Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

UU Anti Teroris Jangan Menjadi UU Subversif

31 Mei 2018   13:32 Diperbarui: 31 Mei 2018   14:49 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah melalui jalan terjal dan berliku, dalam pembahasan Revisi Undang Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, akhirnya disahkan menjadi UU. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI dikompleks Parlemen Senayan Jakarta Jumat 25 Mei 2018.

Jalannya rapat paripurna yang digelar oleh DPR RI untuk pengesahan revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teroris itu, berjalan dengan mulus tanpa diwarnai dengan intrupsi intrupsi oleh para peserta rapat.

Tidak seperti sebelumnya, dimana didalam pembahasannya, terasa cukup alot, karena antara Pemerintah selaku pengaju UU dengan DPR RI selaku lembaga pengesahan UU, sempat mengalami jalan buntu, tentang prasa dari depenisi Terorisme itu. Pemerintah dalam hal menentukan depenisi dari Teroris itu cukup berhati hati, sehingga terjadi tarik ulur antara pihak pemerintah dengan pihak DPR RI.

Adapun mengenai depenisi dari arti teroris yang dipertentangkan oleh Pemerintah dengan pihak DPR RI berbunyi " terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas public,  atau fasilitas internasional "

Dari depenisi ini, kemudian muncul perdebatan antara Pemerintah dengan DPR RI. Pemerintah menginginkan agar dalam depenisi tersebut ditambahkan prasa dari motif terbentuknya kelompok terorisme itu.

Munculnya kelompok teroris itu, tentu tidak muncul dengan sendirinya, tapi melainkan ada motif yang melatar belakanginya sehingga, seseorang masuk dan terrekrut didalam kelompok terorisme itu. Motif inilah yang kemudian menjadi persoalan yang diperdebatkan oleh pihak pemerintah dengan pihak DPR RI. Walaupun akhirnya disepakati bahwa devpenisi dari teroris itu ditambah dengan frasa, motif idiologi, politik, atau gangguan keamanan.

Sehingga bunyi dari depenisi teroris itu sebagai berikut" terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas , yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan,  atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas public,  atau fasilitas internasional , dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan ".

Selain adanya frasa motif yang masuk didalam depenisi teroris, kemudian ada beberapa ketentuan ancaman pidana yang baru diatur didalam UU Anti Terorisme yang telah direvisi, terkait pencegahan dan penguatan lembaga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Dengan disahkannya Revisi UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme, menjadi UU. Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia (HAM) Yosanna Laoly berharap agar UU Anti Teroris ini bisa digunakan oleh seluruh pemangku kepentingan dan aparat penegak hukum , dalam menanggulangi masalah terorisme. Dan UU ini dapat dipergunakan secara bertanggungjawab,  oleh Polri dengan Densus 88 bersama TNI,  dalam melakukan pencegahan dan penindakan, Kejaksaan dalam penuntutan dan Hakim dalam memutus perkara.

Tidak Menjadi UU Subversif :

UU Anti Teroris memberikan kewenangan bagi aparat penegak hukum melakukan tindakan dalam konstek upaya pencegahan aksi terorisme. Ada beberapa poin krusial didalam pasal pasal UU Anti Teroris itu.

Salah satu diantaranya tentang penyadapan, dalam hal penyadapan pihak penyidik kepolisian, diberi wewenang untuk melakukan penyadapan kepada terduga terorisme tanpa izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Hal itu tertera didalam Pasal 31A UU Anti Teroris mengatur, dalam keadaan mendesak, penyidik dapat melakukan penyadapan terlebih dahulu terhadap orang yang diduga kuat mempersiapkan, merencanakan, dan atau melaksanakan Tindak Pidana Terorisme. Setelah penyadapan dilakukan, dalam waktu paling lama tiga hari, barulah penyidik wajib meminta penetapan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Pasal 31A ini merupakan pasal baru yang disisipkan antara pasal 31 dan pasal 32.Tak hanya itu, dalam UU yang baru, penyidik juga punya waktu lebih lama untuk melakukan penyadapan.

Didalam Pasal 31 ayat (3), izin penyadapan dari ketua pengadilan negeri dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. Sementara di UU yang lama, izin penyadapan paling lama berlaku 1 tahun dan tidak dapat diperpanjang.

Pada  pasal 31 ayat (4) juga ditegaskan, hasil penyadapan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penyidikan tindak pidana terorisme. Sementara di pasal 31 ayat (5), penyadapan juga wajib dilaporkan kepada atasan penyidik dan dilaporkan ke kementerian komunikasi dan informatika.

Selain soal penyadapan, UU Antiterorisme juga mengatur terkait pidana tambahan, bila aksi teror melibatkan anak-anak. Hal itu diatur pada Pasal 16 A Revisi Undang-undang anti terorisme berbunyi : Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana Terorisme dengan melibatkan anak, ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman hukum yang ada.

Dengan adanya tambahan pasal pasal dalam Revisi UU Anti Teroris, tentu kita berharap, agar Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Teroris  yang telah disahkan ini dapat berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Kita tidak menginginkan, pasal pasal penambahan yang memperkuat kinerja para penegak hukum dalam melakukan tindakan pencegahan,  terhadap orang yang terduga terorisme disalah tafsirkan.

Didalam pemerintahan Orde Baru, pemerintah mencurigai setiap elemen bangsa, sehingga setiap anak bangsa yang melakukan keritikan terhadap pemerintah, dikategorikan sebagai makar untuk menjatuhkan pemerintahan, dan dapat dikenakan hukum subversif, yang diatur didalam Penetapan Presiden No : II Tahun 1963 Tentang UU Pemberantasan Kegiatan Subversif

Akibatnya setiap orang merasa takut untuk berkelompok kelompok, sekalipun yang dibicarakan tentang keagamaan, social dan budaya. Setiap orang yang berkelompok kelompok disuatu ruangan,  dicurigai oleh pemerintah Orde Baru, sebagai perbuatan makar. Dan orang orang yang berkelompok dipanggil waktu itu kekantor kantor Koramil didaerah daerah.

Dan tidak terhitung pula jumlah para aktivis yang ditangkapi dan dikirim kepulau Buru. Tanpa proses hukum yang jelas, dan belum lagi dari jumlah para aktivis yang hilang karena diculik, dan sampai saat ini tidak diketemukan. Hanya gara gara para aktivis berseberangan dengan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat.

Pada hal didalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 pada Pasal 28E ayat (3) dengan jelas    mengamanatkan " Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat

Sejarah kelam Orde Baru dalam hal berdemokrasi, kita tidak ingin sejarah kelam itu terulang kembali di era reformasi. Setiap anak bangsa dicurigai, dimata matai, kemudian ditangkapi tanpa ada proses hukum yang berlaku terhadap mereka. Hanya gara gara melakukan keritikan terhadap pemerintah. Lantas dituduh sebagai kelompok terorisme.

Mendukung UU Anti Terorisme :

Sebagai bangsa Indonesia, tentu kita mendukung disahkannya UU Anti Terorisme itu, karena aksi teroris yang terjadi ditanah air, sudah membuat keresahan dan rasa ketidak amanan terhadap bangsa dan Negara. Karena aksi teroris di Indonesia cukup membahayakan.

Mulai dari peristiwa bom Bali satu, dan menyusul bom Bali dua, sampai kepada peristiwa aksi terror bom di Surabaya dan beberapa daerah di Indonesia dengan jumlah korban yang cukup banyak ,  membuat bangsa dan pemerintah Indonesia merasa prihatin.

Walaupun telah banyak para pentolan pentolan dan pengikut kelompok yang menamakan dirinya sebagai kelompok radikalisme, menjadi penghuni penjara, karena ditangkapi, namun aksi terror yang dilancarkan oleh kelompok kelompok paham radikalisme itu tetap saja menunjukkan pergerakannya.

Dari konteks, masih tumbuhnya paham paham radikalisme ditengah tengah masyarakat, membuktikan jika selama ini pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris, belum berhasil sepenuhnya melakukan radikalisasi dalam pencegahan, terhadap masuknya paham paham radikalisme di Indonesia.

Maka jalan satu satunya, untuk menangkal masuknya paham paham radikalisme itu, memang diperlukan suatu UU yang tegas sebagai payung hukum, dalam pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan kelompok kelompok teroris yang ada di Indonesia.

Hanya yang perlu untuk diingatkan kepada pemerintah, khusunya para pihak penegak hukum dan keamanan, yang merupakan garda terdepan dalam melakukan pemberantasan terorisme,  bahwa UU Anti Terorisme bukanlah merupakan Penetapan Presiden No : II Tahun 1963 Tentang UU Pemberantasan Kegiatan Subversif.   Penetapan Presiden No : II Tahun 1963 Tentang UU Pemberantasan Kegiatan Subversif itu sudah dicabut dengan lahirnya UU No : 26 Tahun 1999, tentang pencabutan UU No : II/PnPs/tahun 1963.

Oleh karena itu diharapkan, agar dalam memperlakukan UU Anti terorisme ini dilapangan hendaklah bijak, dan sesuai dengan fakta yang ada dilapangan. Jangan karena impormasi sepihak, lantas semua orang yang dicurigai, ditangkapi dan dituduh sebagai kelompok terorisme, kemudian dipenjarakan tanpa peroses hukum yang jelas. Semoga !.

Tanjungbalai, 31 Mei 2018

                                                                            

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun