Oleh. Purwalodra
Riuh-rendahnya gema kesepian yang tiba-tiba mengisi relung hatiku, aku duduk terpekur, merajut kembali serpihan kenangan yang tercerai-berai oleh keputusanmu yang menyakitkan. Entah bagaimana, aku merelakanmu berjalan di jalan yang telah kau pilih, walau jujur, hatiku terseok-seok, tertatih mengumpulkan keberanian untuk tetap berdiri. Aku tak menuntut kata maaf atau air mata darimu, tidak. Karena mencintai bukanlah tentang memaksa kata pulang dari bibirmu yang telah kuyakin menemukan tempat baru untuk bersandar.
Setiap kali ku tatap bayangan dirimu menghilang di balik tirai masa lalu, aku ingin kau tahu, aku mengerti keinginan hatimu. Kau memilih dia, sosok yang menurutmu lebih bisa memberimu cahaya di kala malam. Cinta yang hancur dan hati yang sakit adalah bayaran yang harus kuterima, seperti prahara yang datang tanpa diundang. Dalam nafasku yang berat, aku tak bisa menyalahkanmu. Inilah jalanmu, jalan yang kau pilih untuk mengukir masa depanmu ?!
Bagiku, biarlah ini menjadi kisah nestapa yang kucatat di sudut hatiku, menjadi bagian dari nasib yang harus kuterima meski tak kusuka. Setiap detik yang berlalu, seakan menjadi pertarungan hebat antara logika yang memintaku melupakan dan cinta yang masih erat menggenggam. Tapi tak mengapa, karena pada akhirnya, yang ingin kusampaikan hanya satu, seumur hidupku, aku tetap cinta !!?
Tak perlu ada penyesalan yang dipahat di atas luka ini, sebab aku tak ingin penyesalanmu hanya menjadi cermin dari kerapuhan hatiku. Biarkanlah semua mengalir apa adanya, dengan pilihanmu yang telah kau tentukan. Setidaknya, dengan demikian, aku tahu bahwa cintaku yang hancur tetap punya arti meski tak bersanding denganmu.
Terkadang dalam kesendirian yang menggelayut, aku mencari dan bertanya pada langit malam, mengapa cinta yang kurasa begitu tulus harus berakhir dalam perpisahan yang perih. Namun, jawaban itu tak perlu lagi kutahu, sebab aku menyadari bahwa sebagian dari kehidupan memang menjalani nasib yang tak kita suka.
Kau memilih pergi, dan aku merelakan, walau tak dipungkiri, menyandingkan kata rela dengan ikhlas adalah perjalanan panjang yang masih tertempuh. Namun dalam hatiku yang terdalam, kau harus tahu, meski penggalan kisah kita sudah berlalu, aku tetap cinta !!?
Di ujung senyap malam yang panjang, saat bintang berkerlap-kerlip memberikan sedikit pelipur, kurasakan ada kelegaan yang samar. Aku percaya, cinta yang sejati tak perlu memiliki, cukup dengan doa dan harapan agar kau bahagia, bahkan jika itu harus tanpaku.
Dalam setiap langkahmu yang menjauh, kuharap kau dapat mendengar bisikan doaku yang selalu teruntukmu. Mengingatmu dalam hening malam yang dingin kini menjadi caraku mencinta. Aku menemukan ketenangan dalam relung-relung kesedihan, bahwa mencintaimu sejatinya melepaskan dengan damai.
Meski hubungan ini telah terampas oleh waktu dan keputusan, bukan berarti cintaku berakhir. Cinta yang tertanam dalam hatiku mungkin tak berwujud seperti dulu, tapi ia ada di sana, berkembang merelakan, menjadi kenangan indah yang kusematkan dalam setiap perjalanan hidupku.
Aku pernah berharap dapat membingkai senyum bersamamu dalam lukisan waktu, namun takdir berkata lain. Meski begitu, aku tetap bersyukur pernah mencintaimu dalam keutuhanku. Ego yang terluka perlahan sembuh, terobati oleh keyakinan bahwa diriku akan baik-baik saja.
Melihatmu berbahagia adalah cara lain untuk mendefinisikan cintaku yang tulus. Dalam dadaku yang sesak ini, ada ruang lega yang kuciptakan untuk menerima kenyataan. Karena mencintaimu tidak berarti menggenggammu erat, tetapi memberi kebebasan yang indah.
Aku mungkin tersesat dalam haru biru rasa yang menyesakkan dada, namun lewat luka, aku belajar menerima. Sakit yang kurasakan adalah pembelajaran, bahwa kebahagiaanmu melebihi kepentingan egoku. Dan meski itu berarti melapaskan, aku tetap cinta !!?
Di setiap pagi yang kutemui tanpamu, kubangun kekuatan yang baru. Meski tanpa kehadiranmu di sisiku, aku akan terus berjalan. Kehilanganmu adalah bagian dari proses menemukan kembali diriku. Sebesar apapun luka ini merenggut, cinta ini memulihkanku.
Suatu saat mungkin kita akan bertemu di persimpangan waktu, sepasang mata yang dulu kita tatap penuh rasa, kini mungkin berubah menjadi mata yang saling mendoakan. Tak ada benci, hanya ketulusan membingkai kepergian ini.
Ada cita yang tetap kusimpan, meski tak lagi bersanding denganmu. Itu adalah harapan bahwa kebahagiaan akan selalu menyertaimu, di manapun kau berada, dengan siapapun kau berbagi kisah dan tawa. Izinkan aku mencintaimu dalam keabadian harapan.
Setiap hari adalah perjuangan baru untuk melangkah tanpa bayangmu yang biasanya menggenggam janjiku. Tapi aku tahu, diriku akan baik-baik saja. Cinta yang pernah kuhadirkan kembali memberiku kekuatan untuk bangkit dan menyulam mimpi baru.
Akhirnya, tinggal satu harapan yang tersisa dalam perjalanan cinta ini. Seperti doa yang tak pernah lelah terucap, asal kau tahu, seumur hidupku aku tetap cinta !!?. Meski tanpa air mata dan maafmu, meski ini adalah jalanmu yang berbeda, melangkahlah. Biarkan aku dengan kenangan, seakan itu adalah candu cinta yang abadi ?!
Di sudut malam, Kota Bekasi, 24 Oktober 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H