Mohon tunggu...
Wisnu Nugroho
Wisnu Nugroho Mohon Tunggu... Penulis -

mengabarkan yang tidak penting agar yang penting tetap penting

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mbak Yenny (Uncut)

14 Agustus 2010   04:09 Diperbarui: 11 Desember 2015   12:40 3202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

salam pecah.

*****

Membedah Jantung Istana

Yenny Zannuba Wahid

Arsitek Drossares tentu tak akan mengira, suatu saat kresek akan masuk koningsplein paleis atau Istana Merdeka. Sebagai arsitek yang mendapatkan tugas untuk mendesain bangunan jantung kekuasaan Belanda di negara jajahan tersebut, Drossares hanya mengizinkan hal-hal yang artistik dan bernilai tinggilah yang bisa masuk ke dalamnya. Namun kini kresek seringkali terlihat menghiasi teras istana ketika pejabat-pejabat sedang berkumpul. Apa gerangan yang tengah terjadi?

Ternyata dalam kresek itu bersembunyi alas kaki yang semuanya bermerk luar negeri. Mungkin para pejabat malu karena di luar istana banyak anak-anak sekolah yang tidak memakai sepatu. Mereka—para pejabat, bisa jadi saya salah satunya waktu itu - berusaha berempati dengan menyembunyikan alas kaki mereka.

Kisah unik ini bisa kita baca berkat kejelian Wisnu Nugroho yang terekam dalam buku terbarunya: Pak Beye dan Istananya. Sebagai wartawan yang bertugas meliput berita di seputar istana, Inu (begitu Wisnu Nugroho biasa disapa), mampu menghadirkan sisi lain dari peristiwa dan kehidupan istana presiden.

Saya kenal Inu, ketika memulai tugas di istana sebagai staf khusus Presiden bidang komunikasi politik. Inu ‘menyambut’ kedatangan saya dengan menulis artikel kecil di halaman pokok tokoh Kompas. Dalam tulisan itu dia menggambarkan tentang satu-satunya perempuan dalam jajaran staf khusus Presiden. Dia juga mendeskripsikan kerudung merah muda dan tas tangan oranye merek Prada lawas (dan pemberian teman), yang saat itu saya tenteng.

Saya tersenyum membacanya. Sedikit kecut pasti, karena jelas tergambar insinuasi apa yang tergelar dengan deskripsi Inu tersebut. Tapi saya menghargai kejelian dan keberaniannya untuk menghadirkan satu tokoh publik dari sisi yang berbeda. Sejak itu saya makin mencermati beragam tulisannya. Dan saya menemukan seorang anak muda yang bertalenta, tekun serta kritis.

Tulisannya kadang menggelitik dan tak jarang sinis, seolah ingin menggugat mesin pencitraan istana yang sangat perkasa. Tantangan terbesar pewarta masa kini adalah menembus politik jargon yang terlalu diakrabi oleh para politisi. Dengan berbekal komentar yang tepat secara politik (politically-correct comments), publik coba dialihkan dari substansi. Dan, Inu saya nilai bisa lolos dari tantangan itu.

Dia berbeda karena berani tampil terbuka. Buku Pak Beye dan Istananya merupakan upaya Inu untuk menghadirkan semua nuansa istana agar tercipta gambaran yang utuh; bukan sebatas menampilkan “sangkar” sang raja tetapi menjadi cermin jernih untuk melihat sisi lainnya, yang marak dengan manipulasi citra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun