Â
Provinsi Riau merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan alamnya. Mulai dari hasil hutan sampai kepada hasil tambang berupa minyak, yang tersebar dibeberapa daerah di Provinsi Riau.
Mulai dari Blok Balam di Kabupaten Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis, Siak dan dibeberapa lokasi lainnya. Maka tidak heran jika negeri Lancang Kuning itu, disebut sebagai Provinsi yang kaya dengan minyaknya.
Namun mirisnya, kendatipun Provinsi Riau terkenal dengan minyaknya, namun disisilain, Provinsi Riau mengalami deficit anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau tahun 2018 memang mencapai Rp 10 triliun. Sementara banyak program program khususnya proyek proyek besar di Provinsi Riau yang harus diselesaikan. Sehingga dana untuk proyek pembangunan itu mengalami kekurangan.
Salah satu penyebab terjadinya deficit anggaran Provinsi riau, adalah disebabkan Penundaan dari pemerintah pusat terhadap pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) minyak dan gas (Migas). Pada hal DBH tersebut telah dimasukkan kedalam APBD Provinsi Riau. Adapun DBH migas yang tertunda pengucurannya mencapai Rp 1 Triliun.
Akibat dari terjadinya deficit  anggaran ini, tentu bermuara terhadap kelanjutan pembangunan di Provinsi Riau. Ada beberapa proyek besar di Provinsi Riau yang bakal tergendala pembangunannya.  Seperti pembangunan dua jalan layang flyover di kota Pekan Baru, kemudian proyek pembangunan Jembatan Siak IV. Untuk dua proyek ini Pemerintah Provinsi (Pemrov) Riau menargetkan penyelesaiannya pada akhir tahun 2018. Dan berbagai proyek lainnya yang akan menjadi mangkrak.
Melihat kondisi Provinsi Riau saat ini, Riau merupakan Provinsi terkebelakang dalam pembangunan infrastruktur, jika diabanding dengan Provinsi Sumatera Utara dan Palembang Sumatera Selatan. Pada hal Riau memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, terutama minyak.
Saat ini Pemrov Riau, terpaksa kalang kabut, untuk mencari pemasukan bagi income Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya, agar Riau bisa  terbebas dari persoalan deficit APBD nya. Dan melanjutkan pembangunan proyek proyek besar yang telah terperogram, demi kepentingan masyarakatnya.
Memang sungguh membingungkan, bagaimana mungkin Pemprov Riau yang terkenal dengan kekayaan minyaknya, bisa mengalami deficit anggaran. Jika diabanding dengan provinsi lainnya yang minus akan kekayaan alam daerahnya, masih bisa untuk berlapang dada, karena provinsinya tidak sampai mengalami deficit anggaran. Jangan jangan Riau dalam mengelola manajemen pemerintahannya " Besar Pasak Dari Tiang ".
Kemudian apa pula alasan pemerintah pusat untuk menunda penyaluran DBH, yang memang hak Provinsi Riau. Seharusnya demi kelancaran pembangunan di Provinsi Riau, pemerintah pusat tidak perlu untuk menunda penyaluran DBH itu. Atau DBH yang merupakan hak Pemprov Riau itu terpakai oleh pemerintah pusat untuk keperluan yang lain.
Defisit anggaran yang dialami oleh Provinsi Riau ini, bukan saja terhambatnya proyek proyek pembangunan di Provinsi Riau, tapi juga berimbas kepada perputaran uang di Provinsi Riau dan kemudian bermuara terhadap prekonomian masyarakat di Provinsi Riau.
Betapa tidak, dengan tertundanya pekerjaan dari proyek proyek yang menggunakan dana APBD Provinsi Riau, maka sama dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja terhadap para buruh yang bekerja dalam proyek proyek itu. Dengan putus hubungan kerja para buruh, akan menambah panjang jumlah pengangguran di Provinsi Riau. Dan ini akan menjadi beban bagi Pemprov Riau.
Setali Tiga Uang :
Nasib Provinsi Riau ternyata setali tiga uang dengan apa yang pernah dialami oleh Provinsi Papua. Walaupun Papua memiliki kekayaan alamnya yang melimpah ruah namun nasib masyarakatnya tetap dirundung malang.
Papua yang terkenal dengan tambang emas terbesar kedua didunia, tidak sebanding dengan kehidupan dan prekonomian masyarakatnya. Suatu hal yang naib, ditanah yang penuh dengan emas, tapi masyarakatnya mengalami gizi buruk (busung Lapar), dan terjadinya wabah penyakit campak.
Jika melihat kondisi masyarakat dinegeri Lukas Enembe ini, yang berada pada lini kemiskinan. Tentu menimbulkan pertanyaan. Apakah Papua tidak menerima DBH dari hasil tambang emas yang dikelola oleh Prefort?, jika tidak! Kemana sebenarnya DBH yang merupakan hak Papua disalurkan oleh Pemerintah pusat.
Walaupun Papua tidak mengalami deficit APBD, tapi nasibnya tidaklah lebih baik dari Provinsi Riau yang mengalami deficit APBD. Kendatipun Provinsi Riau mengalami deficit APBD tapi belum terdengar ada masyarakatnya yang terserang penyakit gizi buruk dan penyakit campak.
Kemiskinan yang dirasakan oleh masyarakat papua, tidaklah sebanding dengan gemerlapnya kehidupan para buruh tambang prefort, yang mengkuras bukit bukit emas yang ada ditanah mereka.
Lokasi tambang emas Prefort konon katanya bagaikan kota baru ditengah tengah kota miskin milik masyarakat Papua. Dilokasi tambang emas Prefort itu disebut sebut memiliki fasilitas dan inprastruktur layaknya kota kota di Benua Eropah. Jika malam suasana kota baru Prefort penuh dengan gemerlapnya lampu lampu yang terang benderang.
Jangan jangan didalam kota baru lokasi Prefort memiliki tempat hiburan berkelas elit, atau mungkin ada juga ruang kasino, atau juga klab klab malam yang menawarkan wanita wanita penjaja cinta. Karena Prefort tertutup untuk umum, dan didalamnya dihuni oleh Tenaga tenaga kerja Asing, khusunya dari Amerika dan Cina.
Tuntaskan DBH Yang Tertunda :
Masyarakat Provinsi Riau beserta Pemprov Riau, kini menggantungkan nasibnya kepada Pemerintah pusat. Pemerintah pusat harus menuntaskan DBH yang tertunda penyalurannya, agar Provinsi Riau tidak mengalami deficit APBD.
Dengan menuntaskan penyaluran DBH kepada Provinsi Riau, maka masyarakat dan Pemrov Riau akan dapat bernafas lega. Proyek proyek yang sempat mangkrak tentu akan dapat untuk diselesaikan sesuai yang dijadwalkan. Disamping roda prekonomian masyarakatnya bisa kembali berputar.
Disamping itu Pemprov Riau juga harus belajar dari kejadian yang ada. Pemprov Riau sudah saatnya untuk menata manajemen yang baik dipemerintahannya. Gubernur Provinsi Riau yang baru harus memiliki manajemen yang baik dalam mengolah jalannya roda pemerintahan di Provinsi yang kaya minyak ini.
Kalau selama ini Pemprov Riau, sempat dimanjakan dengan DBH dari hasil Migas yang dimilikinya, sehingga terlena dan lupa untuk menggali potensi alam lainnya diluar migas sebagai pemasukan PAD nya. Pemprov Riau sudah saatnya untuk mengunakan skil dan kemampuan yang ada dilingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN), untuk menggali pemasukan diluar migas demi peningkatan income PADnya.
Dengan demikian maka, Pemprov Riau tidak hanya menggantungkan pemasukan PAD nya hanya melalui migas. Tapi ada pemasukan lain diluar migas yang dapat ditampung untuk meningkatkan pemasukan PAD. Bukankah Provinsi Riau kaya akan potensi alam diluar migas! Ini yang perlu untuk digali oleh Pemprov Riau. Semoga!.
Tanjungbalai, 19 Oktober 2018Â Â Â Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H