Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudah Kecil Disunat Pula

19 Februari 2018   11:58 Diperbarui: 19 Februari 2018   12:23 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) Menegaskan bahwa dana Program Keluarga Harapan (PKH), tidak boleh untuk dipergunakan diluar dari peruntukan dana tersebut. Dana PKH hanya boleh dipergunakan untuk pendidikan anak, kesehatan anak dan lainnya sesuia dengan persyaratannya.

Sambil berkelakar Jokowi mengatakan kepada ibuk ibuk, jika bapak bapak memintak uang PKH untuk dibelikan rokok, ibuk ibuk harus menjawabnya dengan lembut. Bahwa uang PKH tidak bisa dibelikan untuk rokok, tapi untuk keperluan, pendidikan anak dan kesehatan. Hal tersebut disampaikan oleh Presiden pada 8 Pebruari 2018 di Padang Sumatera Barat dalam peluncuran pencairan  dana PKH secara Nasional tahun 2018.

            Rencana pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan bagi masyarakat Indonesia, memang kerap tidak berjalan mulus. Pemerintah mengucurkan dana PKH sebesar Rp 500.000,- kepada masyarakat miskin yang telah terdaptar di kelurahan dan desa per tiga bulan. Masih saja ada oknum oknum yang mengambil kesempatan untuk mengambil keuntungan, dengan cara menyunat dana tersebut.

            Berbagai cara dilakukan oleh Koordinator dan pendamping yang ditugaskan oleh Pemerintah, untuk melakukan pemotongan dana tersebut. Sementara Menteri Sosial dan Peranan Wanita Idrus Marham, telah mengingatkan bahwa dana PKH tidak boleh dipotong satu senpun dengan dalih apapun.

            Walaupun Presiden dan Menteri Sosial, telah mengatakan dengan tegas,  bahwa dana PKH tidak boleh disunat. Akan tapi tetap saja para petugas kordinator kelompok, dan petugas pendamping, yang ditunjuk oleh Pemerintah melakukan penyunatan terhadap dana tersebut.

            Seperti yang menjadi pergunjingan para warga penerima mamfaat dana PKH di kota Tanjungbalai Sumatera Utara, setiap penarikan dana PKH, para coordinator, dan petugas pendamping melakukan pemotongan dana tersebut, dengan modus operandi yang berbeda beda.

            Pemotongan yang dilakukan oleh pihak coordinator kelompok, dan petugas pendamping sebelum dana dicairkan. Para coordinator dan petugas pendamping mengumpulkan, para warga penerima mamfaat dari dana PKH. Kemudian mengambil kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang dimiliki oleh warga penerima dana PKH. Coordinator dan petugas pendamping inilah yang kemudian mencairkan dana PKH milik warga itu ke Bank.

            Setelah dana PKH dicairkan oleh pihak coordinator dan petugas pendamping melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI), barulah uang tersebut dibagikan dengan para warga penerima mamfaat dana PKH. Setelah terlebih dahulu dilakukan pemotongan. Uang jerih payah kordinator dan petugas pendamping sebesar Rp 10.000,-. Kemudian para anggota kelompok penerima mamfaat dana PKH, diwajibkan pula untuk membeli beras 1 Kg dengan harga Rp 13.000/Kg, kemudian minyak gorong 1 Kg dengan harga Rp 13.000/kg.

            Jika dikalkulasikan jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh para warga penerima mamfaat dana PKH,  mencapai Rp 36.000,-/warga penerima mamfaat dana PKH. Yang anehnya beras dan minyak goreng yang dibeli oleh para warga penerima mamfaat dana  PKH tersebut, harus pula melalui petugas coordinator dan pendamping.

            Relevansi :

            Pemotongan dana PKH, dengan dalih uang jerih payah, dan pembelian beras, serta minyak goreng yang dilakukan oleh petugas coordinator dan pendamping, jelas tidak memiliki relevansi. Apa kaitannya dana yang diperuntukkan bagi warga tidak mampu, harus pula diwajibkan untuk membeli beras dan minyak goreng . Sementara warga miskin itu sudah mendapat jatah beras miskin (Raskin) secara geratis.

            Ironis memang,  para penerima dana PKH, yang seharusnya mendapatkan suntikan bantuan, agar mereka lebih dapat mandiri dan terbebas dari kemiskinan. Justru harus menerima beban baru. Beban itu datangnya dari para petugas coordinator dan pendamping, yang membuat ulah tidak terpuji. Seharusnya para coordinator dan pendamping membantu para warga miskin penerima mamfaat dana PKH.  Bukan malah menjadi lintah menghisap darah  dari orang orang miskin.

            Pada hal para coordinator dan petugas pendamping, yang dihunjuk oleh Pemerintah telah mendapat honor dari pemerintah. Seharusnya para coordinator dan petugas pendamping, tidak lagi membebani para warga penerima mamfaat dana PKH itu. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Mereka menjadi benalu bagi warga miskin.

            Lalu bagaimana tanggapan pemerintah,  dalam hal ini dinas Sosial dimasing masing daerah kota dan Kabupaten. Karena penulis berkeyakinan bahwa,  pemotongan dana PKH yang diterima oleh warga miskin,  bukan saja terjadi di kota Tanjungbalai. Tapi juga melainkan terjadi di kota kota dan kabupaten lainnya di Indonesia.

            Khususs untuk kota Tanjungbalai. Pemotongan dana PKH yang dilakukan oleh pihak coordinator dan pendamping, pada setiap pencairan dana PKH itu, yang telah menjadi issue umum. Nampaknya belum menjadi perhatian pihak Dinas Sosialnya.

            Himbauan Menteri :

            Menteri Sosial dan Peranan Wanita Idrus Marham, ketika mendampingi Presiden dalam peluncuran pencairan dana PKH secara nasional di Padang. Telah mengeluarkan himbauannya agar dana PKH tidak dilakukan pemotongan oleh pihak pihak manapun. Bahkan Menteri menghimbau, jika dana PKH dipotong adukan kepada pihak yang berwajib, atau kepihak pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial dimasing masing daerah. Pengaduan warga pasti akan diproses.

            Namun nampaknya, warga penerima mamfaat dari dana PKH di Tanjungbalai yang terkena pemotongan setiap pencairannya, masih enggan untuk melaporkannya kepada pihak berwajib, maupun kepada Dinas Sosial.

            Keengganan untuk melaporkan pemotongan dana PKH ini, memang kita maklumi, Karena adanya tekanan yang dilakukan oleh oknum oknum yang terlibat dalam melakukan pemotongan itu. Salah satu adalah ancamannya dikeluarkan dari kelompok atau penerima mamfaat dana PKH itu.

            Maka oleh karena itu, munculnya issue sentral tentang terjadinya pemotongan terhadap dana PKH, yang dilakukan oleh para petugas coordinator dan pendamping. Pihak berwajib maupun pihak Dinas Sosial seharusnya melakukan jemput bola terhadap kasus ini. Karena pemotongan dana PKH bukan merupakan pidana aduan (delik aduan) tapi melainkan tindak pidana khusus (Korupsi). Dengan demikian mata rantai pemotongan dana PKH itu akan terputus. Semoga !.

      Tanjungbalai, 19 Pebruari 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun