[caption caption="Sumber fhoto/Hr Medan Bisnis"][/caption]Sebelumnya…..
“Akan kuusahakan, tapi aku tak berjanji “, katanya kepada Meilan sebelum ia masuk kedalam kamar kerja Apek Hai.
Didalam kamar kerjanya, terlihat Apek Hai sedang menghitung bon milik Azis. Setiap nelayan jika melaut, mereka baru pulang lima hari dengan istilah satu pasant. Untuk keperluan selama lima hari melaut, mereka menyediakan berbagai macam keperluan, mulai dari bahan bakar, sampai kepada keperluan untuk makan. Dan kemudian es batangan untuk meng eskan ikan hasil tangkapan mereka . untuk memenuhi keperluan tersebut mereka melakukan peminjaman kepada toukeh yang sudah menjadi pelanggan mereka, ini disebut dengan istillah uang belanja.
Setelah mereka menjual hasil ikan tangkapannya, disitu baru dihitung, berapa besar pinjaman mereka, dan berapa banyak ikan hasil tangkapan yang mereka jual kepada si toukeh. Dan uang pinjaman itu kemudian dipotong dengan hasil yang mereka dapatkan. Sisa dari pemotongan uang belanja selama melaut itulah yang diterima oleh para nelayan.
Namun tak sedikit pula, para nelayan itu tetap memiliki hutang dengan para toukeh. Terkadang sekali melaut selama lima hari itu, mereka tidak membawa hasil yang cukup. Karena melaut bagi para nelayan itu menggantungkan nasib dan peruntungannya kepada cuaca. Jika cuaca alam cerah, barulah para nelayan ini mendapat tangkapan ikan yang banyak. Akan tetapi jika cuaca alam buruk, laut penuh dengan ombak besar dan tiupan anginnya kencang, membuat para nelayan tak dapat melabuhkan alat tangkap ikan nya, maka para nelayan itu tidak mendapatkan hasil.
“ Loe punya hasil agak lumayan juga pasang ini?” kata Apek Hai setelah ia menghitung hasil tangkapan ikan Azis.
“ Hanya segitulah Pek yang bisa kami usahakan”, jawab Azis. Sambil melihat bon hasil tangkapan mereka yang diperlihatkan oleh Apek Hai.
“ Dibanding dengan loe punya kawan kawan, loe punya hasil yang paling banyak” Apek Hai menyebut beberapa nama, yang menjalankan usaha tangkapan ikan miliknya.
“ Nah, loe merokok dulu, biar ua hitung semuannya?”. Azis mengambil sebatang rokok yang dikeluarkan oleh Apek Hai dari laci mejanya dan diletakkannya dihadapan Azis. Lalu memasangnya dan menghisapnya dalam dalam.
Hembusan asap rokok yang keluar dari hidungnya, membuat azis berilusinasi. Bayangan Meilan terlihat olehnya diantara gumpalan asap rokok itu. Azis teringat dengan masa masa indahnya ketika bersama putri Apek Hai disekolah. Tapi bayangan itu hanya terlihat sepintas dihadapan Azis, seiring dengan pupusnya asap rokok diruangan itu, sirna pulalah ilusinasinya terhadap Meilan.
Sementara itu, Apek Hai Nampak teliti menghitung seluruh bon hasil tangkapan ikan Azis. Selesai menghitung lalu Apek Hai menjelaskan kepada Azis. Ia melihat kertas hitungan hitungan yang dibuat oleh Apek Hai. Tak satupun angka yang ada keliru. Setelah merasa cocok dengan hitungan hitungan itu, Azis menerima sisa uang penghasilannya menangkap ikan selama lima hari itu. Sisa yang diterima oleh pemuda itu tentu setelah dipotong dengan uang pinjaman untuk melaut.
Azis keluar dari gudang, diluar kegelapan telah melingkupi alam. Lampu gudang telah dinyalakan seluruhnya. Warung kopi milik Syarifahpun sudah ditutup. Di kejauhan ditengah laut Selat malaka tampak kerlap kerlip lampu para nelayan, bagaikan cahaya bintang yang bertaburan dipermukaan samudra. Walaupun warung kopi milik Syarifah telah tutup, akan tetapi dikursi yang ada diwarung itu tampak Toto dan Budi temannya satu perahu duduk disana menanti kedatangan Azis.
“ Ini bon hasil penjualan ikan kita, dan yang ini bon uang pinjaman yang telah kita ambil “. Azis memperlihatkan bon bon yang diterimanya dari Apek Hai. Setelah ia duduk dihadapan kedua temannya itu.
“ dan yang ini sisa bersih dari hasil yang kita dapat setelah dipotong uang pinjaman yang kita ambil “ Azis melanjutkan penjelasan perhitungan hasil tangkapan ikan mereka kepada kedua temannya. Kedua temannya itu memperhatikan semua hitungan hitungan itu.
Setelah semua hitungan hitungan itu dirasa cocok dengan hasil tangkapan ikan mereka. Atas kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya, Azis memberikan uang penghasilan mereka melaut kepada Budi dan Toto sesuai dengan kesepakatan itu.
“ Apakah untuk keperluan besok sudah kalian persiapkan?” Tanya Azis kepada kedua temannya sebelum ia beranjak pulang.
“ Semua sudah siap, segala sesuatunya, seperti minyak dan keperluan makan, serta es batangan sudah kami ambil dari nyonyah (isteri Apek Hai)”, kata Toto menjelaskan.
“ Jam berapa besok pagi kita berangkat?”, Tanya Budi pula.
“ Besok subuh habis sholat “, jawab Azis.
Setelah memberikan pesan kepada keduanya Azis meninggalkan mereka. Pintu gudang bagian depan sudah ditutup, Apek Hai telah pulang kerumahnya yang berada disamping gudang. Yang ada didalam gudang itu hanyalah penjaga malam. Azis melangkahkan kakinya keluar gudang melalui jalan samping yang sengaja dibuat Apek Hai.
Jalan samping untuk menuju ketangkahan memang sengaja dibuatkan oleh Apek Hai agar warga yang mempunyai kepentingan untuk ke tangkahan tidak harus melalui pintu depan gudang. Tangkahan milik Apek Hai selain sebagai tempat mendaratnya hasil ikan tangkapan para nelayan, juga sering digunakan oleh penduduk setempat untu tempat naik turunnya warga yang akan pergi keseberang.
***
Malam itu udara agak terasa panas, angin mati tak berhembus dari Selat Malaka. Kipas angin yang berada diruangan kamar tidur Meilan tak cukup banyak membantu untuk mendinginkan ruangan. Meilen membuka jendela kamarnya yang berada dilantai dua, dengan harapan angin masuk kedalam ruangan kamarnya.
Lewat jendela kamar yang mengarah ke laut Selat malaka, Meilan dapat melihat geliat ombak ditengah samudra. Karena rumah itu berada disisi gudang dan terletak dipinggir pantai Sinaboi. Angin yang bertiup dari Selat Malaka walaupun tidak begitu kencang, tapi terasa menyentuh wajahnya. Sinar bulan yang memancarkan cahaya menerangi permukaan laut, membuat butiran butiran ombak Selat malaka bagaikan butiran mutiara yang terhampar diatas permadani biru. Semua itu membuat pemandangan yang cukup indah dilihat Meilan dari jendela ruang kamar tidurnya.
Pertemuannya dengan Azis tadi sore membuat angannya melambung tinggi keangkasa. Gadis itu teringat akan masa masa indahnya bersama Azis ketika mereka sama sama sekolah mulai dari SD dan SMP di Sinaboi, sampai mereka memasuki SMA di kota Bagan Siapi Api. Kenangan manis itu terulas dengan jelas dalam ingatannya, dan terbayang bagaimana Azis yang mempunyai perhatian terhadap dirinya. Semua pristiwa itu terlintas dikornea matanya.
Azis selalu melindungi dirinya dari anak anak seusia mereka yang berbuat jahat kepada dirinya. Jika ada yang mengganggu Meilan Azis akan mengingatkan anak anak yang mengganggunya. Walaupun sebenarnya Azis bukanlah tive anak yang suka berkelahi. Akan tetapi untuk Meilan Azis siap beradu otot dengan siapa saja yang yang mengganggu Meilan.
Ketika mereka sama sama masuk SMP, mulai tumbuh rasa suka dan sayang dihati Meilan terhadap Azis. Apakah rasa suka dan sayang yang dirasakan oleh Meilan sebagai rasa cintanya kepada Azis? Apakah ini yang dinamakan cinta monyet?, Gadis itu sendiripun tak tahu.
Teman teman mereka di SMP pun mulai mengolok olokkan hubungan Azis dengan Meilan. Mereka menjodoh jodohkan Azis dengan Meilan. Namun bagi Azis tidak memperdulikan hal itu. Bagi Azis hubungannya dengan Meilan adalah hubungan seorang teman, tak lebih dari itu. Namun dia sendiripun tak mengerti kenapa terhadap Meilan dia mempunyai perhatian yang lebih?
Pada hal di SMP itu banyak anak anak wanita yang seusia dia, ada Maysaroh, ada Maimunah Fatimah dan lain sebagainya. Tapi terhadap mereka ini perhatian Azis tidak sebesar perhatiannya terhadap putrid Apek Hai ini.
Meilan terbayang ketika mereka duduk di kelas tiga SMP. Azis yang berbadan kekar, dengan kulitnya yang sawo matang, membuat azis berbeda dengan teman temannya yang ada di SMP itu. Walaupun teman teman azis juga berbadan kekar, tapi warna kulit mereka tidak secerah warna kulit Azis. Warna kulit mereka kebanyakan berwarna hitam. Kulit hitam adalah cirri cri khas bagi anak anak yang tinggal ditepi pantai. Ini mungkin disebabkan cahaya mata hari yang terik membakar tubuh mereka. Udara pantai jauh berbeda dengan udara yang ada diperkotaan.
Penampilan Azispun di sekolah berbeda dengan penampilan teman temannya. Azis ketika berada disekolah dia terlihat rapi, rambutnya yang hitap mengkilap tersisir rapi karena setiap ke sekolah ia memakai minyak rambut. Walaupun pakaian sekolah yang dipakainya tidak baru, tapi terlihat cukup bersih dan wangi karena dia razin memakai minyak wangi . Berbeda dengan penampilan teman temannya yang ugal ugalan.
Bersambung…….
Bagan Siapi Api 2016
Tulisan ini diikut sertakan dalam Tantangan 100 Hari Menulis Novel – Fiksianacommunity di Kompasiana
“ Cerita yang di kemas dalam bentuk Nopel ini adalah merupakan cerita fiksi belaka, jika ada nama dan tempat serta kejadian yang sama atau mirip terulas dalam nopel ini hanyalah secara kebetulan belaka. Tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian yang sebenarnya “ (Penulis)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H