Mengenai kasus tersebut, Ahok menjelaskan bahwa ia memiliki lahan di wilayah yang belakangan ditetapkan sebagai hutan lindung. Tentu saja dalam hal ini Ahok yang mengalami kerugian. Ketika ada oknum Kementerian Kehutanan menerbitkan sertifikat hutan lindung di lahan tambang miliknya tersebut, maka perusahaan tambangnya harus ditutup. Ahok menyadari, pengusaha tidak bisa melawan penguasa (pejabat pemerintah), karena itulah dia bertekad untuk menjadi pejabat.
"Papa saya mengatakan bahwa jika saya suka lawan pejabat dan suka bantu orang miskin, lebih baik jadi pejabat saja, karena kita tidak akan pernah punya cukup uang untuk bantu orang miskin. Misalnya 1 miliar kita bagikan kepada masyarakat masing-masing 500 ribu, hanya akan cukup dibagi untuk 2.000 orang. Mereka pasti juga akan kembali jadi miskin. Tapi jika saya gunakan 1 miliar itu untuk berpolitik merebut APBD, saya bisa menguasai anggaran APBD (yang juga merupakan uang rakyat) dan dapat membuat kebijakan-kebijakan yang bisa mendatangkan keadilan sosial. Karena pengalaman pahit pribadi, beban sosial di nurani saya, dan keyakinan di atas, saya putuskan untuk berpolitik," kata Ahok.
Pengungkapan kasus tambang di Belitung Timur, yang melibatkan nama Basuki Indra, berulang kali tersebut malah semakin mengokohkan posisi Ahok. Ahok pernah mengalami ketika ia mendapat tekanan dan perlakuan tidak menyenangkan dari elite politik (saat itu Ahok masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta) ternyata dukungan masyarakat terhadapnya malah semakin menguat.
Dimulai dari permasalahan nama Basuki Indra dalam kasus yang menyebabkan kerugian bagi Ahok (sebagai pengusaha), di kemudian hari ternyata memberikan berkah karena kini Ahok telah menjadi pejabat sesuai dengan tekadnya. Tentunya pejabat yang bersih, jujur dan bekerja keras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H