Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bom Sarinah dan Generasi Muda

17 Januari 2016   23:34 Diperbarui: 18 Januari 2016   00:01 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi/fhoto Merdeka.com/Kapan Lagi.com"][/caption]Peristiwa Sarinah yang terjadi Kamis 14 Januari 2016. Dimana sekelompok orang yang diduga teroris, dan diduga pula dari kelompok radikalisme Islamic State of Iran and Syiria ( ISIS ) pimpinan Muhammad Bahrum Na’im bermarkas di kota Raqqa Syiria, melakukan serangkaian terror bom di Sarinah komplek pusat perbelanjaan tertua di Indonesia terletak dijalan HM.Thamrin Jakarta pusat berdekatan dengan Istana Negara.

Menurut Keterangan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya Inspektur Jendral (Irjend) Polisi Tito Karnavian dalam keterangan Persnya di Istana Negara mengatakan peristiwa peledakan bom di Sarinah itu, sedikitnya tujuh orang tewas meninggal dunia termasuk kelompok yang diduga teroris dan mencedrai lebih kurang 23 orang, dan dirawat diberbagai rumah sakit di Jakarta.

Apa yang terjadi di Sarinah ternyata tidak merupakan gertak sambal, dari kelompok yang menyatakan dirinya ISIS, karena di penghujung tahun 2015, kelompok ini sudah pernah mengeluarkan ancaman akan menyerang ibu kota Jakarta dan akan membunuh Kapolri, serta Kapolda Metro Jaya.

Ancaman yang disampaikan oleh kelompok ISIS ini, dipradiksi oleh banyak orang akan terjadi pada hari perayaan Natal dan Tahun Baru. Karena selama ini terror yang terjadi di tanah air dilakukan oleh sekelompok orang dari kelompok radikalisme sasarannya adalah rumah ibadah non muslim, Warga Negara Asing (WNA) dan aparat Kepolisian, yang bersentuhan langsung dengan kelompok mereka.

Ternyata perayaan Natal dan Tahun Baru, berjalan dengan tertib aman dan lancar, tidak terjadi gejolak seperti yang dipradiksi oleh banyak orang. Terkecuali di kota Bandung, adanya bom malotov, yang meledak di depan Alun Alun kota Bandung persis didepan rumah Walikota Bandung Ridwan Kamil pada malam Tahun Baru. Namun ledakan yang berasal dari bom malotov itu tidak menimbulkan gejolak yang berarti. Malam Tahun Baru di kota Bandung tetap dijalani oleh warga kota Bandung dengan meriahnya.

Serangan bom yang terjadi di sekitaran Sarinah, terbilang berlangsung cukup cepat, dan tidak terduga duga. Dan tindakan yang dilakukan oleh aparat keamanan yang terdiri dari Polri/TNI dalam mengantisipasi dan mengamankan lokasi ledakan, juga dapat dikatakan dengan cepat pula. Sehingga pada sore harinya tanpa ada rasa takut dan khawatir Presiden Jokowidodo (Jokowi) beserta beberapa menterinya dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama (Ahock) datang kelokasi kejadian dan melihat dari dekat obyek sasaran bom yang dilakukan oleh kelompok teroris ISIS itu.

Kedatangan Presiden kelokasi kejadian, sebagai pembuktian bahwa sutuasi di Sarinah pasca serangan bom oleh kelompok teroris itu, situasinya benar benar telah kondusip dan streel dari ancaman teroris. Kemudian pesan lain yang ingin disampaikan oleh pemerintah dengan kehadiran Presiden kelokasi serangan bom, bahwa saat itu Jakarta selaku Ibu Kota Negara tetap dalam keadaan aman dan kondusif.

Pesan :

Walaupun banyak kalangan mengatakan, bahwa aksi terror bom yang dilakukan oleh para terduga teroris di Sarinah adalah aksi yang gagal. Karena tidak seperti yang terjadi di Paris pada Desember 2015 yang lalu, dengan menimbulkan korban yang jumlahnya sampai ratusan orang, dan sedikitpun warga Jakarta tidak merasa takut terhadap aksi para teroris itu? Ini bisa dibuktikan dari banyaknya warga Jakarta yang datang ke Sarinah hanya untuk menonton kejadian itu, sementara dilokasi masih terjadi aksi saling tembak antara pelaku terror dengan pihak aparat keamanan. Namun secara pesan, ISIS telah berhasil menyampaikan pesannya kepada dunia, bahwa kelompok radikalisme ISIS ini, benar benar telah ada dan menyebar di Indonesia.

Terlepas dari apa yang dikatakan oleh Kapolda Metro Jaya, bahwa saat ini sedang terjadi persaingan kepemimpinan untuk menjadi pemimpin ISIS diwilayah Asia Tenggara, antara Muhammad Bahrum Na’im Sarjana impormatika Universitas Negeri Solo yang pernah dihukum 2,5 Tahun Penjara, karena kedapatan menyimpan sejumlah amunisi di rumah kostnya di Solo yang ingin menjadi Kekhalifahan di Nusantara, bersaing dengan para anggota ISIS lainnya yang ada di Filipina, Malaysia dan Negara ASEAN lainnya. Yang diduga sebagai penggerak dan perancang serangan bom di Sarinah. Ada pembelajaran berharga yang bisa dipetik dari kejadian ini.

Ketika kita menyaksikan tayangan secara live yang disajikan oleh tv tv sewasta dari lokasi kejadian. Serta penayangan video amatir, ketika sedang berlangsungnya kejadian peledakan, dan baku tembak antara pelaku terror dengan pihak aparat keamanan di pos Polisi Lalulintas (Polantas), yang berada diperempatan jalan HM Thamrin yang menjadi salah satu sasaran pemboman yang dilakukan oleh para tersangka teroris. Kita tentu tercengang dan merasa heran. Betapa tidak keheranan kita melihat kejadian itu.

Dari rekaman video amatir itu jelas kita lihat, seorang pelaku terror dengan menggunakan baju hitam, celana jeans warna biru muda, pakai topi dan menggendong ransel didepan dan belakangnya, serta mengacungkan senjata pistol yang diduga rakitan, dengan tenangnya menembaki polisi dan orang orang yang ada disekitarnya. Sementara terlihat banyak Polantas yang berada dilokasi itu, tampak kebingungan/ ketakutan sehingga tidak berani untuk berbuat sesuatu terhadap para pelaku terror, pada hal kesempatan untuk melakukan pelumpuhan terhadap pelaku terror terbuka lebar.

Tentu jika melihat kejadian ini, menimbulkan tanda Tanya? Apakah para Polantas ini tidak memiliki senjata?, sehingga membuat mereka kebingungan untuk melakukan tindakan? Kita tahu bahwa Polantas memang tidak dibekali dengan pelatihan pelatihan untuk menghadapi terror secara khusus, seperti Densus 88 yang memang dipersiapkan untuk menangani terror seberat apapun. Apalagi peristiwa yang terjadi di Sarinah itu berlangsung cukup cepat dan mendadak, sehingga membuat Polantas yang berada di seputaran sarinah menjadi kebingungan.

Belajar dari peristiwa serangan bom di Sarinah ini, Polri sudah selayaknya untuk membekali para Polantas dengan pengetahuan tentang mengantisipasi jika terjadi terror , Polantas juga harus terlatih untuk mengantisipasi jika terjadi terror secara mendadak, sebelum datangnya bantuan.

Dan yang paling penting dilakukan adalah, Polantas juga harus dilengkapi dengan persenjataan, bukan hanya semata, Polantas dilengkapi dengan kepintaran/kepandaian untuk melakukan tilang menilang. Tapi melainkan Polantas juga harus sigap dan pintar dalam menghadapi situasi terror yang terjadi. Terutama bagi Polantas yang bertugas di kota kota besar.

Ada Yang Salah :

Kita tidak mengatakan bawa terjadinya peristiwa terror bom di Sarinah merupakan suatu kecolongan terhadap kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri, atau kita juga tidak mengatakan terjadinya ledakan bom di Sarinah adalah akibat kelengahan pihak BIN dan Polri, karena kedua intitusi Negara inilah yang langsung bersentuhan dengan segala bentuk issue yang tersebar di masyarakat. Tapi yang pasti ISIS telah menyampaikan warningnya kepada Jakarta. Dan Peristiwa Sarinahpun terjadi.

Persoalannya kini bukanlah untuk memperdebatkan apa yang terjadi di Sarinah. Apakah ini suatu kecolongan atau merupakan suatu kelengahan?, tapi yang penting adalah mencari akar persoalannya, tentu karena ada sebabnya maka timbul akibatnya.

Kita melihat begitu gampang dan mudahnya para generasi muda kita terobsesi untuk memasuki kelompok kelompok radikalisme yang menyebarkan paham paham permusuhan. Hal itu bisa kita lihat dari kelompok kelompok radikalisme yang anggotanya adalah anak anak muda yang berusia antara 20 tahun sampai 35 tahun. Dan yang terjadi di Sarinah pelakunya juga masih muda muda. Termasuk Muhammad Bahrum Na’im, yang usianya masih 32 tahun. Berarti ada yang salah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap generasi muda kita selama ini.

Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan dilingkungan keluarga, pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, yang bertanggungjawab terhadap kelangsungan berbangsa dan bernegara terhadap generasi muda perlu untuk dibenahi.

Disinilah perlunya peranan orang tua, para pendidik disemua tingkatan pendidikan, Majlelis Ulama Indonesia (MUI) wadah tempat berhimpunnya tokoh tokoh agama dan ulama yang ada di Indonesia, Badan Nasional Pemberantasan Teroris (BNPT) BIN, Polri dan Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah untuk berperan aktif melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap generasi muda.

Pembinaan dapat dilakukan dengan cara cara tradisional dan modern, dengan menggalakkan kembali pengajian pengajian remaja mesjid, bagi generasi muda Islam. Begitu juga dengan generasi generasi muda non Islam, untuk melakukan kegiatan kegiatan keagamaan di rumah rumah ibadah mereka, seperti di gereja, kelenteng, vihara, pura dan lain sebagainya dengan pengawasan MUI.

Kemudian melakukan seminar seminar, tentang bahayanya terorisme kepada generasi muda didaerah daerah. Peran aktip BNPT dan pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap generasi muda akan melahirkan rasa nasionalisme terhadap bela Negara dijiwa para generasi muda. Sehingga para generasi muda, tidak lagi dengan mudahnya terobsesi dengan ajaran ajaran faham radikalisme.

Pemerintah juga harus mewaspadai, setiap gerakan kelompok atau organisasi yang mengajarkan pelajaran agama yang bertentangan dengan ajaran agama yang ada di Insonesia, sekalipun kelompok atau organisasi yang mengajarkan paham agama, yang bertentangan dengan paham agama yang ada di Indonesia itu sekecil apapun, haruslah diwaspadai, kalau perlu dibasmi agar tidak berkembang luas.Ibarat penyakit lebih baik mencegah dari pada mengobati.

Disinilah perlunya untuk menyatukan presepsi antara pemerintah, MUI, BIN, BNPT dan Polri dalam melakukan pencegahan terhadap munculnya kelompok kelompok radikalisme yang mengatas namakan agama, yang dapat menjadi ancaman bagi bangsa dan Negara . Semoga !

Tanjungbalai, 17 Januari 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun