Akan tetapi jika apa yang dikatakan oleh Sandiaga Uno benar, bahwa dirinya didalam PT DGI hanyalah sebagai komisaris, tentu Sandiaga Uno tidak bertanggungjawab terhadap korupsi yang dilakukan oleh PT DGI.
Untuk mencari kebenaran membuktikan dari dua pengakuan dari Nazaruddin dan Sandiaga Uno, maka diperlukan kejelian pihak  Hakim untuk menilai pengakuan mana yang lebih benar. Apakah pengakuan yang dibuat oleh Nazaruddin, atau pengakuan bantahan yang disampaikan oleh Sandiaga Uno.
Kejelian terhadap dua pengakuan ini tidak saja ditujukan kepada Hakim Tipikor, tapi juga ditujukan kepada Jaksa KPK dan KPK sendiri secara kelembagaan. Dari jalannya persidangan Jaksa KPK dan KPK secara kelembagaan tentu dapat untuk membuktikan pengakuan siapa yang benar. Karena dalam kasus dugaan mega korupsi proyek pembuatan E KTP, juga didapat dari jalannya persidangan Nazaruddin. Walaupun jalannya persidangan itu tidak ada sangkut pautnya dengan kasus dugaan mega korupsi dalam proyek pembuatan E KTP.
Dalam setiap persidangan yang menjerat nazaruddin dalam kasus korupsi pembangunan Wisma Atlit Hambalang, Nazaruddin disela sela jalanya persidangan mengatakan berulang ulang bahwa ada kasus korupsi yang lebih besar dari kasus korupsi pembangunan Wisma Atlit, yakni kasus mega korupsi proyek pembuatan E KTP. Dari sini KPK menyelusuri apa yang dikatakan oleh Nazaruddin. Dan hasilnya memang terbukti.
Jika nantinya pengakuan dari Nazaruddin benar, bahwa Sandiaga Uno terbukti melakukan dugaan Korupsi atas pembangunan Wisma Atlit Palembang, Maka KPK harus menjadikan Sandiaga Uno sebagai tersangka. Akan tetapi jika Sandiaga Uno benar bahwa dirinya tidak terbukti turut melakukan korupsi dalam pembangunan Wisma Atlit Palembang, Pihak pengadilan harus memberi hukuman kepada Nazaruddin yang telah melakukan kesaksian bohong diatas sumpah. Sebagai rakyat kita hanya bisa menunggu ending dari nyanyian Nazaruddin untuk Sandiaga Uno.
Salam Bebas Korupsi Untuk Indonesia.
Tanjungbalai, 8 September 2017