Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tau Gitu, Gue Nggak Bakal .... !?

25 Agustus 2015   09:56 Diperbarui: 25 Agustus 2015   09:56 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu paradoks dalam pengalaman hidup kita adalah paradoks kedamaian. Banyak orang berusaha mencari kedamaian dalam hidupnya. Banyak yang melihat agama sebagai jalan menuju kedamaian. Banyak pula yang mencari jalan lain, guna memperoleh kedamaian di dalam hatinya. Namun, keinginan untuk merasa damai justru menciptakan perasaan tidak damai. Segala upaya untuk mencapai kedamaian hanya akan menghasilkan ketegangan. Ketegangan itulah yang menjadi akar dari rasa tidak damai. Inilah inti dari paradoks kedamaian.

Contoh lain, terkait dengan paradoks kehidupan ini, adalah paradoks manajemen. Semakin kita mengontrol orang dengan ketat, semakin semuanya kacau. Namun, semakin kita memberikan ruang kebebasan di dalam manajemen, maka produktivitas dan kebahagiaan perusahaan akan meningkat. Kontrol yang keras akan menghasilkan kebencian dari pihak yang dikontrol. Manajemen itu sejatinya seperti musik jazz. Ia tidak perlu ketukan yang terkontrol rapat. Ia tidak perlu nada yang pasti yang diatur secara ketat. Yang ia perlukan adalah struktur yang dapat dipercaya, dan kebebasan untuk bergerak di dalam struktur itu.

Ternyata, masih banyak yang perlu kita pahami dalam hidup ini, terkait dengan paradoks kehidupan dan pemahaman kita terhadap racun-racun yang ada dalam pikiran kita sendiri. Pengennya sih, kita tak lagi mengatakan ‘Tau gitu, .... ?!’ Namun hidup ini selalu berkata lain, dan selalu memberi kita ujian-ujian agar kita mau dan mampu belajar  menyelesaikan tugas kehidupan ini, dengan penuh rasa ikhlas dan tuntas ?!?. Semoga kita selalu mendapatkan pertolongan dan bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya ???.Ammiiin YRA. Wallahu A’lamu Bishshawwab.

Bekasi, 25 Agustus 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun