Bahasa dalam puisi tak jarang sengaja "dirusak" ditelanjangi maknanya kemudian disusun kembali, metode ini disebut dekonstruksi. Hal ini dapat terjadi karena dalam sastra mengenal hak yang disebut lisencia poetica atau dengan kata lain penulis bebas menembus batas-batas kaidah kebahasaan untuk memunculkan perspektif berbeda pada karyanya. Hal semacam ini tidak hanya terjadi pada karya sastra.Â
Dalam esai akademis pun pelanggaran semacam ini juga dapat ditemui, sebut saja esai karya bel hooks yang banyak mengangkat isu feminis dan humaniora. Dia enggan untuk menggunakan huruf kapital pada namanya, karena menganggap huruf kapital sebagai simbol maskulinitas yang khas dengan patriarki sehingga tak sejalan dengan visinya. Nah, mungkin itu sedikit perkenalan kita dengan kesalahan dan kekeliruan berbahasa. Apabila pembaca punya pendapat lain yang berbeda dapat kalian komentari ya! Sampai jumpa...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H