Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nostalgia SMA di Banda Aceh (Bag 4)

12 April 2016   22:05 Diperbarui: 13 April 2016   02:25 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Belakang Lab IPA salah satu jalur bolos SMA 2"][/caption]Bolos, Karena Bosan , Nonton Mike Tyson sampai Film Dono

Sekolah kami SMA Negeri 2 Banda Aceh meski sempat jadi sekolah favorit, tapi di akhir tahun 80-an dan awal 90-an itu tidak lagi dipersepsi sebagai sekolah favorit dan pengertian akademis. Sebaliknya, sekolah kami lebih dikenal karena hal-hal yang di luar mainstream. Misalnya sekolahnya para pembalap jalanan, pemain band dan tawuran. Dengan reputasi seperti ini hobi bolos sekolah tentu bukan sesuatu yang mengejutkan bagi siswa-siswi SMA Negeri 2 Banda Aceh.

Bolos dalam pengertian kami pada masa itu bukanlah tidak masuk sekolah sejak awal. Yang kami pahami sebagai bolos adalah masuk sekolah, lalu keluar sebelum jam pelajaran usai.

Ada bermacam alasan untuk bagi kami untuk bolos. Pertama tentu alasan standar, karena bosan dengan pelajaran, lalu ada yang karena pengen merokok. Alasan yang lebih serius karena akan ada siaran langsung Mike Tyson, petinju kelas berat yang pada masa itu sedang ganas-ganasnya. Meski pertandingannya hanya beberapa detik rasanya rugi sekali kalau kami sampai tidak menjadi saksi sejarah Tyson membantai lawan-lawannya.

Dan alasan paling Epik adalah NONTON FILM DONO (meski aslinya itu film Warkop DKI, tapi kami lebih suka menyebutnya film Dono). Untuk bagian ini, nanti akan saya ceritakan secara tersendiri. Karena ini adalah bolos bersejarah yang diingat oleh semua siswa SMA 2 angkatan 92.

SMA 2, entah karena siswanya memang lebih ‘istiwewa’ dibanding SMA-SMA lain. Pagar sekelilingnya juga dibuat lebih ‘istimewa’ dibanding pagar sekolah SMA lain. Di SMA 2 tidak ada namanya pagar ‘mentel’ dari besi polos imut-imut yang cuma setinggi dada seperti di SMA 3 atau SMA 1.

SMA negeri 2 Banda Aceh yang halamannya begitu luas dipagar keliling dengan tembok setinggi 3 meter lebih. Dan masih belum cukup dengan itu, di atas temboknya itu masih dipasangi kawat berduri yang digulung-gulung. Orang yang nggak paham, lewat di samping SMA kami mungkin akan susah menerka, apakah ini sekolah atau gedung penjara.

Tapi sodara-sodara, dengan rintangan yang se-epic itu pun, namanya anak SMA 2 tetap saja punya cara untuk lolos.

Setidaknya ada enam titik bolos di SMA 2. Pertama lewat belakang perpustakaan, bisa masuk ke pagar belakang lapangan tenis, lalu keluar dari belakang rumah Pak Yan, Guru Olah Raga. Ini ttik bolos favorit Azwin, anak Sos 2.

Titik kedua, di belakang WC dekat Lab IPA, di sini ada pohon trembesi yang menjulur. Keluar dari sini akan langsung masuk ke pekarangan Gereja HKBP. Ada dua siswa kembar anak angkatan kami yang tinggal di Gereja itu. Bapak mereka yang jadi pendeta di sana sudah familiar dengan wajah-wajah para “bolosers” yang menggunakan gerejanya sebagai jalur bolos biasanya cuma bisa mengurut dada. Mungkin pak Pendeta berpikir “Yang penting bukan si kembar”.

Di jalur ini tercipta sejarah yang mungkin sulit terulang dalam hitungan abad. Si Ipan, ketua kelas kami waktu kelas 2 yang tingginya di bawah ukuran semua anak SMA dua dengan luar biasa mampu melompati pagar setinggi tiga meter lebih itu.

Waktu itu Ipan dan beberapa kawan kelas kami berniat bolos dari jalur itu. Beberapa teman sudah berada di atas tembok tinggal melewati gulungan kawat. Lalu Ipan, yang tingginya di bawah rata-rata semua anak SMA 2 memanjat di belakang.

Waktu sedang asyik memanjat, penghuni rumah belakang meneriaki mereka “Wooy ada yang bolos”. Entah bagaimana ceritanya, teriakan ini didengar oleh Pak Ismail dan langsung menuju ke sana. Ipan yang melihat Pak Ismail datang entah bagaimana ceritanya bisa tiba-tiba dengan cepat memanjat tembok tiga meteran itu dan tiba-tiba sudah berada di atas. Pak Ismail sembat coba menebas dengan kayu, tapi kawan yang sudah di atas cepat menarik Ipan dan Ipan pun selamat. Mereka yang panik naik ke atas cepat-cepat melewati pagar kawat dan melompat.

Ipan selamat, tapi celananya robek terkena kawat.

Titik bolos ketiga ada di sudut belakang kelas I.1, di sini juga ada batang pohon trembesi yang menjadi alat bantu untuk memanjat tembok. Dari sini begitu meloncat langsung sampai ke jalan kecil di kampung Mulia dan dari sana langsung bebas merdeka.

Titik keempat ini agak beresiko, di belakang kios kak Atik.

Titik kelima, lewat belakang warung bakso kantin utama. Tapi ini cuma sifatnya kalau di dalam Casino , seperti mesin Jackpot. Kalau sedang beruntung, pintu kecil di belakang warung bakso ini lupa dikunci oleh guru yang lewat dari pintu itu. Ya jalur ini memang sering dilewati guru sebagai jalan pintas menuju sekolah. Sebab di seberang jalan kecil di belakang warung bakso ini terletak perumahan guru SMA Negeri 2 Banda Aceh. Kalau mereka tidak lewat jalan ini, mereka harus memutar sampai ke depan STIMA dan masuk lewat pintu utama.

Jalur ke-enam, ini yang paling seru. Lewat pintu utama, bolos dari sini santai bisa sambil naik kereta (jangan salah mengerti, di Aceh ‘kereta’ itu adalah sebutan untuk sepeda motor, bukan kereta api. Waktu itu sudah tidak ada kereta api di Aceh, yang tinggal hanya rel-nya).

Gerbang utama ini dijaga oleh seorang Satpam paruh baya, sangat tegas. Kami dari kelas fisik 2 memanggilnya dengan panggilan kesayangan “BANGSAT” yang merupakan singkatan dari “BANG SATPAM”, tapi tentu saja beliau tidak tahu kami menjulukinya begitu. Sama “Bangsat”, jangankan orang kucing aja takkan bisa luput dari pengamatannya kalau urusannya sudah dengan gerbang utama yang jadi teritorial kekuasaanya.

Yang boleh keluar dari gerbang ini hanya para guru, atau siswa yang sakit atau mendapat izin dari guru karena alasan tertentu untuk keluar. Dan itu dibuktikan dengan kartu dari Bimpen yang ditanda tangani guru Bimpen dan distempel basah. Nah di sinilah celahnya.

Waktu itu desember 1990, Mike Tyson yang kehilangan gelarnya pada James Buster Douglas pada februari di tahun yang sama. Mencoba meraih kembali gelarnya yang lepas. Setelah kalah dari Douglas, pada bulan Juni Tyson kembali bertarung dengan Henry Tillman, peraih medali emas olimpiade 1984 yang pernah dua kali mengalahkan Tyson semasa mereka berdua masih di amatir. Tapi dalam pertemuan dalam kapasitas sebagai petinju profesional ini Tyson menghabisinya hanya dalam waktu 2 menit 47 detik.

Hari itu, Tyson yang sudah kembali ganas akan bertanding melawan Alex Stewart. Iklan pertandingan ini sudah sedemikian gencar di TV. Jadi sejak seminggu sebelumnya kami sudah menyusun acara. Nggak mungkin ini nggak nonton Tyson. Dan rencana pun disusun untuk mendapatkan kartu bimpen.

Sebelum hari pertandingan, salah satu dari kami datang ke sekolah pagi-pagi sekali. Jadi hari itu yang ditugaskan untuk datang pagi-pagi sekali, sekolah masih sepi. Guru-guru belum datang, tapi penjaga sekolah sudah membuka ruangan.

Dalam keadaan lengang seperti itu, teman yang kami tugaskan mengambil kartu dengan santai masuk ke ruang Bimpen, mengambil segepok kartu izin menstempel semuanya dan membawanya ke kelas. Kemudian kami meniru tanda tangan petugas bimpen, masing-masing mengantongi kartu lalu dengan santai izin pada guru yang mengajar. Menenteng tas dan berangkat ke parkiran.

Paling tidak ada 4 motor yang keluar waktu itu, empat artinya ada 8 orang. Saya, Yudi, Rudi Sinaga, Boy alias Thallea Nedwar (Ini namanya lucu, satu keluarga kakak beradik, laki perempuan namanya Thallea semua dan nama belakang diikuti huruf N), Fran, Feby, Nandar, Ipan dan entah siapa lagi saya lupa.

Kepada “Bangsat” kami menunjukkan kartu izin dari Bimpen dan dia pun dengan santai membuka gerbang meski dengan sedikit kernyitan di kening, mungkin beliau pikir “Sakit kok rombongan ya?”. Tapi gerbang tetap dibuka dengan ikhlas dan kami pun bebas merdeka. Dan langsung menuju ke rumah Ipan.

Pertandingan tinjunya sendiri berjalan singkat, baru 10 detik pertandingan berjalan Stewart sudah dihajar jatuh oleh Tyson, tapi masih bisa bangun. Stewart sempat bertahan menahan gempuran Tyson, tapi di menit 1 lewat 5 detik dia jatuh lagi, tapi dasar bandel dia masih bangun. Pada menit ke 2 lewat 27 detik Stewart sekali lagi jatuh kena bogem Tyson dan pertandingan pun selesai.

Besoknya di sekolah, kami mendengar cerita, sesudah kepergian kami “Bangsat” dimarahi Pak Ismail. Sehabis itu anak-anak mendengar dia bilang “Ka dipeunget lon” (sudah ditipu saya).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun