Mohon tunggu...
Wira Krida
Wira Krida Mohon Tunggu... Apoteker - Praktisi Komunikasi dan Farmasi

Saya praktisi farmasi industri yang memiliki minat mendalam dalam berbagai aspek komunikasi. Sebagai seorang profesional di bidang farmasi industri, saya telah mengembangkan keahlian di sektor ini melalui pengalaman dan pembelajaran yang terus-menerus. Tidak hanya fokus pada pengembangan teknis dan operasional di industri farmasi, tetapi juga memahami pentingnya komunikasi dalam mendukung dan memperkuat keberhasilan organisasi. Dalam rangka memperluas pengetahuan di luar farmasi, saya memutuskan untuk menempuh pendidikan di bidang komunikasi. Saya meraih gelar Magister Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina pada tahun 2023. Langkah ini menunjukkan komitmen saya untuk memperdalam pemahaman tentang komunikasi, khususnya dalam konteks komunikasi organisasi dan komunikasi digital, dua bidang yang semakin penting di era globalisasi dan transformasi digital. Saat ini, Saya sedang melanjutkan studi di bidang ilmu komunikasi di Universitas Sahid. Melalui studi ini, saya berharap dapat menggabungkan pengetahuan di sektor farmasi dengan pemahaman yang lebih luas tentang komunikasi, sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam pengembangan industri farmasi, baik dari segi operasional maupun strategi komunikasi. Bidang minat utama saya meliputi farmasi industri, komunikasi organisasi, serta komunikasi digital, yang menjadi fokus utama untuk pengembangan lebih lanjut di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketupat dan Lontong: Simbol Kedamaian dalam Akulturasi Budaya di Yogyakarta

19 September 2024   07:42 Diperbarui: 19 September 2024   15:30 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Meskipun kedua makanan ini memiliki latar belakang dan fungsi yang berbeda, mereka tetap eksis secara berdampingan, tanpa ada persaingan yang meruncing.

Fenomena ini mengilustrasikan bagaimana dua elemen kuliner dapat menciptakan ruang untuk dialog dan saling menghormati antar budaya. Kehadiran wisatawan dari berbagai daerah yang menikmati sate ayam dengan lontong atau ketupat memperkaya pengalaman budaya sekaligus menciptakan ikatan sosial yang melampaui batas-batas etnis dan agama.

Teori komunikasi antarbudaya yang relevan dalam konteks ini adalah teori "Cultural Dimensions" dari Geert Hofstede, yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980. 

Teori ini berasumsi bahwa budaya mempengaruhi bagaimana individu berkomunikasi dan memandang dunia di sekitar mereka. Ketupat dan lontong menjadi contoh nyata bagaimana elemen budaya lokal dapat menjadi media komunikasi yang efektif untuk menciptakan harmoni dalam masyarakat yang multikultural.

Secara teoritis, ketupat dan lontong dapat dianalisis dari dua dimensi penting dalam teori Hofstede: Individualisme vs. Kolektivisme dan Power Distance.

1. Individualisme vs. Kolektivisme

Indonesia, termasuk Yogyakarta, adalah masyarakat yang sangat kolektivis. Dalam konteks ini, ketupat dan lontong tidak hanya dilihat sebagai makanan, tetapi juga sebagai simbol keterikatan sosial. 

Di Yogyakarta, terutama di kawasan Malioboro, kita bisa melihat fenomena ini saat ketupat dan lontong dinikmati oleh wisatawan dan warga lokal secara bersama-sama. Makanan ini menjadi media yang menghubungkan orang dari berbagai latar belakang, menghilangkan batas antara "kita" dan "mereka".

Contoh: Misalnya, dalam acara-acara besar seperti perayaan Hari Raya, ketupat sering disajikan bersama opor ayam dalam suasana kebersamaan dan gotong-royong. Masyarakat saling berbagi makanan ini sebagai bentuk rasa syukur dan solidaritas sosial. 

Di Malioboro, kolektivisme terlihat jelas ketika pedagang sate dengan lontong dan ketupat tidak bersaing secara langsung dengan pedagang gudeg dengan nasinya, tetapi justru berkolaborasi dalam menawarkan pengalaman kuliner yang lebih kaya. Ini menunjukkan bagaimana budaya kolektivis menekankan nilai kebersamaan dan harmoni daripada individualisme yang mementingkan persaingan.

2. Power Distance (Jarak Kekuasaan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun