“ Kami tidak mengancam bapak, tapi itulah yang perlu kami sampaikan kepada Bapak?”. Ujar Bahar, lalu ketiganya mereka meninggalkan rumah orang tua Azis.
Seminggu setelah mereka mendatangi orang tua Azis, terdengarlah ribut ribut diperkampungan nelayan di Sinaboi itu. Para nelayan mulai berkelompok kelompok membicarakan tentang adanya pukat trawl yang melakukan penangkapan ikan di Selat Melaka pada perairan Sinaboi.
Para nelayan mulai melakukan aksi mereka untuk menentang pengoperasian pukat trawl itu. Dalam penentangan terhadap beroperasinya pukat trawl itu, orang tua Azis memang terlibat. Selaku orang yang mempunyai pengaruh terhadap para nelayan, Ayah Azis membakar semangat mereka, agar pengoperasian pukat trawl itu dihentikan.
Masya nelayanpun dikerahkannya untuk menghadang pengoperasian pukat trawl itu. Perjuangan yang dilakukan oleh orang tuanya itu, adalah untuk membela kepentingan para nelayan tradisional, dimana kehidupan mereka nyaris dibawah garis kemiskinan. Lagi pula apa yang dilakukan oleh ayahnya sesuai dengan Kepres 39 tahun 1972, dimana pemerintah telah melarang pengoperasian pukat trawal diperairan Indonesia.
Penentangan inipun mendapat perlawanan dari nelayan pukat trawl. Setiap hari pula mereka mengintip para nelayan tradisonal itu ketika melaut. Mereka menabrak perahu perahu nelayan tradisional dengan kapalnya. Akibatnya para nelayan tradisional inipun menjadi takut untuk melaut jika sendirian. Telah banyak dari mereka yang menjadi korban kekerasan oleh para nelayan pukat trawl. Namun anehnya walaupun para nelayan tradisional ini telah melaporkannya kepada pihak keamanan laut, namun realisasinya tidak pernah ada. Para petugas keamanan laut seakan menutup matanya tentang beroperasinya pukat pukat trawl itu.
Akibat kekerasan yang dilakukan oleh para nelayan pukat trawl terhadap nelayan tradisional, dan tidak digubrisnya pengaduan mereka oleh pihak keamanan laut, membuat kesabaran para nelayan tradisonal hilang.
Suatu hari mereka berkumpul dirumah orang tua Azis. Seteah mendapatkan wejangan dari orang tua Azis, ratusan nelayan tradisonal itu bergerak kelaut dengan membawa berbagai macam senjata tanjam, ada juga yang membawa minyak bensin untuk membakar kapal kapal pukat trawl yang mereka temui. Dalam peristiwa itu ada tiga unit kapal pukat trawl yang mereka bakar. Namun mereka menyelamatkan nelayannya dan menyerahkannya kepada pihak yang berwajib.
Tiga bulan dari pristiwa penyerbuan para nelayan tradisonal terhadap kapal kapal pukat trawl itulah, orang tua Azis meninggal akibat perahunya ditabrak oleh kapal pukat trawl. Dua hari mayat ayahnya, besrta anak sampannya dua orang baru ditemukan. Cerita dari mulut kemulut yang sempat didengarkan oleh Azis, bahwa setelah perahu ayahnya ditabrak, dan perahu itu tenggelam, para nelayan pukat trawl yang berada diatas kapal, melempari kearah ayahnya yang berada didalam air. Ada nelayan lain yang mau menolongnya, tapi diacam oleh para nelayan pukat trawl yang menabrak perahu ayahnya itu.
Mungkinkah ketiga orang itu, yang pernah mendatangi dan mengancam orang tuanya yang melakukan pembunuhan terhadap ayahnya? Azis juga tidak dapat untuk menjawabnya. Namun dalam hatinya suatu saat ia akan mencari tahu tentang siapa pembunuh ayahnya itu. Diluar hujan turun semakin derasnya, cahaya halilintar dan suara Guntur, tidak henti hetinya bergelegar. Azis menutup pintu rumah, kemudian dia masuk kedalam kamarnya.
Bersambung…….
Bagan Siapi Api 2016