Sebelumnya : kompasiana.com/orang-orang-di-kebun-sawit-25
***
Kabar penemuan mayat mandor besar Kartijo, menyebar keperkebunan dimana mandor besar Kartijo bekerja. Desas desus tentang kematian mandor besar Kartijo, membuat para buruh tertanya tanya. Mandor besar Kartijo yang memiliki ilmu itu bisa juga mati, apa lagi kematiannya karena dibunuh.
      Para kulipun menduga duga siapa pembunuh dari mandor besar Kartijo. Apakah pembunuh mandor Kartijo dikarenakan dendam, kalau dikarenakan dendam, tentu banyak orang yang memiliki dendam terhadap mandor besar Kartijo, terutama para kuli. Tapi apakah mungkin ada kuli yang berani membunuh mandor Kartijo?. Pertanyaan pertanyaan ini tidak pernah terjawab oleh para kuli.
      Atas pengaduan keluarga mandor besar Kartijo kepada Polisi, Polisipun melakukan penyelidikan. Mulai dari orang suruhan mandor besar kartijo, sampai kepada tuan Asisten yang melaksanakan pesta diperiksa oleh Polisi. Polisi juga melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan group ronggeng yang menjadi penghibur acara pesta. Hasil visum dari rumah sakit menyatakan kalau mandor besar kartijo sebelum mati, sempat melakukan kencan, tapi Polisi belum dapat mengetahui siapa teman kencan sang mandor sebelum dibunuh.
      Malam itu ketika group ronggeng yang dipimpin oleh Poniem tampil diacara hiburan disalah satu kampung, Nafisah tidak terlihat ikut merogeng. Teman teman Nafisah sebagai peronggeng saling tanya tentang ketidak hadirnya Nafisah meronggeng malam itu. Pada hal pagelaran ronggeng malam itu adalah kelanjutan dari perjalanan group ronggeng ini . artinya para peronggeng belum diperkenankan untuk pulang kerumah mereka. Tapi kenapa Nafisah tidak terlihat bersama mereka. Inilah yang menjadi tanda tanya bagi Poniem selaku pimpinan ronggeng.
      " Menik, apa kamu melihat Nafisah?", Poniem mengumpulkan anak ronggengnya, dan menanyai mereka satu persatu.
      " Tadi malam sewaktu dalam perjalanan dari perkebunan kekanpung ini Nafisah masih bersama kami ", Jaibun teman Nafisah yang bercerita malam itu menjelaskan kepada Poniem.
      " Ya, Nafisah masih ikut dengan kita ", Nengsi juga membenarkan apa yang dikatakan oleh Jaibun.
      " Kapan kira kira Nafisah tidak kamu lihat ", Poniem memandangi mereka satu persatu.
      " Dinda juga melihat Nafisah sewaktu dalam perjalanan, tapi siang nya Dinda tidak melihat Nafisah lagi ", Dia menjelaskannya kepada Poniem, karena malam itu dia melihat Nafisah lebih banyak diam, walaupun teman temannya sesama penari ronggeng saling bercanda.
      " Apa ada sangkut pautnya Nafisah dengan kematian mandor itu?", Poniem mulai curiga dengan adanya keterlibatan Nafisah dalam pembunuhan mandor besar Kartijo.
      " Apa hubungan Nafisah dengan laki laki itu rupanya?", mata Menik memandang Poniem selaku pimpinan group ronggeng.
      " Mungkin juga Nafisah kenal dengan laki laki itu ", sahut Dinda, yang membuat Jaibun melihat kearahnya
      " Kenapa kau katakan seperti itu ", Ningsih ikut menipali, dia memandang kearah Dinda.
      " Sewaktu meronggeng, aku sempat dengar kalau laki laki itu berkata kasar kepada Nafisah, tapi aku sendiri tidak tahu pasti apakah Nafisah kenal dengan laki laki itu atau tidak". Apa yang dikatakan oleh Dinda membuat Menik, Jaibun dan Nengsih teringat dengan suara dari laki laki teman Nafisah meronggeng.
      " Betul apa yang dikatakan oleh Dinda, karena aku juga mendengar kalau laki laki itu sempat mengeluarkan bicara kasar kepada Nafisah ", Nengsih membenarkan apa yang dikatakan oleh Dinda. Menik dan Jaibun mengatakan hal yang serupa.
      " Apakah kalian melihat Nafisah sewaktu jedah malam itu ", Menik mengatakan hal itu, karena ketika acara jedah malam itu dia tidak melihat Nafisah, lama Nafisah baru muncul kepanggung Ronggeng.
      " Iya, aku juga tidak melihat Nafisah waktu jedah itu", Jaibun juga mengatakan hal yang sama, Poniem mendengarkan apa yang diutarakan oleh anak buahnya ini.
      " Apakah kau juga tidak melihat Nafisah waktu Jeda itu ", Poniem menanyakannya kepada Dinda dan Ningsih,
      " Ya, aku juga tidak melihatnya ", kata Dinda.
      " Sama, aku juga tidak melihatnya ". Ujar Ningsih pula.
      Poniem selaku orang yang bertanggungjawab terhadap group ronggeng tidak saja bertanya dengan para wanita peronggeng, tapi juga dia menayai kepada anggotanya yang lain yang turut bermain digroup ronggengnya. Dari pengakuan  para anggota groupnya ini mereka juga tidak melihat Nafisah dimalam jeda itu.
      Dari pengakuan yang diberikan oleh para anggotanya ini, sak lah dihati Poniem, bahwa Nafisah terlibat dalam pembunuhan mandor perkebunan itu. Hanya saja Poniem tidak mengetahui apakah Nafisah melakukannya sendiri atau ada orang lain yang membantunya. Poniem juga tidak tahu pula, kenapa Nafisah membunuh mandor itu, dan apakah Nafisah mengenal laki laki itu?, kalau seandainya Nafisah memang mengenalnya, apa pula hubungan mereka.
      Tidak pula mungkin Nafisah hanya mengenal laki laki itu diatas panggung pada malam itu, lalu Nafisah membunuhnya. Poniempun merunut setiap kejadian yang ada diatas panggung. Banyak peristiwa yang terjadi diatas panggung ronggeng, yang terkadang menyakitkan hati para wanita penari ronggeng, tapi tidak berakhir dengan pembunuhan. Semua pertanyaan pertanyaan itu kini menjadi misteri bagi Poniem dan anggota group ronggengnya.,(Bersambung ..)
Cerita yang dikemas dalam bentuk novel ini adalah merupakan cerita fiksi belaka. Jika ada nama dan tempat, serta kejadian yang sama, atau mirip terulas dalam novel ini. Itu hanyalah secara kebetulan saja. (Mohon Izin Bapak Adin Umar Lubis, Fhoto anda di Blogspot.com saya jadikan sebagai Beugrond dalam novel ini)
 Asahan, Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H