Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menari di Atas Rantai, Fenomena Penjilat dalam Sistem Kepemimpinan yang Toksik!?

22 Agustus 2024   13:58 Diperbarui: 22 Agustus 2024   14:04 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Dok. Purwalodra-AI.

Oleh. Wira D. Purwalodra

Menari di atas rantai dalam konteks sistem kepemimpinan yang toksik adalah realitas yang sering kali jauh dari sorotan terang benderang. Dalam dunia yang diatur oleh hierarki dan kekuasaan, fenomena penjilat seperti sebuah tarian yang tampaknya diperlukan untuk bertahan hidup, namun sesungguhnya mengorbankan integritas individu. 

Kata-kata berharga Voltaire "Tidak ada yang lebih berbahaya daripada orang yang merasa ingin menyenangkan," secara tidak langsung menyentuh inti dari permasalahan ini. 

Dalam sistem yang korosif, ada kecenderungan bahwa untuk mencapai puncak kekuasaan, seseorang harus menanggalkan prinsip dan menjadi bagian dari penari-penari yang bergerak di atas rantai-rantai kepalsuan.

Apa yang membuat orang tergelincir menjadi penjilat bisa dihubungkan dengan konsep vibrasi dan hukum tarik-menarik. Menurut hukum tarik-menarik, kita menarik apa yang kita pancarkan. Maka, dalam konteks ini, orang-orang dengan niatan untuk mendekati kekuasaan dengan jalan pintas akan menarik lingkungan yang sama-sama manipulatif. 

Hal ini selaras dengan pandangan filosofi klasik yang menyatakan bahwa "kualitas introspeksi menentukan kualitas hidup kita." Ketika kita memancarkan energi ketidakjujuran, maka ruang kita akan dipenuhi dengan kebohongan. Sistem kepemimpinan yang toksik terbentuk dari orang-orang yang tidak tulus, menarik dan menciptakan lebih banyak ketidakjujuran.

Penjilat sering kali memainkan peran sebagai penghibur bagi atasan yang haus akan pengakuan. Di tengah budaya organisasi yang tidak sehat, loyalitas dianggap lebih dari kemampuan dan integritas. "Happiness is not an ideal of reason, but of imagination," ungkapan Immanual Kant ini berbanding terbalik dalam konteks kepemimpinan toksik; dimana imajinasi penjilat mestinya dicairkan menjadi kenyataan oleh kegilaan dari sosok pemimpin yang usang. Penting untuk dicatat bahwa tindakan penjilat dilandasi oleh rasa ketakutan dan ketidakcukupan; bukan ketulusan maupun kemampuan.

Dunia modern sering kali menjadi ladang yang subur bagi perilaku penjilat. Dengan tekanan sosial dan profesional yang menuntut kesuksesan instan, ada godaan besar untuk mengalah pada cara-cara yang tidak sehat untuk maju. "Ketenangan pikiran adalah kekayaan terbesar," kata Epicurus, yang mengisyaratkan bahwa perjalanan menuju puncak dengan cara-cara yang korosif hanya berakhir pada kehampaan spiritual dan mental. 

Vibrasi negatif akan selalu memantul kembali, membuat sistem yang seharusnya berkinerja malah merosot ke titik terendah produktivitas.

Di sini, hukum tarik-menarik berperan sangat signifikan. Sistem yang diisi oleh orang-orang tidak tulus akan terus memancarkan vibrasi negatif, menarik lebih banyak energi buruk dan orang-orang yang mempunyai visi serupa. Dengan kata lain, energi negatif akan menarik lebih banyak dari yang serupa, memperkuat sistem toksik ini seiring waktu. Hal ini menjelaskan mengapa sering kali kita melihat organisasi tertentu yang tampaknya tidak mampu lepas dari lingkaran setan yang sama.

Apa yang sering kali terlewat adalah bahwa penjilat dan pemimpin yang toksik sebenarnya terjebak dalam hubungan simbiotik yang merugikan. Menurut pandangan eksistensialisme, orang berusaha memenuhi kekosongan batin mereka dengan sesuatu yang eksternal, seperti validasi dari orang lain. Dalam hubungan ini, penjilat memberikan gizi kepada pemimpin yang haus akan pengakuan, sementara pemimpin memberikan ilusi keamanan kepada penjilat.

Ini bukan sekadar masalah personal, namun sistemik. Sistem kepemimpinan yang korosif memungkinkan orang yang tidak memenuhi syarat untuk berada dalam posisi yang vital, mendorong adanya pertarungan ego daripada produktivitas nyata. Socrates pernah menyatakan, "Kunci kebahagiaan adalah kebebasan... dan kunci kebebasan adalah keberanian." Dalam sistem seperti ini, keberanian untuk tampil berbeda, untuk berpegang teguh pada kebenaran, adalah barang langka.

Namun, harapan tidak hilang sepenuhnya. Dalam diri setiap individu terdapat kekuatan untuk mengubah vibrasi yang dipancarkan, untuk menciptakan dan menarik realitas yang selaras dengan prinsip kebaikan dan kejujuran. Transformasi ini membutuhkan kesadaran diri dan pemahaman akan nilai inti yang sesungguhnya. 

Melalui kebijaksanaan ini, sistem bisa dibersihkan, dan mereka yang berdansa di atas rantai dapat belajar menari bebas pada melodi yang lebih sehat dan otentik.

Mengubah vibrasi berarti menanamkan nilai-nilai positif dari bawah ke atas. Inilah yang diperlukan untuk mulai merombak semua elemen dari sistem yang toksik. Mengambil contoh dari Aristoteles, yang mengatakan bahwa "Kebajikan adalah seni yang memberi kebahagiaan," sebuah organisasi yang dipandu oleh prinsip kejujuran dan kerja keras akan selalu lebih produktif dan harmonis daripada yang terperangkap dalam tarian manipulatif.

Dengan menyesuaikan vibrasi dan menarik orang-orang yang berbagi misi dan nilai serupa, perlahan tapi pasti, rantai detoksifikasi dan penjilatan akan hancur. Organisasi yang sehat dibangun dengan dasar kolaborasi dan rasa saling menghormati, menghasilkan pemimpin dan karyawan yang tidak merasa perlu lagi menari di atas rantai.

Sebuah budaya kerja yang berbasis kepercayaan, profesionalisme, dan integritas akan selalu menarik semangat dan bakat sejati. Masalah yang berakar dalam sistem dapat dipecahkan ketika perubahan dimulai dari akar itu sendiri. 

Ketika sistem menjadi bebas dari energi negatif, orang-orang yang ada di dalamnya tidak lagi harus mengorbankan integritasnya demi kesuksesan semu.

Periode transisi ini mungkin tidak akan mudah, tetapi tidak mustahil. Dengan setiap langkah kecil menuju perubahan positif, vibrasi yang kita pancarkan menjadi lebih kuat dan menular, menarik dukungan dari orang-orang yang paham akan nilai jangka panjang dari sebuah lingkungan kerja yang sehat. 

Albert Camus pernah berujar bahwa "Kebebasan adalah kesempatan untuk menjadi lebih baik." Kesempatan ini adalah hak asasi dari setiap pekerja yang ada dalam sistem.

Hukum tarik-menarik tidak hanya berlaku pada individu tetapi pada seluruh organisasi. Ketika kita menanamkan niat baik secara kolektif, kekuatan dari vibrasi tersebut akan memiliki potensi besar untuk mengubah dinamika yang ada. 

Pemimpin yang sadar akan dampak dari vibrasi dan hukum tarik-menarik ini dapat mengembangkan sistem yang memberi penghargaan pada kejujuran daripada manipulasi.

Dalam kesimpulannya, menari di atas rantai dalam kepemimpinan yang toksik adalah sebuah pilihan yang tidak harus diterima begitu saja. Melalui kesadaran akan konsep vibrasi dan hukum tarik-menarik, setiap individu berkesempatan untuk mengubah nasib sistem yang ada. 

Kita harus ingat pesan bijak dari Marcus Aurelius, "Keberanian bukan hanya kemampuan untuk berdiri di depan hal yang menakutkan, tetapi kemampuan untuk mengarahkannya." Arahkan energi kita ke pergeseran positif dan biarkan sistem yang toksik runtuh dihadapan integritas tak tergoyahkan. Wallahu A'lamu Bishshawaab.

Bekasi, 22 Agustus 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun