Mohon tunggu...
wiro naibaho
wiro naibaho Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Belajar menulis,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Edukasi dan Regenerasi untuk Petani

22 Mei 2019   16:23 Diperbarui: 22 Mei 2019   16:52 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani (www.shutterstock.com)

Kopi yang dipanen oleh petani-petani di tahun 1990-an adalah kopi yang ditanam, mungkin 20 tahun sebelumnya.  Jika dilihat dari besar dan tinggi kopi yang pada masa itu saya lihat langsung.

Kehadiran kopi sangat membantu masyarakat. Walaupun, kopi jenis ini butuh waktu sekitar 5 tahun supaya menghasilkan buah. Dan masih dalam jumlah yang sangat sedikit.  Yang biasa kita sebut dengan "Kopi Arab".

Pohonnya lumayan besar, diameter batangnya bisa mencapai 20 cm, tingginya  hingga 10 meter (perhitungan perkiraan saja). Jadi kalau mengambil bijinya harus menggunakan tangga atau memanjatnya. Ada juga Kopi Robusta, namun tidak  banyak petani yang menanamnya. Karena proses pengolahannya sampai bisa dijual lumayan ribet dan butuh waktu yang lebih lama.

Walau hasil dari kopi ini sudah membantu namun sebetulnya masih jauh dari kata "lumayan". Hanya saja kopi termasuk  tanaman yang mengasilkan buah setiap saat. Sehingga masyarakat  bisa memanennya seminggu sekali. Untuk dijual ke pasar. Walaupun sebetulnya ada musim untuk kopi berbuah  dalam  jumlah banyak. Pada masa itu sekitar bulan november ke desember.

Lalu, sekitar pertengahan tahun 1990-an. Di kampung saya hadir seperti sejenis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Tidak tahu pasti LSM atau tidak. Namanya Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) .  

Awalnya kelompok studi ini membina masyarakat untuk membentuk wadah "simpan-pinjam"   yang beranggotakan sekelompok masyarakat, yang kita kenal dengan CU (Credit Union). Hingga saat ini kelompok ini masih ada, dengan nama "CU Harapan Maju" desa Lintong ni huta.

Setelah dari "simpan-pinjam", kemudian mereka membina masyarakat membentuk "kelompok tani".  Membina masyarakat bagaimana cara bertani yang baik. Hingga saat ini, masyarakat diberbagai desa di Samosir sudah tidak asing lagi dengan KSPPM. Lembaga ini telah membantu masyarakat diberbagai bidang seperti pertanian, ekonomi hingga bantuan hukum.

Perlunya Edukasi untuk Petani. 

Kira-kira diawal tahun 2000-an, awal hadirnya "Kopi Ateng" yakni kopi yang berukuran lebih kecil, lebih cepat berbuah dan memiliki buah yang lebih banyak. Tentu saja kehadiran kopi yang satu ini menjadi berkat yang tidak mungkin didustakan oleh petani di kampung saya. Hingga mereka menamainya sebagai "Kopi Sigalar Utang"/ kopi pembayar utang.

Sebutan kopi "Sigalar Utang" adalah ungkapan kesenangan masyarakat, kerena kehadiran kopi ini mampu mengangkat perekonomian petani.

Kehadiran kopi Ateng, apakah oleh karena peranan pemerintah atau KSPPM.  Tidak tahu pasti. Yang pasti adalah bahwa KSPPM-lah  setahu saya yang telah membina masyarakat untuk mengembangkan kopi Ateng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun