Mohon tunggu...
Wirayudha Fauzan Maulana
Wirayudha Fauzan Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Indraprasta PGRI

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

23 Tahun Reformasi, Pelemahan KPK Semakin Nyata

20 Mei 2021   04:39 Diperbarui: 20 Mei 2021   04:55 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah anak kandung dari reformasi yang lahir karena banyaknya kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), 23 tahun reformasi kini semakin nyata upaya-upaya dalam melemahkan KPK. Nasib pemberantasan korupsi di Indonesia pun kini bisa dibilang sakaratul maut. Karena KPK kini terang-terangan hendak untuk dikebiri dengan sistematis.

Pelemahan ini makin terasa dengan adanya penolakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap aspirasi rakyat dalam Pengujian Perundang-Undangan secara Formil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang  Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). 

Meskipun demikian, memang beberapa uji materil dikabulkan oleh MK, seperti pencabutan kewenangan Dewan Pengawas yang terlalu besar terkait hal penyadapan yaitu pemberian izin kepada penyidik dihapus. Tetapi seperti yang kita ketahui bersama, subtansi UU KPK terang benderang kini telah melumpuhkan KPK, baik dari sisi integritas maupun profesionalitasnya.

UU KPK ini menghilangkan independensi dari KPK, juga adanya pembentukan dan fungsi berlebih Dewan Pengawas, serta kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang menjadi polemik, hingga pengalihan status pegawai KPK ke Aparatur Sipil Negara (ASN). Sudah barang tentu, hal tersebut masih menjadikan celah yang menguntungkan koruptor.

Mari kita lihat implikasi dari UU KPK yang mempersulit kinerja KPK terkait dengan penerbitan SP3 untuk perkara mega korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia hingga kegagalan KPK dalam memperoleh barang bukti saat menindak kasus tindak pidana korupsi (tipikor), coba kita amati bagaimana bisa hilangnya aktor kunci dalam kasus tipikor ini? yang sampai sekarang tidak ditemui.

Selain itu, reputasi KPK mengalami kemunduran mulai dari pencurian barang bukti dan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK membuat lembaga antirasuah ini yang menjadi satu-satunya harapan rakyat dalam pemberantasan korupsi ini rusak.

Riuh terjadi pasti, ketika 75 anggota KPK dinyatakan gagal dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan diberikan SK yang berisi tentang pembebasan tugas. Hal tersebut pasti memuat sejumlah permasalahan, dengan adanya pembebasan tugas dan tanggung jawab 75 anggota KPK yang sedang menangani kasus-kasus besar korupsi yang dialihkan pada pimpinannya pun menimbulkan celah besar dalam hal pelemahan KPK.

Pembebasan tugas inipun hanya karena tidak lolos TWK, sementara menurut saya seharusnya pembebasan tugas dan tanggung jawab itu jika melakukan pelanggaran kode etik atau pidana. Seperti Ketua KPK Firli Bahuri yang melanggar kode etik mengenai gaya hidup mewah oleh Dewan Pengawas ketika usai menggunakan helikopter milik perusahaan swasta dalam perjalanan pribadinya yang sudah terbukti melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf n dan Pasal 8 Ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Tetapi Dewan Pengawas hanya memberikan Teguran Tertulis 2, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi lagi perbuatannya, harusnya Dewan Pengawas memberikan sanksi berat berupa rekomendasi agar mengundurkan diri sebagai Ketua KPK.

Karena hal tersebut yang membuat reputasi KPK semakin terpuruk, serta kemungkinan ada potensi tindak pidana suap atau gratifikasi dalam penggunaan helikopter tersebut, ya sampai sekarang kita bisa lihat dalam putusan atas Firli Bahuri oleh Dewan Pengawas, tidak adanya yang menyebutkan dengan terang apakah Firli sebagai terlapor itu membayar jasa helikopter dari uangnya sendiri atau sebagai bagian dari gratifikasi yang diterimanya sebagai pejabat negara.

Kembali pada tipikor besar yang mayoritas pengawalannya sedang dikerjakan oleh 75 Pegawai KPK yaitu diantaranya termasuk Novel Baswedan dan penyidik-penyidik berintegritas lainnya. Kasus tipikor besar ini meliputi korupsi bantuan sosial (bansos), korupsi lobster, serta korupsi berbagai Kepala Daerah.

Presiden Jokowi Dodo akhirnya turun tangan dalam meluruskan persoalan alih status dan TWK pada pidatonya, tetapi menurut hemat saya ini juga merupakan bentuk nyata intervensi, karena Presiden selaku pembina tertinggi ASN sehingga dalam kesempatan ini presiden bisa turut campur dalam urusan internal KPK juga. Lantas hal ini membuat kerja-kerja pemberantasan korupsi ke depan sangat terbuka untuk diintervensi.

Ketentuan Peralihan UU KPK didalamnya dijelaskan bahwa KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun di luar desain yang telah ditentukan tersebut sesuai dengan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019. Seharusnya, Firli Bahuri wajib mematuhi aturan hukum dan putusan MK yang mana diketahui telah menegaskan bahwa peralihan status kepegawaian tidak boleh merugikan pegawai itu sendiri.

Hal ini dapat dinilai sebagai penyiasatan hukum dari Ketua KPK yang sejak awal memiliki kepentingan dan agenda pribadi untuk “menyingkirkan” para pegawai yang sedang menangani perkara besar yang melibatkan oknum-oknum yang memiliki kekuasaan. Berbagai kasus terkait pembusukan KPK yang terjadi saat ini semakin membuktikan bahwa implikasi dari Revisi UU KPK dan masuknya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK telah membunuh komisi pemberantasan korupsi yang kita tahu sebagai anak kandung dari reformasi itu sendiri.

Selama 23 tahun reformasi, akhirnya pelemahan KPK semakin nyata.

#SAVEKPK

#NYALAKANTANDABAHAYA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun