Mohon tunggu...
Wisnu Dewa Wardhana
Wisnu Dewa Wardhana Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

Seorang pembelajar dan pengagum pemikiran Bung Karno

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Perempuan Muda Menapaktilasi Kejayaan Peradaban Sriwijaya

17 Juni 2023   15:38 Diperbarui: 2 Mei 2024   18:18 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi: Siti Nurizka Puteri Jaya

Palembang, sebuah kota yang memiliki jejak sejarah atas kedigdayaan Kerajaan Sriwijaya serta peradabannya yang maju, kekayaan budaya, kekhasan kuliner, kultur keramahan penduduk, serta keelokan alamnya telah menginspirasi banyak penyair untuk menggambarkan pesona dan keberanian kota ini melalui puisi.

Terletak di tepian Sungai Musi, pada abad ke-7 dan 8 mula sejarah Kerajaan Sriwijaya menjadi pelopor dari teori geopolitik yang diterapkannya. Sukses menguasai lalu lintas perdagangan dan pelayaran di Selat Malaka, juga berhasil meluaskan wilayah kekuasaannya membuat Kerajaan Sriwijaya mendapatkan julukan kerajaan maritim.

Selain jejak sejarah yang diakui, tepian Sungai Musi juga memiliki panorama alam yang membuat kagum. Tidak sedikit karya puisi dari para penyair kondang dan ternama menghadirkan keindahan langit yang memukau cerah sebagai penopang atas keeleganan Sungai Musi yang membelah kota tersebut, ditambah gemerlapnya lampu di malam hari yang menambah riuh para penyair untuk menyihir pembaca puisinya merasakan pesona alam Palembang dengan sajian kata-kata indah.

Tidak hanya berhenti di situ, atas keanekaragamannya, Palembang memiliki cita rasa bagi para penyair membubuhi larik tiap larik untuk menggoda pembaca puisinya datang berkunjung dan merasakan keluhuran Jembatan Ampera yang memiliki nama lain sebagai Jembatan Bung Karno. Sebagai contoh, karya penyair Surasono Rashar yang memiliki judul puisi "Sungai Musi -- Venesia dari Timur".

Kini (17/06) di tahun 2023, Palembang telah memiliki usia sebanyak 1340 tahun. Mengokohkan posisi kota berjuluk Bumi Sriwijaya sebagai kota tertua di antara kota-kota lainnya di Indonesia.

Pada 4 hari lalu, tepatnya Selasa, 13 Juni 2023, senang rasanya membaca berita perihal Dinas Pendidikan Kota Palembang turut serta dalam menyemarakkan HUT Kota Palembang untuk menggelar lomba yang sifatnya edukatif sebagai hal yang harus digarisbawahi.

Bicara pendidikan adalah hal yang paling digemari oleh Siti Nurizka Puteri Jaya. Dalam kekuatan karakter idealisme yang ia miliki sebagaimana kapasitasnya selaku anggota DPR-RI, ia memiliki nilai-nilai fundamental yang akan diperjuangkan sekaligus sebagai nilai moralitasnya berpolitik akan berpandu pada keniscayaannya bahwa pendidikan merupakan hal yang mutlak untuk diupayakan sebagai kekuatan membangun peradaban, serta menyongsong gilang-gemilangnya masa depan bangsa.

Atas buah pikirannya, ia memiliki paradigma bahwa pendidikan tidak bisa diartikan sempit hanya sebatas tingkat sekolah, namun juga harus diperkaya dengan pendidikan yang berbasis pengembangan diri untuk mengetahui serta meningkatkan potensi dan kemampuan.

Begitu antusiasnya Rizka terhadap pendidikan terpampang jelas saat ia memiliki kekosongan agenda di akhir pekan. Ia pasti sibuk menghubungi koneksi-koneksinya di komunitas sekolah jalanan yang akan ia datangi untuk jadi pengampu kepada anak-anak muda kurang beruntung yang nir-kesempatan mendapat kesetaraan pendidikan. Bersama komunitas sekolah jalanan yang terhimpun dari ragam aktivis sosial, beberapa kali Rizka melatih anak-anak muda untuk hobi membaca, serta berkesenian menulis puisi dengan tujuan memupuk kreativitas, juga agar mereka mampu mengenal dirinya sendiri.

Seraya mereka dapat melampiaskan emosi, dan kuasa menuangkan perasaan kebatinannya ke dalam corak tulisan indah nan rupawan yang selama ini mungkin terpendam oleh mereka. Rizka juga menyiratkan pandangan kepada mereka yang ingin belajar menulis puisi secara sungguh-sungguh, maka setidaknya berpandu pada karya 3 penyair: Chairil Anwar, Taufiq Ismail, dan W. S Rendra. Bahwa ketiga penyair tersebut memiliki gagasan yang begitu kuat.

Chairil Anwar memanifestasikan konsepsi puisi liris. Menyelami Chairil Anwar bisa membuat kita tenggelam pada peka yang berdasarkan rasa. Lalu, Taufiq Ismail yang meniupkan ruh semangat berkehidupan di dalam puisi-puisinya yang bertemakan moral, sosial, politik, budaya, percintaan, dan agama.

Pada salah satu puisi Taufiq Ismail yang berjudul "Dengan Puisi, Aku" akan membawa kita larut dalam suasana menikmati hidup dalam sajian puisi. Ia mewakili perasaan pada diri sambil menghayati keagungan puisi untuk melepaskan kegelisahan yang tertanam di benak selama ini. Sedangkan W.S Rendra, ia adalah arsitek yang menciptakan dan memanfaatkan metafora untuk menyuguhkan citra dramatik dan visual dalam tiap sajaknya. Maksudnya, puisi-puisi karyanya membawa kita bertualang dengan pemaknaan yang begitu kaya. Cara menulisnya begitu khas dengan pemenggalan-pemenggalan tertentu yang membuat nurani lebih dapat kita rasakan. Barangkali sederhananya begitu.

Ketiganya menampilkan wujud kematangan sang penyair. Matang karena puisi sudah dimasak dalam derajat tertentu, dengan resep tertentu, dan barang tentu pula yang entah sudah berapa kali mereka melakukan percobaan, mengulanginya lagi, sampai menemukan satu cara mematangkan puisi yang aduhai.

Penjelmaan kematangan dari penyair itulah yang kerap diekspresikan Rizka saat bergulat dalam kompetisi konstitusional politik guna mewujudkan Sumatera Selatan -daerah yang sangat dicintainya- memiliki anak-anak muda sebagai pewaris tongkat estafet bangsa agar terhindar dari kebutaan pendidikan yang berakar pada kesenjangan sosial.

Tatkala membuka riwayat sedikit tentang kegagalan demi kegagalan serta kerasnya proses yang ditempuh Rizka memaknai politik sebagai koridor perjuangan atas kepekaan sosialnya, dengan tekun berupaya ia berhasil menggapai langit konstitusi negara sebagai pengemban amanah perwakilan rakyat. Sebuah virus pendidikan mental yang ditularkan Rizka kepada kita agar terus berbaik sangka kepada proses. Karena dengan memahami proses, itu adalah sebuah keyakinan dari kekayaan karakter yang akan menjadi niscaya.

Lebih lanjut, saat membaca lembaran-lembaran perjalanan Rizka mendermakan masa mudanya berdialektika dalam sosial kemasyarakatan dan politik, maka itu merupakan kisah yang berisi gagasan pengetahuan untuk kita anak muda memiliki kepedulian terhadap lingkup sosial. Seperti yang selama ini tertampak pada keindahan bola matanya Rizka yang ingin selalu  menatap senyum kebahagiaan masyarakat atas upayanya meniadakan timpang sosial yang selama ini menjadi mata air kemuliaan Rizka berpolitik. Dengan begitu, maka sebuah momentum untuk menjejaki kegemilangan peradaban Kerajaan Sriwijaya.

Selamat Hari Jadi ke-1340, Palembang!
Kedigdayaan Kerajaan Sriwijaya adalah bekal kami anak muda untuk menapaktilasi bahwa bangsa ini memiliki kekokohan fondasi untuk kembali bangkit menjadi bangsa yang unggul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun