Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Orang-orang di Kebun Sawit (15)

16 Agustus 2017   17:52 Diperbarui: 17 Agustus 2017   08:50 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sebelumnya :

            Nafisah megap megap, dia siuman dari pingsannya, setelah Gatot menyiramkan air ketubuhnya berkali kali. Luka luka bekas cambokan sang mandor ditubuhnya terasa perih, namun bila disbanding dengan rasa perih dihatinya akibat diperlakukan seperti itu, perih luka ditubuhnya tidaklah seberapa sakitnya. Nafisah menyimpan rasa perih dihatinya itu, biarlah rasa perih dihati ini tumbuh subur menjadi dendam, dimana suatu saat dendam itu akan terbalaskan. Guman Nafisah dalam hatinya.

Kemudian :

            Nasib para gundik tidak selamanya seperti air dalam bejana, tenang tidak bergelombang, tapi ada kalanya nasib seorang gundik seperti air dilautan yang penuh dengan riak riak dan gelombang. Terkadang riak riak kecil itu menjadi gelombang, dan terkadang pula gelombang itu menjadi ombak yang besar, lalu mengombang ambingkan segala yang ada dipermukaannya.  Belum lagi angin topan yang datang melanda. Seperti itulah yang dirasakan oleh Nafisah.

            Dia ingat betul, ketika pertama kali mandor besar Kartijo mengambil dirinya sebagai gundik, semua berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh Nafisah dan keluarganya, walaupun sesungguhnya hati kecilnya menolak menjalani kehidupan sebagai gundik. Tapi apa yang bisa untuk dilakukannya, dia adalah anak seorang kuli diperkebunan yang dibentengi oleh kekuasaan.

            Walaupun dalam acara acara resmi dipekerbunan, Nafisah tidak turut untuk mendampingi sang mandor besar Kartijo, karena statusnya sebagai gundik. Isteri sah mandor besar Kartijolah yang sering mendampingi suaminya jika ada acara acara resmi diperkebunan. Akan tetapi jika mandor besar berpergian keluar kota, Nafisah lah yang dibawa oleh mandor besar Kartijo.

            Walaupun demikian isteri isteri para petinggi dan mandor perkebunan yang suaminya memiliki gundik bisa menerima perlakuan sang suami mereka. Dan tidak semua pula para petinggi dan mandor perkebunan yang memiliki gundik. Serta tidak semua isteri isteri para petinggi dan mandor diperkebunan, yang bisa menerima perlakukan suaminya seperti itu.

            Memang sejarah tidak menuliskan, tentang kemanutan para isteri isteri petinggi dan mandor diperkebunan terhadap suami suami mereka. Tapi seperti itulah kenyataanya. Hidup mereka berkecukupan, dan mempunyai anak dari hasil perkawinan yang sah. Namun mereka tidak dapat untuk menguasai suaminya secara keseluruhan. Kemanutan para wanita wanita yang menjadi isteri para petinggi dan mandor perkebunan umumnya dari kalangan wanita Jawa. Perceraian dikalangan wanita Jawa adalah suatu hal yang tabu. Mungkin karena itu pulalah mereka bisa menerima perlakuan suaminya terhadap mereka.

            Mereka adalah ratu bagi anak anaknya, tapi bukan bagi suaminya, mereka dihormati oleh anak anaknya, mereka dihormati oleh para kuli tapi tidak suaminya. Itulah kehidupan wanita wanita tangguh suku jawa didalam kehidupan perkebunan. Yang dapat menyimpan perasaan, ketika cinta dan kasih sayang suaminya terbagi dua, mereka dapat mengubur dalam dalam perasaan yang menyakitkan hatinya ketika suami mereka menggandeng wanita yang kemudian dijadikan gundik oleh suami mereka. Sampai kapan peristiwa yang mengiris dada, peristiwa homo homo nilupus, yang layaknya seperti hukum rimba, siapa kuat dia yang berkuasa diperkebuna ini berakhir?, mungkin hanya waktulah yang bisa untuk menjawabnya.

            " Gatot ", kembali suara mandor besar Kartijo terdengar.

            " Ya tuan "

            " Seret wanita jalang ini keluar?", perintah mandor besar Kartijo setelah dia melihat Nafisah siuman dari pingsannya.

            " Baik tuan ", dengan kasarnya Gatot yang bertubuh kekar itu menyeret Nafisah keluar dari dalam ruangan kamar itu, dan meletakkannya diruangan tengah.

            " Seret dia kehalaman " , perintah mandor besar Kartijo setelah dia melihat gatot menyeretnya hanya sampai diruangan tengah.

            " Ya, tuan ", kembali tubuh Nafisah yang telanjang diseret oleh Gatot keluar dari dalam rumah besar dan meletakkannya dihalaman rumah yang tanahnya lembab dan ditumbuhi oleh rumput ilalang. Sebagai seorang laki laki yang normal, sebenarnya gatot tergiur juga dengan tubuh mulus Nafisah yang telanjang dihadapannya. Tapi rasa yang sempat menaikkan sahwatnya itu cepat cepat diredamnya.

            Gatot tahu bagaimana kehebatan mandor besar Kartijo yang memiliki segudang ilmu. Kehebatan mandor Kartijo juga sudah pernah dirasakannya, ketika dia beserta kawan kawannya sebagai begundal tertangkap tangan mencuri buah sawit diperkebunan itu. Hanya dia saja yang tidak dibunuh oleh mandor Kartijo, sementara tiga temannya yang lain mati ditangan mandor besar Kartijo. Pada hal mereka memiliki ilmu yang juga tahan bacok, tapi ditangan si mandor ini mereka tidak bisa berkutik.

            " Ayo kita berangkat ", perintah mandor besar Kartijo setelah dia berada didalam mobil. Gatot masih berdiri melihat Nafisah yang tersungkur ditanah lembab dan basah, dia ragu apakah mandor besar Kartijo akan meninggalkannya begitu saja.

            " Tuan ",  Gatot tidak meneruskan kata katanya, tapi matanya memandang seluruh tubuh Nafisah.

            " Apakah kau juga tertarik untuk mencicpinya?", dingin suara mandor besar Kartijo kepada Gatot.

            " Tidak tuan ".

            " lalu apa yang kau pikirkan ". Tanya mandor besar Kartijo, karena dia melihat ada keraguan Gatot dalam menjawab pertanyaannya.

            " Bagaima dengan Nafisah tuan, apakah dia kita tinggalkan saja ditempat ini ". Gatot memberanikan dirinya untuk bertanya.

            " Ya, biarkan saja dia disini, nanti malam binatang binatang buas akan menyantapnya. Apa yang diucapkan oleh mandor besar Kartijo didengar dengan jelas oleh Nafisah. Tapi bagi Nafisah lebih baik dia mati dimakan oleh binatang buas dari pada mati ditangan lelaki laknat ini.

Tampa menunggu perintah untuk kedua kalinya, Gatot masuk kedalam mobil, lalu memajukan mobil meninggalkan Nafisah dan rumah besar, pintu dan daun jendelanya masih terbuka.

            Tidak ada seorangpun yang bisa hidup dengan selamat dari mangsaan para binatang buas yang setiap malam mendatangi rumah besar itu. Begitulah cara para petinggi dan mandor perkebunan menyiksa para kuli yang melakukan kesalahan. Jika dalam penyiksaan kuli itu meregang nyawa, jasadnya langsung ditanam dibelakang rumah besar, tapi jika masih hidup, kuli itu dibiarkan begitu saja dihalaman rumah besar. Dan malamnya para binatang buas itu datang untuk memangsa kuli itu.

            Besok paginya para kuli akan menemukan tulang belulang dan cabikan pakaian yang berserakan sampai kedalam perkebunan. Dan anehnya tidak ada kegemparan yang terdengar diperkebunan walau para kuli telah menemukan tulang belulang dan cabikan pakaian. Semua berjalan seperti apa adanya, karena mulut para kuli untuk bersuara telah diredam oleh kekuasaan.

***

            Suara lonceng dari gardu yang dipukul oleh centeng menyadarkan Nafisah dari lamunannya, dipandanginya kedua anaknya yang tertidur dengan lelapnya. Keristal keristal putih bagaikan salju jatuh membasahi bantalnya. Dipejamkannya matanya erat erat untuk menghilangkan bayangan kehidupan masa lalunya, namun baginya sulit untuk menghilangkan kenangan pahit masa lalu itu. (Bersambung..)

Cerita yang dikemas dalam bentuk novel ini adalah merupakan cerita fiksi belaka. Jika ada nama dan tempat, serta kejadian yang sama, atau mirip terulas dalam novel ini. Itu hanyalah secara kebetulan saja. (Mohon Izin Bapak Adin Umar Lubis, Fhoto anda di Blogspot.com saya jadikan sebagai Beugrond dalam novel ini)

 Asahan, Agustus 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun