Karena unsur Pasal 156 KUHP tidak masuk dalam unsure tuntutan penistaan agama yang dilakukan oleh Melliana, Â tentu dapat memicu rasa ketidak adilan pula bagi warga yang merasa agamanya dinodai.
Seharusnya para pejabat Negara tidak perlu untuk mengomentari hasil dari vonis pengadilan  yang dijatuhkan kepada Melliana, jika komentar yang disampaikan dapat kembali memicu persoalan Sara di kota Tanjungbalai.
Para pejabat Negara perlu untuk membawa air, agar persoalan penistaan agama yang dapat memicu kerusuhan yang bernuansa Sara dapat memadamkan gejolaknya, bukan malah membawa api yang dapat mengobarkan rasa panas dikalangan masyarakat.
Sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menanggapi vonis yang dijatuhkan kepada Melliana, menunjukkan sikap kenegarawanannya. Jokowi mengatakan pihaknya tidak dapat untuk melakukan interpensi terhadap pradilan.Â
Presiden menyarankan kepada pihak Melliana untuk menggunakan saluran hukum yang ada dengan cara banding jika pihak Melliana merasa belum mendapatkan keadilan dalam vonis yang dijatuhkan oleh hakim kepadanya.
Semua pihak seharunya menghormati putusan pengadilan, bukan memberikan komentar dengan tafsir tafsir liar yang dapat memicu kerusuhan bernuansa sara terulang kembali dikota kerang. Melliana yang merasa diperlakukan tidak adil dalam vonis pengadilan yang dijatuhkan kepadanya memang perlu untuk dibantu.
Akan tetapi bantuan yang diberikan kepada Melliana, bukan dengan cara berkoar koar melalui Sosmed yang dapat memanaskan situasi. Bantulah Melliana memalaui saluran hukum yang ada.Â
Karena persoalan yang dihadapi oleh Melliana ibarat menarik rambut dalam tepung, bagaimana rambut tidak putus dan tepungpun tidak rusak. Semoga!
Tanjungbalai, 25 Agustus 2018.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI