Perlu diketahui, bahwa belajar sastra nggak cukup satu atau dua tahun, bahkan puluhan tahun jika kamu tidak membarenginya dengan praktik. Percuma mau baca buku setebal apapun, literatur berapa ratus judul, tapi kalau kamu tidak membiasakan sastra ada di dalam kehidupanmu, nihil doang, bos.
OPINI MAS WIROTO
Memang sudah menjadi keharusan bagi kalian yang belajar sastra atau sudah menjadi pegiat sastra. Ajarkanlah kepada mereka selagi ada waktu sebelum generasi emas. Bicara soal sastra tidak harus muluk-muluk terlalu serius, bawa santai bawa enak dan kemasan kalian perbagus supaya mereka tertarik untuk datang kepada kalian.
Dan yang terpenting adalah pembenahan mindset terhadap sastra itu sendiri. Sastra sering dibilang barang kolot, nggak mendatangkan uang apalagi sampai ada caci maki yang merendahkan sastra. Please, never back down and we can educate them by happiness and humor. Percayakan pada diri sendiri, jika kalian tidak diterima oleh mereka, coba tunjukkan kemasan yang lebih menarik atau kalian perlu melancong ke beberapa organisasi, komunitas, kursus atau workshop (bukan work lalu shopping yaa).
Intinya adalah kita harus tahu apa yang disukai oleh generasi Z, apa saja yang perlu digunakan untuk bahan pengemas keilmuan sastra kalian agar bisa diterima, kolaborasi dengan apa yang mereka suka, tanpa menghilangkan ciri khas dan tujuan kalian memberikan asupan sastra kepada mereka.
Pengamalannya memang terbilang sulit, terlebih sekarang media sosial sedang diguncang isu-isu yang menyenangkan dan asyik untuk dishare ketimbang melirik satu dua event menulis yang berhadiah jutaan rupiah. Tapi, untungnya kita punya media sosial sebagai alat untuk menggaet mereka.Â
Generasi X dan Y bisa saja kreatif dan aktif, tetapi generasi Z selalu mengoptimalkan daya pikir mereka kepada technology branding. Jika hal ini digabungkan antara kreatifitas, inovasi dan technology branding, maka penyampaian sastra kepada masyarakat makin mudah dan tidak dipandang sebelah mata kembali.
SATU LANGKAH MUNDUR, MELOMPAT LEBIH TINGGI
Problematika sastra yang telah saya rangkum dan saya sampaikan opininya di atas, masih ada yang selalu terngiang di pikiran saya; bagaimana caranya menyelami bebatuan yang sangat baru atau keras sekali?
Artinya, langka yang mengenal sastra anak zaman sekarang, dan dari zaman dahulu sastra hanya dikenal dengan cerita-cerita dongeng, puisi, cerpen dan pantun, padahal sastra itu sebenarnya seni hidup. Kalau karya fiksi dan non-fiksi itu adalah produknya.
Dalam kutipan blogger Kompasiana, Ardhian Wikatamaputra yang berjudul Sastra dalam Pendidikan dan Masyarakat dijelaskan;
"Sastra dapat memperhalus jiwa dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk berpikir dan berbuat demi pengembangan dirinya dan masyarakat serta mendorong munculnya kepedulian, keterbukaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sastra mendorong orang untuk menerapkan moral yang baik dan luhur dalam kehidupan dan menyadarkan manusia akan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan memiliki kepribadian yang luhur."
Jadi, sastra yang sebenarnya belum kita temukan dan kita sampaikan, kita hanya gedebus berbicara soal teoritik seperti pembelajaran di sekolah dan kuliah tanpa kita tahu output and benefit yang diberikan ketika kita bersastra.