terlihat rumah panggung yang kumuh , seolah sungai inilah batas antara kaya dan miskin, antara sehat dan sakit, antara tidur lelpa dan gelisah..

Wajah dengan tatapan kosong yang memberikan pelukan yang sangat nyaman bagi anaknya yang terlelap itu masih terus mengikuti laju kenderaanku berjalan lambat , hatiku sedikit puas saat pemberianku diterima , tetapi tetap terguncang membayangkan hari hari mereka , esok , lusa, akan kemana dan bagaimanakah mereka , akan kah pelukan hangat itu dapat bertahan menjadi singgasana yang paling nyaman buat sang anak ? aku tidak bisa membayangkannya.. lebih besar keraguan , sekali waktu tangan yang lembut itu tidak akan mampu memberi pelukan lagi , singgasana itu akan hancur berantakan.

Saya terus melirik kekiri ke kanan , wajah itu terus mengikuti.. tiba tiba aku melihat disebelah kiri ada toko roti yang cukup terkenal , terburu buru saya segera menepi dan parkir, aku bergegas masuk kedalam yang disambut waitresnya.. Selamat siang pak, silahkan , sembari memberikan tempat roti ataukue yang akan kita pilih. lalu saya segera memilih beberaa kue dan roti , sekaligus mengambil empat botol minuman mineral , dan segera menuju kasir.. tolong dibungkus ya Mbak , pintaku sambil membayar sejumlah harga yang disodorkan. " terimakasih... selamat siang" , saya bergegas meninggalkan tempat itu , kunyalakan kenderaan dan berbalik arah..

masih dengan posisi yang sama , ibu dan anak itu masih berada disana , lagi lagi tidak mnegetahui kedatangan saya karena si ibu memandang kearah yang berbeda membelakangi arah yang saya tempuh, kembali aku lewati mereka dan berbalik arah , saya melihat tatapan kosong itu kembali .

Kuparkirkan kederaanku tak jauh dari mereka , kedatanganku menyita perhatiannya , sedikit kaget dan mengamatiku lebih tajam , " Bu.. ini saya belikan roti dan kue , dan didalam ada air minumnya juga , diterima ya Bu".. aku sodorkan bungkusan itu , dan masih keheranan si ibu menerimanya , aku membantu membukanya dan menunjukkannya . " ayo Bu.. dimakan.. silahkan , aku berharap sekali melihat Ibu itu memakan apa yang saya berikan . Tetapi dengan bicara yang perlahan , sang ibu berkata.. nanti kami makannya Pak , kalau anak saya sudah bangun akan saya berikan.. dan untuk saya sendiri saya sedang berpuasa , ini sudah bisa untuk saya berbuka nanti.. terimakasih ya Pak ! , kami merepotkan bapak saja..

Dug..dug.. jantungku berdegup mendengar kata tanya , dalam sulit yang teramat pahit , Si ibu masih menjalani puasa , pengorbanan yang tida tara.. begitu fikiranku , maaf karena saya non muslim jadi tidak mengetahui persis apa kira2 pahala yang akan diterima orang seperti ibu ini tetapi menjalankan sebagian ibadahnya dengan ikhlas. menurut aku pasti sangat besar pahalanya dimata Tuhan..

Dengan langkah berat , kembali akau permisi meninggalkan mereka , dengan anggukan yang berat juga mata sang Ibu mengikuti langkahku menuju kendaeraan , dan terus mengikuti hingga aku lewat dan hilang dari pandangannya.

Sambil meneruskan perjalananku , dalam hati saya berdo'a untuk mereka , " Tuhan... lindungilah mereka , biarlah dekapan itu menjadi singgasana yang sangat nyaman bagi anaknya, pertemukanlah mereka denagan apa yang mereka cari , tuntunlah mereka hinga sampai ke mata air tempat dimana mereka dapat menghilangkan dahaganya , jawablah upaya berpuasa dari Ibu yang mencariMu.

Jakarta, 13 Agustus 2011,

Kutuliskan untuk sahabatku , agar kau tahu mengapa aku datang terlambat hari ini.......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun