"Bodoh" adalah istilah dalam Al-Qur'an di mana satu ayat dengan jelas dinyatakan: . Kebodohan yang tidak perlu tampaknya cukup untuk menyusup ke dunia politik dan politik di kampus.
Dalam hal ini antara Donkey dan Shakuni setidaknya relevan dan korelatif, filosofi kepemimpinan yang sangat signifikan dalam temperamen, Shakuni cenderung antagonis yang pandai mengolah bahasa, memutarbalikkan cerita, menyebarkan kebencian, sedangkan Donkey cenderung hampir selalu didorong dalam setiap tindakan. Keledai selalu mengikuti arus tanpa prinsip visioner.
Tulisan ini direpresentasikan sebagai orang/pemimpin yang memiliki temperamen serupa seperti Shakuni dan Donkey. Filosofi keduanya membuat warna kepemimpinan dengan budaya dan polanya masing-masing, apalagi politik Donkey hampir selalu ingin terjebak di lubang yang sama dan terus berulang.
Politik Mahasiswa CAKOLOGY
Seni cakology juga dimainkan, istilah cakology tidak ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penulis mengambil istilah ini dari kebiasaan pemakaian kata oleh orang Aceh, "cako" atau lebih tepatnya "ek cako" " adalah kotoran gigi yang tidak pernah disikat. yang digambarkan sebagai penghalang untuk objek utama yaitu "gigi".
Secara bahasa istilah cako menjelma dengan arti “penipuan”, namun kurang lebih jika kita tarik benang merah cako adalah sesuatu yang tidak kita inginkan, selalu ditunjukkan ketika kita berbicara, warnanya kehilangan keaslian aslinya. warna gigi.
Keberadaannya pada dasarnya sangat dilarang oleh dokter gigi. Kesamaan makna ini mungkin menjadi alasan untuk mengubah kata cako menjadi "trik". Sedangkan kata logi berasal dari kata “logos” yang berarti “ilmu” sehingga dijadikan sebagai ilmu yang mempelajari tipu daya, walaupun ilmu ini seolah-olah hanya sebutan atau candaan saja, namun prakteknya sangat nyata.
Penerapan cakologi telah diterapkan baik secara sadar maupun tidak sadar dalam tindakan sehari-hari, mulai dari menipu lawan dan teman. Tidak disadari bahwa cakology sudah mendarah daging dalam sendi kehidupan masyarakat dengan praktek-praktek yang merugikan orang lain. Dalam hal ini selalu ada politik mahasiswa yang mengambil keuntungan mutlak dengan cara tipu daya atau strategi cakologi.
Tentu saja ketiga variabel tersebut berimplikasi secara umum, perbedaan perangai antara Shakuni dan Keledai yang menampilkan signifikansi wajah politik, Shakuni direpresentasikan sebagai manusia yang tidak memiliki hati nurani dengan pengetahuan yang sok, dan Keledai direpresentasikan sebagai orang bodoh.
Dalam membuat kebijakan, ada kalanya jiwa seperti Shakuni meracuni orang seperti keledai yang hanya mengikuti wortel yang diikat dengan pengait di lehernya.
Keledai mudah menjadi disetir ke mana saja ditambah dengan membawa beban yang sangat berat untuk dipikulnya, namun apa yang terjadi Keledai tidak akan pernah memberontak, hal tersebut juga bertransformasi dalam jiwa-jiwa kepemimpinan dalam kampus pepolitkan, ada yang dikultuskan, ada juga yang budak perpolitikan, hingga sangat mudah dalam disetir untuk mencapai tujuan orang yang menyetir.