Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Liga Inggris; "Si Tuan Hampir" Akhirnya Juara

3 Mei 2016   06:09 Diperbarui: 3 Mei 2016   09:26 1555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelatih Leicester City, Claudio Ranieri. BBC.co.uk

Pagi ini selasa 3 Mei 2016, Sah sudah kejutan terbesar dunia sepakbola abad ini. Leicester City, tim semenjana di Liga bertabur bintang dan uang menjuarai Liga Inggris.

Menariknya, gelar juara untuk tim yang bermarkas di King Powers Stadium ini diserahkan langsung oleh si Biru Chelsea, juara tahun lalu yang menahan seri Tottenham Hotspurs setelah sempat ketinggalan 2 gol di babak pertama. 

Chelsea, tim yang secara ironis memecat Jose Mourinho, manejer terbaik sepanjang sejarah eksistensinya justru karena dikalahkan Leicester pada musim mereka yang ajaib, seajaib kisah dongeng HC Andersen yang sekampung dengan kiper mereka Kasper Schmeichel.

Apresiasi tentu saja lebih dari pantas diberikan kepada para penggawa mereka, mulai dari Vardy, Mahrez, Kante, Okazaki, Drinkwater dan tentu saja Schmeichel.

Tapi apresiasi tertinggi tentu saja harus disematkan pada pelatih mereka, Claudio Ranieri yang akhirnya memperoleh gelar juara di divisi teratas Liga Utama Eropa di tahun ke 29 karir kepelatihannya.

Meski tidak termasuk dalam jejeran pelatih level teratas seperti Mourinho, Guardiola atau Ancelotti. Claudio Ranieri sejatinya bukanlah pelatih anak bawang.

Selepas menangani Campania Puteolana selama semusim dan Cagliari selama tiga musim di empat tahun awal masa kepelatihannya, anak tukang daging dari Roma yang sekarang berusia 64 tahun ini konsisten menangani tim-tim besar yang cukup punya nama dan sejarah mentereng di Eropa maupun di liga masing masing.

Di Liga Italia, Ranieri tercatat pernah menangani Napoli, Fiorentina, Parma, Juventus, Roma sampai tim favorit saya Inter Milan. Artinya di Liga Italia, hanya tinggal AC Milan dan Lazio saja tim besar yang belum merasakan sentuhan kepelatihannya.

Di Liga Spanyol, tim yang dia latih juga tidak main-main, Valencia dan Atletico Madrid, dua tim yang berhasil menjuarai Liga Spanyol yang merusak dominasi Real Madrid dan Barcelona di Liga Spanyol sepanjang beberapa dekade belakangan ini.

Di Liga Inggris, tidak tanggung-tanggung Ranieri langsung menangani Chelsea. Waktu itu Abramovich yang baru mengambil alih Chelsea dan menggelontorkan dana super besar untuk membangun tim mulai merasa bosan dengan pelatih-pelatih karbitan semodel Ruud Gullit dan Gianluca Vialli memilih pelatih beneran dan berpengalaman ini untuk membangun tim multi million dollarnya.

Berpindah ke Perancis, ceritanya juga sama Ranieri langsung dipercaya menangani Monaco yang baru mendapat investor baru yang menyuntikkan dana segar untuk membeli bintang-bintang besar untuk menantang dominasi PSG.

Tapi ironisnya selama 25 tahun menangani tim-tim sementereng itu tak ada satupun gelar mayor yang diraih Ranieri. Pencapaian terbaiknya cuma sebatas juara Copa Del Rey, Piala Intertoto dan Coppa Italia.

Atas dasar inilah Ranieri mendapat julukan Si Tuan Hampir yang bernada ejekan.

Para analis sepakbola menilai pokok masalah dari kegagalan Ranieri dalam mendapatkan gelar mayor adalah kebiasaannya mengutak-atik susunan pemain. Ini sering menjadi masalah ketika tim berada dalam situasi genting perburuan gelar menjelang akhir. 

Akibatnya tim yang dia tangani yang sebelumnya sudah di atas angin malah sering kalah dan akhirnya kalah dalam usaha perburuan gelar. Padahal Ranieri sebenarnya memiliki kemampuan membangun pondasi tim.

Di Valencia, tim yang dia bangun berhasil mencapai semifinal Liga Champions dua kali berturut-turut di bawah Hector Cuper, pelatih penggantinya dan tim ini akhirnya meraih dua gelar juara liga Spanyol di bawah arahan Benitez. Padahal ketika ditangani Ranieri, prestasi terbaik tim ini hanya juara Copa Del Rey.

Di Chelsea tim yang pondasinya dia bangun, meraih prestasi besar di bawah arahan Mourinho. Atas dasar ini pers Inggris yang terkenal sinis menjulukinya  'Tinkerman' yang secara harfiah berarti 'tukang pateri'.

Tapi meski kerap dipecat oleh tim-tim besar. Ranieri masih ada Tim Nasional yang ingin menggunakan jasanya. Tidak tanggung-tanggung, tim itu adalah mantan juara eropa, Yunani yang di Piala Dunia sebelumnya tersingkir oleh Costa Rica melalui adu pinalti.

Seperti cerita-cerita sebelumnya ketika menangani tim besar. Cerita dengan Yunani ini pun berakhir dengan pemecatan dan pemecatan oleh Timnas Yunani ini boleh dikatakan sebagai yang paling tragis sepanjang karir kepelatihannya. 

Bagaimana tidak dipecat, di bawah asuhan Ranieri, mantan juara eropa ini kalah oleh Kepulauan Faroe, tim yang selama ini statusnya di Eropa adalah pupuk bawang yang bersama Luxembourg, Malta, Lichtenstein, Andorra dan San Marino merupakan lumbung gol bagi tim-tim lain.

Banyak yang percaya inilah akhir karir panjang Ranieri dalam karir kepelatihannya yang panjang, tak ada lagi tim besar yang tertarik menggunakan jasanya.

Terbukti, pasca dipecat Yunani tim yang berminat menggunakan jasanya hanyalah Leicester City, tim semenjana di Liga Inggris yang baru saja lolos dari jerat degradasi setelah musim sebelumnya nyaris sepanjang waktu berada di dasar klasemen. 

Target yang diberikan oleh pemilik klub juga sesuai status klubnya, yaitu cukup untuk lolos dari jerat degradasi supaya tetap bertahan di liga kasta teratas pada musim berikutnya.

Di awal musim, tak ada satu manusia waras pun di planet ini yang memperhitungkan Leicester akan bisa bersaing di papan atas Liga Inggris apalagi juara. Paling beberapa orang Iseng yang menaruh uang kecil di bursa taruhan memegang tim ini sebagai juara Liga Inggris.

Tapi justru dengan tim semenjana ini Ranieri menggila.

Di Leicester, kita tidak lagi melihat kebiasaan Ranieri membongkar pasang komposisi tim di saat-saat krusial. Bisa jadi karena di tim ini dia tidak punya banyak pilihan, sebab komposisi terbaiknya ya sudah cuma itu. Tidak bisa diapa-apakan lagi.

Hasilnya, kemenangan demi kemenangan terus diraih tim ini.

Awalnya semua menduga apa yang dilakukan Ranieri di Leicester hanyalah sensasi awal musim untuk kemudian layu di akhir, sebagaimana pernah ditunjukkan Wigan, Hull City atau Swansea.

Tapi dugaan ini keliru, tim semenjana ini begitu konsisten tim-tim mapan status quo penguasa papan atas Liga Inggris habis dibabatnya. Chelsea, juara tahun sebelumnya bahkan sampai memecat Mourinho, manejer terbaik mereka yang pada periode pertama kepelatihannya datang menggantikan Ranieri dipecat.

Sampai Liga tinggal menyisakan 3 pertandingan lagi, tim asuhan Ranieri ini masih unggul 7 point di depan pesaing terdekatnya, Tottenham Hotspurs. Hanya dibutuhkan, 3 point lagi untuk menyempurnakan dongeng yang dia ciptakan musim ini.

Dua hari yang lalu mereka berkesempatan menggelar pesta di kandang MU. Tapi keberuntungan belum berpihak pada sang Tinkerman. Tim asuhannya ditahan 1 - 1. Cuma masih ada kesempatan, Leicester akan juara kalau Tottenham yang akan melawan Chelsea gagal menang di kandang lawan.

Dalam pertandingan di Stamford Bridge, Tottenham Hotspurs menggila, babak pertama mereka tuntaskan dengan keunggulan dua gol kreasi Harry Kane dan pemain tim nasional Korea Selatan Heung-Min Son. Kalau ini terus bertahan, ini akan menjadi tekanan besar bagi Leicester.

Tapi di babak kedua, Chelsea berbalik menggila. Dua gol tim sekotanya ini dibalas tuntas dengan gol dari Cahill dan Hazard yang kembali menemukan kilaunya, setelah melempem hampir sepanjang musim.

Hasil ini bertahan sampai peluit akhir dibunyikan dan, kisah 1001 malam di dunia sepakbola pun tercipta. Leicester City, tim yang di awal musim oleh bandar taruhan diberi koefisien 1 : 5000 resmi menjadi menjadi kampiun liga paling glamor ini.

Ranieri, Mr. Tinkerman, si Tuan Hampir ini pun secara ajaib akhirnya benar-benar bisa juara.

Dan sesuai kesepakatan awal dengan tim, Ranieri pun berhak mengantongi bonus tambahan di luar gaji setidaknya 5 juta poundsterling lagi. Dan tentu saja itu jumlah yang lebih dari pantas untuk dia dapatkan.

Selamat Ranieri, selamat Leicester City.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun