Tapi untunglah semua berubah total ketika hari Jum’at tiba.
Di SMA 2, kami memiliki aula serbaguna yang luas. Oleh sekolah, selain untuk kegiatan seni dan sejenisnya. Aula ini juga difungsikan sebagai tempat shalat Jum’at. Siswa yang beragama Islam diwajibkan shalat Jum’at di sekolah. Sebelum shalat kami semua dibagikan kupon, di kupon itu kami menuliskan nama dan itu digunakan sebagai daftar hadir. Jumlah kehadiran ini akan berimbas pada nilai pelajaran agama.
Karena saya beragama Islam tentu saja saya ikut shalat, nggak mau dong nilai agama jadi rendah gara-gara nggak ikut shalat Jum’at di sekolah. Saat itu saya masih ingat bagaimana teman-teman saya memperhatikan benar cara saya berwuhduk, juga gerakan saya ketika melakukan shalat sunat. Semua persis sama seperti yang mereka lakukan, tidak ada kejanggalan.
Kemudian ketika masuk pelajaran agama, ketika diuji untuk membaca Al Qur’an dan menjawab soal-soal agama, saya juga sama baiknya dengan mereka. Akhirnya teman-teman baru saya itu percaya dan mulai ada satu dua yang menanyakan apa arti nama saya yang antik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H