Mereka ini, baik fans sepakbola yang selalu memaki tim kesayangannya, maupun fans rival yang memaki tim rivalnya, main sepakbola seminggu sekali juga tidak pernah sama sekali, memenangkan liga futsal kecamatan juga tidak pernah, bahkan olahraga rutin aja tidak pernah, tapi suka sok-sok mengatur mereka pemain profesional. Ini kelakuan fans sepakbola yang tidak saya sukai.
Sebagai mantan atlet cabang olahraga karate saat masih sekolah dan kuliah, saya mengajukan protes keras. Saya sendiri saat menjadi atlet tidak suka dikritik oleh penonton yang bahkan tidak pernah olahraga sama sekali, dan mengatur-ngatur saya tentang apa yang harus saya lakukan saat bertanding, dan memberikan ulasan kenapa saya sampai kalah di partai fina.
Tapi ya pendapat saya ini sempat disanggah oleh senior saya di kampus, yang disebut sebagai kesesatan dalam berpikir atau logical fallacy. Karena, dengan logika yang sama, orang jadi gak bisa mengkritik presiden kalo karena dia belum pernah jadi presiden, dong? Emang harus jadi musisi dulu untuk tau kalau musiknya rolling stones enak? Sekalipun orang obesitas yang sedang makan-makanan junk food di KFC bilang makanan tersebut tidak sehat, omongannya tetap benar. Ini disebut ad hominem. Tolak ukur sesungguhnya ada di argumentasi, bukan pada kelakuan orangnya.
Menjadi atlet itu sulit. Kalau gampang ya semuanya sudah jadi atlet. Tidak hanya bermodalkan rajin olahraga saja. Semuanya ditarget sesuai dengan paramternya masing-masing. Misalnya lari 100 meter dalam waktu kurang dari 9 detik, atau lari 5 kilometer kurang dari 30 menit, atau harus mencetak 9 gol penalti dari 9 tendangan yang dilakukan. Jika tidak mencapai target, itu namanya olahraga, bukan latihan atlet.
Tapi ya tetap saja, orang-orang yang tidak pernah merasakan jadi atlet seperti saya, yang latihan setiap hari sampai dua kali (pagi dan sore), tidak merasakan apa yang saya rasakan.Â
Hasil latihan bertahun-tahun, berusaha mengatur pola makan secara disiplin, berusaha bangkit dari rasa malas dan berusaha bangkit dari cedera, lalu dihujat oleh fans random di internet hanya karena melakukan kesalahan atau bermain buruk.Â
Padahal fans yang menghujat di internet pun ketika diberi kesempatan yang sama, saya yakin tidak akan bisa mencetak gol sama sekali, bahkan saya jamin dia akan gugup dan gemetaran ketika memasuki stadion dengan puluhan ribu penonton. Tidak bisakah kita menjadi fans sepakbola yang baik dan bersahaja?
Sebagian tayang di geotimes.co.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H