Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Harmonisasi Pikiran: Resonansi Ilmu dan Pengetahuan di Era Digital!?

26 Agustus 2024   11:24 Diperbarui: 26 Agustus 2024   11:32 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Dok. Pribadi.

Oleh. Wira D. Purwalodra

Pengertian dan pemahaman terkait hubungan antara pikiran, ilmu, dan pengetahuan adalah aspek yang sangat penting di era digital saat ini. Dalam dunia yang semakin terhubung ini, keterkaitan pikiran individu dengan alam semesta menjadi penting, mengingat informasi yang kita terima memengaruhi kualitas pikiran kita. Sebagai refleksi, filsuf seperti Al-Farabi mengajarkan pentingnya pemahaman holistik antara pemikiran individu dengan tatanan semesta. Makna harmonisasi pikiran tidak hanya mencakup aspek kognitif, namun juga aspek spiritual, dan inilah yang memerlukan perhatian khusus di zaman yang penuh gangguan ini.

Era digital menyajikan beragam informasi yang begitu masif hingga kita terkadang kehilangan kendali atas data yang kita cerna. Filosof Yunani, Socrates, pernah mengatakan bahwa "kehidupan yang tidak diperiksa tidak layak untuk dijalani". 

Ini menandakan pentingnya introspeksi untuk menyaring informasi yang berguna dan berkualitas, sehingga kita tidak terjebak dalam hiruk-pikuk yang tidak menghasilkan kemajuan spiritual maupun intelektual. Penting bagi kita untuk memahami bahwa pengetahuan adalah proses aktif yang memerlukan perhatian dan keterlibatan, bukan sekadar penerimaan pasif akan informasi.

Pemahaman dan kesadaran spiritual dalam konsepsi para filosof Muslim seperti Ibn Arabi dapat menuntun ke harmoni pikiran dan pengetahuan. Ibn Arabi menekankan pada "Wahdat al-Wujud" atau kesatuan keberadaan, yang mengajak kita untuk melihat keterhubungan antara segala sesuatu di alam semesta ini. Ini berarti, pikiran kita tidak berdiri sendiri, mereka adalah bagian dari kosmos yang lebih besar dan saling beresonansi satu sama lain. Ketika kita sadar akan hubungan ini, kita dapat mengolah pengetahuan yang kita terima dengan cara yang lebih bermakna.

Meskipun sains dan ilmu pengetahuan memajukan peradaban kita dalam berbagai cara, penting untuk tidak kehilangan pandangan akan esensi spiritual dari pengetahuan itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Jalaluddin Rumi, "Tujuan hidup adalah untuk menemukan hati Anda sendiri dengan memberikan jiwa Anda kepada dunia." Dalam konteks ini, pengetahuan bukan hanya alat untuk menguasai dunia tetapi medium untuk menemukan diri sejati kita dan memperkaya jiwa.

Pada era digital ini, di mana pengetahuan bisa dapat diakses dengan mudah, kita sering kali terlena dengan kecepatan informasi yang datang. Ada nilai dalam memperlambat dan mengalihkan fokus kita pada refleksi mendalam. Nasihat dari Imam Al-Ghazali, yang menyerukan pentingnya ilmu yang bermanfaat, seharusnya menjadi pijakan kita. Beliau mengingatkan kita bahwa pengetahuan tanpa kedalaman spiritual adalah kosong. Ini adalah petunjuk untuk memastikan bahwa semua konsep dan ide yang kita kerjakan berakar dalam kebijaksanaan.

Law of Attraction, yang mengatakan bahwa energi mental kita menarik realitas yang serupa, berbicara tentang daya pikiran kita dalam membentuk pengalaman hidup. Ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya niat (niyyah) dalam setiap tindakan. Jika pikiran kita terfokus pada keharmonisan dan kebaikan, maka kita akan menarik hal-hal positif ke dalam kehidupan kita. Para pemikir dari sejarah seperti Plato, yang percaya pada kekuatan ide, akan melihat ini sebagai manifestasi hubungan antara ide dan kenyataan.

Fisika quantum menunjukkan, bahwa observasi memengaruhi fenomena yang diamati, yang sejalan dengan filosofi spiritual tentang kesadaran dan penciptaan realitas kita sendiri. Ketika kita mengamati dunia dengan niat baik dan pikiran positif, kita adalah bagian dari penciptaan semesta yang penuh keindahan dan keteraturan. Para sufi sering menggambarkan perjalanan spiritual sebagai perjalanan menuju penemuan cahaya dalam diri, yang menghubungkan prinsip-prinsip quantum dengan kesadaran diri.

Di tengah kebisingan digital, mengembangkan kesadaran spiritual menjadi lebih menantang namun sangat bermanfaat. Harus ada upaya sadar untuk mengarahkan kualitas pikiran kita, mengolahnya seperti seorang tukang kebun yang merawat tanaman, memastikan bahwa hanya "benih" terbaik yang tumbuh. Begitu pula, kita perlu memilih informasi dan pengetahuan yang memperkaya dan mendukung tujuan hidup kita.

Mengharmonikan pikiran berarti mensinergikan antara pengetahuan rasional dan kebijaksanaan spiritual. Hal ini mengingatkan pada integrasi antara filsafat rasional dan spiritualitas seperti dalam karya-karya Ibn Sina, yang dikenal di dunia Barat sebagai Avicenna. Memahami bahwa selain kecerdasan kognitif, kecerdasan emosional dan spiritual juga memainkan peran penting dalam pencapaian potensi penuh kita.

Albert Einstein pernah mengatakan bahwa "Imagination is more important than knowledge." Ini adalah dorongan untuk berpikir kreatif dalam menemukan keseimbangan antara tradisi lama dan inovasi baru yang ditawarkan teknologi. Yang terpenting adalah bahwa kita tetap berpegang pada nilai-nilai esensial yang memiliki landasan yang dalam dan tidak tergerus oleh kebaruan.

Pada akhirnya, meskipun teknologi dan pengetahuan teknis sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, kebijaksanaan spiritual yang bertahan lama adalah elemen kunci untuk mencapai kehidupan yang benar-benar memuaskan. Lalu lintas informasi yang deras tidak boleh mengalihkan kita dari tujuan utama kita dalam mencapai harmoni dan kedamaian batin.

Pandangan Thomas Aquinas tentang realitas bisa memberi kita perspektif, di mana dia berpendapat bahwa pengetahuan sejati adalah memahami hubungan antara dunia fisik dan metafisik. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita berusaha bukan hanya untuk mengetahui lebih banyak, tetapi juga untuk memahami lebih dalam. Inilah yang membedakan informasi yang sekadar diingat dan pengetahuan yang bermakna.

Dengan menyeimbangkan pengetahuan teknologi dan kebijaksanaan spiritual, kita sama-sama memberdayakan diri untuk menghadapi tantangan zaman. Setelah semua, Aristoteles pernah merumuskan bahwa "Kebajikan terletak pada titik tengah," yang mengingatkan kita untuk selalu mencari keseimbangan dalam segala usaha kita.

Di era digital ini, di mana segala aspek kehidupan terdigitalisasi, memahami dan menerapkan harmoni pikiran menjadi lebih relevan. Ketika kita mampu menyadari keterkaitan antara pikiran, ilmu, dan pengetahuan, kita bukan hanya belajar untuk hidup yang lebih berarti tetapi juga menginspirasi orang lain untuk mencapai keselarasan yang sama.

Jadi pada pronsipnya, bahwa filosofi tentang harmoni pikiran dan pengetahuan pada akhirnya berputar pada penegasan keberadaan kita sendiri, serta peran kita dalam lingkaran lebih besar dari kehidupan dan alam semesta. Dengan mengintegrasikan berbagai pemikiran dari berbagai tradisi, baik itu dari para filosof Yunani, ilmuwan modern, hingga pemikir Islam, kita diingatkan bahwa pada intinya, tujuan dari segala pengetahuan adalah penemuan diri dan harmoni dengan segala sesuatu.

Kesadaran akan hubungan integral antara pengetahuan dan pengalaman spiritual membimbing kita untuk mengeksplorasi lebih jauh kompleksitas dari pikiran manusia dan peran kita sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar. Lantas, di tengah segala kemajuan teknologi, kita terus diajak untuk menemukan solusi yang tidak hanya menguntungkan dari segi praktis tetapi juga memberikan kedamaian batin dan tujuan yang lebih tinggi.

Pada akhirnya,  di era digital ini  kita tidak hanya mengembangkan kapasitas intelektual kita tetapi juga memperluas kapasitas untuk pengertian, dan kasih sayang. Dengan demikian, resonansi ilmu dan pengetahuan tidak hanya menjadi pencapaian intelektual tetapi juga langkah menuju pencerahan spiritual dan harmoni hidup !? Wallahu A'lamu Bishshawaab.

Bekasi, 26 Agustus 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun