Sedangkan diwilayah timur, untuk Kalimantan Barat , PDIP mencalonkan  Karolin Margaret Natasa -- Suryadman Gidot. Golkar Sutar Maji -- Ria Norsan. Kalimantan Timur, Golkar mencalonkan Andi Syofian Hasdam -- Nur Sirwan Ismail. PDIP mengusung Rusmadi -- Syafaruddin.
Di Provinsi Bali PDIP mencalonkan I Wayan Koster -- Tjok Oka Arta Sukawati, sedangkan Golkar mencalonkan Ida Bagus Ray Darma Wijaya -- I Ketut Sudi Kerta. Â Untuk Nusa Tenggara Barat, Â Golkar mengusung Suhaili Fadil Thohir -- M.Amim. PDIP mencalonkan Ahyar Abduh -- Mori Hanafi.
Golkar dan PDIP , dalam mencalonkan, calon Gubernur di Provinsi Nusa Tenggara Timur, juga tidak sejalan. Golkar mencalonkan Viktor Laiskodat -- Josef A.Nae Soi, sedangkan PDIP mengusung Marianus Sae -- Emelia J Nem Leni.
Perbedaan calon, Â antara PDIP dan Golkar, Â juga terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan. Â Golkar mencalonkan Nurdin Khalik -- Abdul Aziz Qahhar. Sementara PDIP mencalonkan Nurdin Abdullah -- Sudirman Sulaiman.
Hal yang sama, Â dalam perbedaan calon Gubernur juga terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Â PDIP mencalonkan Asrin -- Haqua. Â Golkar medukung Ali Mazi -- Lukman Abunawas. Di Provinsi Maluku Utara, Â PDIP mencalonkan Abdul Gani Kasuba -- M. Al Yasin Ali. Sedangkan Golkar mendukung Ahmad Hidayat Mus -- Rivai Umar.
Di Provinsi Maluku dan Papua, PDIP dan Golkar juga berbeda calon. Untuk Provinsi Maluku Golkar mencalonkan Said Assegaf -- Andrias Renta Nubun. Sedangkan PDIP mencalonkan Irjend Pol Murad Ismail -- Barnabas Orno. Dan di Provinsi Papua Golkar mencalonkan Lukas Enem Be -- Klemen Tinol. PDIP mengusung Jhon Wemfi Watipo - Â Habil Melkias Suwao.
Sinyal Perpisahan :
Dari perbedaan dalam pengusungan calon Gubernur antara PDIP dan Golkar, melahirkan sinyal perpisahan antara Megawati Soekarno Putri dengan Presiden Jokowi, yang merupakan sekutu dekat Jokowi.
Sinyal tersebut muncul dengan sangat kuat, setelah PDIP menghindari untuk berkoalisi dengan kandidat yang didukung Jokowi, dan begitu juga sebaliknya, Jokowi yang ditunggangi oleh Golkar juga menghindari calon yang didukung oleh PDIP.
Langkah politik yang diambil oleh Jokowi ini, sesungguhnya memang sangat mengherankan, jika mengingat, keberhasilan Jokowi menjadi Walikota Solo, kemudian Gubernur DKI Jakarta dan Presiden, yang tidak terlepas dari dukungan PDIP. Walaupun sebelumnya Jokowi bukanlah Kader PDIP.
Setelah menjadi Walikota Solo barulah Jokowi memutuskan untuk menjadi kader partai PDIP, walaupun Megawati mengatakan, Jokowi adalah petugas partai, bukan kader partai. Walaupun sebagai petugas Partai, tidaklah pantas bagi Jokowi untuk berseberangan dengan garis partai.