Para kuli, terlihat datang berbondong bonding untuk menyaksikan malam hiburan itu. Sudah menjadi kebiasaan diperkebunan jika ada keramaian para kuli yang seharian telah bekerja memeras keringatnya tetap saja meringankan langkah untuk datang ketempat kearamaian itu.
Nafisah tanpa seizing mandor besar datang ketempat keramaian  bersama dengan tiga orang adiknya, dia berada cukup jauh dari panggung dimana acara akan berlangsung. Didepan panggung dia melihat deretan bangku telah diisi oleh para petinggi perkebunan, beserta para isteri mereka dan juga para mandor dengan istri isteri mereka. Dia melihat mandor besar Kartijo berada di urutan depan disampingnya ada istrinya.
Malam hiburan bagi kuli kuli diperkebunan itu digelar sampai tengah malam, para petinggi perkebunan, para mandor terlihat, secara bergiliran naik keatas pentas ronggeng, tanpa terkecuali mandor besar Kartijo. Colekan yang dilakukan oleh para petinggi perkebunan dan mandor kepada penari ronggeng, menjadi hiburan dan tontonan yang menarik bagi para kuli. Namun untuk menari ronggeng tidak seorang kulipun yang diperbolehkan untuk naik kepentas ronggeng.
Para kuli, mencari hiburannya masing masing, ada yang membawa anak nya untuk naik kuda pusing, tapi banyak juga para kuli yang turut bermain judi lotre putar. Para kuli diperkebunan ini menaruhkan nasibnya pata jarum lotre putar, sekali putaran mengena, sepuluh kali putaran tidak mengena. Itulah judi. Dalam catatan sejarah perjuadian belum pernah pemain mengalahkan sang Bandar. (Bersambung..)
Cerita yang dikemas dalam bentuk novel ini adalah merupakan cerita fiksi belaka. Jika ada nama dan tempat, serta kejadian yang sama, atau mirip terulas dalam novel ini. Itu hanyalah secara kebetulan saja. (Mohon Izin Bapak Adin Umar Lubis, Fhoto anda di Blogspot.com saya jadikan sebagai Beugrond dalam novel ini)
 Asahan, Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H