Mohon tunggu...
Raden Muhammad Wisnu Permana
Raden Muhammad Wisnu Permana Mohon Tunggu... Lainnya - Akun resmi Raden Muhammad Wisnu Permana

Akun resmi Raden Muhammad Wisnu Permana. Akun ini dikelola oleh beberapa admin. Silakan follow akun Twitternya di @wisnu93 dan akun Instagramnya di @Rwisnu93

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kelakuan Fans Sepak Bola yang Tidak Saya Sukai

30 Mei 2021   08:22 Diperbarui: 30 Mei 2021   08:37 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi fans sepak bola.(Shutterstock)

Rasanya, hampir Semua orang setuju jika sepak bola adalah olahraga yang paling digemari di dunia ini, tidak terkecuali di Indonesia. Dilansir dari CNN Indonesia, dalam penelitian yang dilakukan oleh Nielsen Sport, 77% penduduk Indonesia memiliki ketertarikan pada olahraga ini. Dari menggandrungi klub sepak bola lokal di kota masing-masing hingga tim nasional Indonesia, hingga menggandrungi klub sepakbola asal Eropa, hingga fanatik pada tim nasinal negara lain. Ini jelas, karena prestasi sepakbola Indonesia yang belum dapat dibandingkan dengan negara yang maju sepakbolanya.

Sebagai seorang penggemar sepakbola, tentu saja kita memiliki pemain, klub, manajer, atau tim nasional favorit kita, bukan? Kita menggemari mereka karena kemampuan sepakbola mereka di lapangan, strategi mereka yang brilian dalam bermain, hingga hal-hal di luar aspek sepakbola, seperti ketampanan dan sifat kedermawanan mereka di luar lapangan hijau, yang kita kagumi.

Dan tentu saja, baik pemain, klub, manajer, atau tim nasional favorit kita tentu saja memiliki rival. Mereka juga tidak selamanya menang. Seringkali kita kecewa, marah, menangis, melihat mereka gagal meraih kemenangan, terutama di saat-saat krusial. Ditambah, emosi kita disulut oleh mereka, sesama penggemar sepakbola, penggemar rival dari tim kesayangan kita, yang mengolok-ngolok pemain, manajer, maupun tim kesayangan kita tersebut. Baik secara langsung, maupun via sosial media.

Kita, sebagai penggemar sepakbola, tentu saja tidak asing dengan kalimat-kalimat berikut bukan?

"Mang Ujang (sebuah ejekan untuk Manchester United) seketika cuma jadi penonton doang hahaha."

"Bango (sebuah ejekan untuk Liverpool) ini kayak komet, berjaya Cuma tiap 30 tahun sekali doang hahaha."

Contoh-contoh kalimat tersebut adalah olokan dari kita, penggemar sepakbola kepada penggemar sepakbola tim rival. Penggemar Liverpool akan mengolok-ngolok penggemar Manchester United ketika Manchester United berada di musim terburuknya. Sebaliknya, Manchester United juga mengolok-ngolok penggemar Liverpool karena sejak Ryan Giggs memulai debutnya pertama kali saat masuk squad utama Setan Merah tahun 1991, Liverpool belum pernah juara lagi Liga Inggris sampai tahun 2020.

Belum lagi, yang mengolok-ngolok individu pemain sepakbola. Penggemar Lionel Messi dan penggemar Cristiano Ronaldo selalu berseteru tentang siapa pemain sepakbola terbaik di dunia selama bertahun-tahun.

"Liat tuh, Messi  udah nyetak 700  gol dan 800an pertandingannya. Ronaldo nyetak 650 gol dalam 800 pertandingan. Cupu!", ujar penggemar Lionel Messi.

"Lah, Messi cemen, Cuma berani di zona nyamannya doang, di Barca. Berani gak pindah klub? Ronaldo lebih sportif dan fairplay kalau main, dia juga dermawan, beda sama Messi!", ujar penggemar setia Cristiano Ronaldo.

Padahal, baik Messi dan Ronaldo saling menaruh hormat satu sama lainnya dan tidak pernah meributkan apa yang para penggemarnya lakukan. Dan perdebatan lainnya seperti ini:

"Itu Suarez udah ngasih operan ke Messi, gak masuk, padahal depan gawang! Bodoh sekali dia! Kalau gua di posisi Messi, pasti gol itu!", ujar netizen random di sosial media.

Lah, sekelas Lionel Messi dimaki maki. Maunya apa? Kalau kalian ada di posisi Lionel Messi, yaitu di depan gawang, saya jamin tidak akan gol juga. Lionel Messi, salah satu pemain terbaik dunia, yang sudah latihan sepakbola setiap hari selama bertahun-tahun dimaki-maki oleh orang yang main futsal seminggu sekali aja nggak! Ya Tuhan.

Lalu, yang memaki manajer dan klub sepakbola nasional seperti berikut:

"Mourinho gak ada apa-apanya. Special One apanya? Gak pernah juara lagi. Parkir bus melulu kerjannya."

"Halah, Inter Milan dan A. C. Milan bisa apa sih? Stadion aja sewa, berbagi pula sama rival sekotanya. Sekalian aja main di Liga 1 Indonesia! Hahaha."

Dan ribuan umpatan dan olokan lainnya baik kepada pemain, manajer, klub, hingga tim nasional negara lainnya yang tidak akan ada habisnya. Pantaskah kita melakukan itu semua?

Perlu disadari, kita bukanlah pemain sepakbola profesional. Bukan juga manajer atau pelatih sepakbola yang bersertifikasi FIFA. Yang paham psikologi olahraga dan ilmu keolahragaan. 

Kita juga bukanlah manajemen atau pemilik klub yang berhak memaki-maki manajer dan pemain sepakbola bila bermain tidak becus. Kita juga bukan anggota federasi sepakbola dari tim nasional yang kita olok-olok tersebut, yang jauh lebih berhak mengatur dan mengomentari performa sepakbola tim nasionalnya. Terus kenapa bacot segala tentang sepakbola sih? Norak!

Fans layar kaca doang noraknya minta ampun. Fans tidak pernah ke Old Traffod sama sekali, yang bahkan bukan warga Manchester, memaki-maki Ole Gunnar Solksjaer ketika timnya bermain buruk. 

Fans yang bahkan hanya nonton pertandingan sepakbola tim kesayangannya via streaming ilegal, sok-sok mengkritisi permainan Liverpool yang tidak sedang dalam musim terbaiknya. Fans yang bahkan tidak pernah membeli merchandise original klub kesayangannya, sok-sok menghujat Barcelona yang diambang kebangkrutan. Lebih parah lagi fans klub rival yang mengejek mereka!

Mereka ini, baik fans sepakbola yang selalu memaki tim kesayangannya, maupun fans rival yang memaki tim rivalnya, main sepakbola seminggu sekali juga tidak pernah sama sekali, memenangkan liga futsal kecamatan juga tidak pernah, bahkan olahraga rutin aja tidak pernah, tapi suka sok-sok mengatur mereka pemain profesional. Ini kelakuan fans sepakbola yang tidak saya sukai.

Sebagai mantan atlet cabang olahraga karate saat masih sekolah dan kuliah, saya mengajukan protes keras. Saya sendiri saat menjadi atlet tidak suka dikritik oleh penonton yang bahkan tidak pernah olahraga sama sekali, dan mengatur-ngatur saya tentang apa yang harus saya lakukan saat bertanding, dan memberikan ulasan kenapa saya sampai kalah di partai fina.

Tapi ya pendapat saya ini sempat disanggah oleh senior saya di kampus, yang disebut sebagai kesesatan dalam berpikir atau logical fallacy. Karena, dengan logika yang sama, orang jadi gak bisa mengkritik presiden kalo karena dia belum pernah jadi presiden, dong? Emang harus jadi musisi dulu untuk tau kalau musiknya rolling stones enak? Sekalipun orang obesitas yang sedang makan-makanan junk food di KFC bilang makanan tersebut tidak sehat, omongannya tetap benar. Ini disebut ad hominem. Tolak ukur sesungguhnya ada di argumentasi, bukan pada kelakuan orangnya.

Menjadi atlet itu sulit. Kalau gampang ya semuanya sudah jadi atlet. Tidak hanya bermodalkan rajin olahraga saja. Semuanya ditarget sesuai dengan paramternya masing-masing. Misalnya lari 100 meter dalam waktu kurang dari 9 detik, atau lari 5 kilometer kurang dari 30 menit, atau harus mencetak 9 gol penalti dari 9 tendangan yang dilakukan. Jika tidak mencapai target, itu namanya olahraga, bukan latihan atlet.

Tapi ya tetap saja, orang-orang yang tidak pernah merasakan jadi atlet seperti saya, yang latihan setiap hari sampai dua kali (pagi dan sore), tidak merasakan apa yang saya rasakan. 

Hasil latihan bertahun-tahun, berusaha mengatur pola makan secara disiplin, berusaha bangkit dari rasa malas dan berusaha bangkit dari cedera, lalu dihujat oleh fans random di internet hanya karena melakukan kesalahan atau bermain buruk. 

Padahal fans yang menghujat di internet pun ketika diberi kesempatan yang sama, saya yakin tidak akan bisa mencetak gol sama sekali, bahkan saya jamin dia akan gugup dan gemetaran ketika memasuki stadion dengan puluhan ribu penonton. Tidak bisakah kita menjadi fans sepakbola yang baik dan bersahaja?

Sebagian tayang di geotimes.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun