Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menari di Atas Rantai, Fenomena Penjilat dalam Sistem Kepemimpinan yang Toksik!?

22 Agustus 2024   13:58 Diperbarui: 22 Agustus 2024   14:04 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Dok. Purwalodra-AI.

Apa yang sering kali terlewat adalah bahwa penjilat dan pemimpin yang toksik sebenarnya terjebak dalam hubungan simbiotik yang merugikan. Menurut pandangan eksistensialisme, orang berusaha memenuhi kekosongan batin mereka dengan sesuatu yang eksternal, seperti validasi dari orang lain. Dalam hubungan ini, penjilat memberikan gizi kepada pemimpin yang haus akan pengakuan, sementara pemimpin memberikan ilusi keamanan kepada penjilat.

Ini bukan sekadar masalah personal, namun sistemik. Sistem kepemimpinan yang korosif memungkinkan orang yang tidak memenuhi syarat untuk berada dalam posisi yang vital, mendorong adanya pertarungan ego daripada produktivitas nyata. Socrates pernah menyatakan, "Kunci kebahagiaan adalah kebebasan... dan kunci kebebasan adalah keberanian." Dalam sistem seperti ini, keberanian untuk tampil berbeda, untuk berpegang teguh pada kebenaran, adalah barang langka.

Namun, harapan tidak hilang sepenuhnya. Dalam diri setiap individu terdapat kekuatan untuk mengubah vibrasi yang dipancarkan, untuk menciptakan dan menarik realitas yang selaras dengan prinsip kebaikan dan kejujuran. Transformasi ini membutuhkan kesadaran diri dan pemahaman akan nilai inti yang sesungguhnya. 

Melalui kebijaksanaan ini, sistem bisa dibersihkan, dan mereka yang berdansa di atas rantai dapat belajar menari bebas pada melodi yang lebih sehat dan otentik.

Mengubah vibrasi berarti menanamkan nilai-nilai positif dari bawah ke atas. Inilah yang diperlukan untuk mulai merombak semua elemen dari sistem yang toksik. Mengambil contoh dari Aristoteles, yang mengatakan bahwa "Kebajikan adalah seni yang memberi kebahagiaan," sebuah organisasi yang dipandu oleh prinsip kejujuran dan kerja keras akan selalu lebih produktif dan harmonis daripada yang terperangkap dalam tarian manipulatif.

Dengan menyesuaikan vibrasi dan menarik orang-orang yang berbagi misi dan nilai serupa, perlahan tapi pasti, rantai detoksifikasi dan penjilatan akan hancur. Organisasi yang sehat dibangun dengan dasar kolaborasi dan rasa saling menghormati, menghasilkan pemimpin dan karyawan yang tidak merasa perlu lagi menari di atas rantai.

Sebuah budaya kerja yang berbasis kepercayaan, profesionalisme, dan integritas akan selalu menarik semangat dan bakat sejati. Masalah yang berakar dalam sistem dapat dipecahkan ketika perubahan dimulai dari akar itu sendiri. 

Ketika sistem menjadi bebas dari energi negatif, orang-orang yang ada di dalamnya tidak lagi harus mengorbankan integritasnya demi kesuksesan semu.

Periode transisi ini mungkin tidak akan mudah, tetapi tidak mustahil. Dengan setiap langkah kecil menuju perubahan positif, vibrasi yang kita pancarkan menjadi lebih kuat dan menular, menarik dukungan dari orang-orang yang paham akan nilai jangka panjang dari sebuah lingkungan kerja yang sehat. 

Albert Camus pernah berujar bahwa "Kebebasan adalah kesempatan untuk menjadi lebih baik." Kesempatan ini adalah hak asasi dari setiap pekerja yang ada dalam sistem.

Hukum tarik-menarik tidak hanya berlaku pada individu tetapi pada seluruh organisasi. Ketika kita menanamkan niat baik secara kolektif, kekuatan dari vibrasi tersebut akan memiliki potensi besar untuk mengubah dinamika yang ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun