Palembang, sebuah kota yang memiliki jejak sejarah atas kedigdayaan Kerajaan Sriwijaya serta peradabannya yang maju, kekayaan budaya, kekhasan kuliner, kultur keramahan penduduk, serta keelokan alamnya telah menginspirasi banyak penyair untuk menggambarkan pesona dan keberanian kota ini melalui puisi.
Terletak di tepian Sungai Musi, pada abad ke-7 dan 8 mula sejarah Kerajaan Sriwijaya menjadi pelopor dari teori geopolitik yang diterapkannya. Sukses menguasai lalu lintas perdagangan dan pelayaran di Selat Malaka, juga berhasil meluaskan wilayah kekuasaannya membuat Kerajaan Sriwijaya mendapatkan julukan kerajaan maritim.
Selain jejak sejarah yang diakui, tepian Sungai Musi juga memiliki panorama alam yang membuat kagum. Tidak sedikit karya puisi dari para penyair kondang dan ternama menghadirkan keindahan langit yang memukau cerah sebagai penopang atas keeleganan Sungai Musi yang membelah kota tersebut, ditambah gemerlapnya lampu di malam hari yang menambah riuh para penyair untuk menyihir pembaca puisinya merasakan pesona alam Palembang dengan sajian kata-kata indah.
Tidak hanya berhenti di situ, atas keanekaragamannya, Palembang memiliki cita rasa bagi para penyair membubuhi larik tiap larik untuk menggoda pembaca puisinya datang berkunjung dan merasakan keluhuran Jembatan Ampera yang memiliki nama lain sebagai Jembatan Bung Karno. Sebagai contoh, karya penyair Surasono Rashar yang memiliki judul puisi "Sungai Musi -- Venesia dari Timur".
Kini (17/06) di tahun 2023, Palembang telah memiliki usia sebanyak 1340 tahun. Mengokohkan posisi kota berjuluk Bumi Sriwijaya sebagai kota tertua di antara kota-kota lainnya di Indonesia.
Pada 4 hari lalu, tepatnya Selasa, 13 Juni 2023, senang rasanya membaca berita perihal Dinas Pendidikan Kota Palembang turut serta dalam menyemarakkan HUT Kota Palembang untuk menggelar lomba yang sifatnya edukatif sebagai hal yang harus digarisbawahi.
Bicara pendidikan adalah hal yang paling digemari oleh Siti Nurizka Puteri Jaya. Dalam kekuatan karakter idealisme yang ia miliki sebagaimana kapasitasnya selaku anggota DPR-RI, ia memiliki nilai-nilai fundamental yang akan diperjuangkan sekaligus sebagai nilai moralitasnya berpolitik akan berpandu pada keniscayaannya bahwa pendidikan merupakan hal yang mutlak untuk diupayakan sebagai kekuatan membangun peradaban, serta menyongsong gilang-gemilangnya masa depan bangsa.
Atas buah pikirannya, ia memiliki paradigma bahwa pendidikan tidak bisa diartikan sempit hanya sebatas tingkat sekolah, namun juga harus diperkaya dengan pendidikan yang berbasis pengembangan diri untuk mengetahui serta meningkatkan potensi dan kemampuan.
Begitu antusiasnya Rizka terhadap pendidikan terpampang jelas saat ia memiliki kekosongan agenda di akhir pekan. Ia pasti sibuk menghubungi koneksi-koneksinya di komunitas sekolah jalanan yang akan ia datangi untuk jadi pengampu kepada anak-anak muda kurang beruntung yang nir-kesempatan mendapat kesetaraan pendidikan. Bersama komunitas sekolah jalanan yang terhimpun dari ragam aktivis sosial, beberapa kali Rizka melatih anak-anak muda untuk hobi membaca, serta berkesenian menulis puisi dengan tujuan memupuk kreativitas, juga agar mereka mampu mengenal dirinya sendiri.
Seraya mereka dapat melampiaskan emosi, dan kuasa menuangkan perasaan kebatinannya ke dalam corak tulisan indah nan rupawan yang selama ini mungkin terpendam oleh mereka. Rizka juga menyiratkan pandangan kepada mereka yang ingin belajar menulis puisi secara sungguh-sungguh, maka setidaknya berpandu pada karya 3 penyair: Chairil Anwar, Taufiq Ismail, dan W. S Rendra. Bahwa ketiga penyair tersebut memiliki gagasan yang begitu kuat.