Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024, merupakan pesta demokrasi terbesar yang ada di Indonesia. Pemilihan umum juga dapat dikatakan sebagai salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemilu 2024 diharapkan mampu membuat suatu pemerintahan yang mendapatkan legitimasi yang kuat dan amanah.
Suksesnya pemilu bukan hanya bersandar pada integritas penyelenggara pemilu, akan tetapi dilihat dari konteks kesamaan persepsi dari pemangku kebijakan dengan masyarakat. Sehingga menciptakan demokrasi yang baik dan mempunyai kualitas tinggi. Akan tetapi disetiap jelang pemilu khususnya Pilpres 2024, ancaman-ancaman yang merusak sistem demokrasi selalu menghantui, terutama ancaman politik identitas yang dapat mengancam keberlangsungan pesta demokrasi 2024.Â
Apalagi yang kita lihat sekarang bahwa tingkat penyebaran ancaman bagi demokrasi sangatlah cepat dengan adanya media sosial sebagai jembatan penyebaaran informasi yang mempengaruhi persepsi publik.Â
Jadi konteks pemilu sekarang ini sangat sensitive, karena semua orang memandang bahwa pemilu ini sebagai ajang pertarungan kepentingan, dan segala sesuatu yang terjadi selalu dikaitkan dengan konteks politik. Melalui pandangan ini timbul pertanyaan, bagaimana konteks politik identitas memicu fanatisme yang berlebihan di lingkungan masyarakat?.
Politik identitas dan fanatisme masyarakat
Permasalahan politik identitas bukan hanya terjadi jelang pilpres 2024 saja, akan tetapi masalah ini akan selalu muncul ketika pesta demokrasi berjalan di Indonesia.Â
Politik identitas adalah bagaimana para pelaku politik atau para politisi menggunakan identitas-identitas tertentu untuk mengubah persepsi publik terhadap pasangan yang dipromosikan, biasanya politik identitas mengambil konteks suku, agama, kesamaan serta organisasi yang dianut.Â
Sehingga dalam konteks ini akan terjadi polarisasi politik atau terpecah belahnya keadaan sosial masyarakat karena didoktrin sebagai anggota terdekat dari para calon demokrasi.
Politik identitas terjadi akibat masalah masyarakat terkena doktrin pemilu yang cukup sensitif, masyarakat terlalu takut karena ancaman ketika salah memilih partai politik maka akan terjadi ini dan itu, sehingga masyarakat akan berusaha masuk kedalam kubu tertentu, dan pada akhirnya fanatisme yang berlebihan timbul dalam diri masyarakat, dalam konteks inilah polarisasi politik terjadi.
Para Capres dan Cawapres yang berlomba-lomba untuk memenangkan suara rakyat akan lebih efektif mengambil politik identitas dibandingkan dengan money politik, karena selain mengurangi dana karena biaya politik yang mahal, politik identitas sangat efektif untuk mendoktrin masyarakat untuk mendukung secara penuh sesuai yang diinginkan oleh para calon.Â
Oleh karena konteks inilah masalah fanatisme yang berlebihan menimbulkan perpecahan di lingkungan masyarakat. Penyebaran informasi yang tidak baik terjadi, saling menjatuhkan satu sama lain dan demokrasi di Indonesia terancam tidak bisa digunakan lagi.