Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Syahdunya Alam Saat Gerhana Bertepatan dengan Nyepi

9 Maret 2016   09:29 Diperbarui: 9 Maret 2016   10:21 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


[caption caption="8.29 WITA, kami sekeluarga mengamati Gerhana. Dokumentasi pribadi"][/caption]11 Juni 1983 menjelang ulang tahun saya yang ke-sembilan. Saya mengalami fenomena Gerhana Matahari pertama, tapi Takengen tempat kelahiran saya tidak mengalami gerhana matahari total. Sehingga saya tidak begitu menyadari perubahan intensitas cahaya. Apalagi waktu itu jauh-jauh hari pemerintah sudah menghimbau melalui TVRI,RRI dan Sekolah-sekolah agar tidak melihat langsung area gerhana karena bisa mengakibatkan kebutaan,bahkan juga melarang melihat melalui baskom yang di isi air atau plastik film .

Himbauan dari TVRI dan RRI yang begitu masif ini di beberapa tempat malah menimbulkan ketakutan. Karena begitu takutnya orang menjadi buta akibat gerhana. Tidak sedikit terjadi, ketika sedang gerhana orang justru sembunyi agar tidak terpapar cahaya.

Jadi pada saat terjadi gerhana dulu, saya sama sekali tidak merasakan perubahan apa-apa. Cuma tahu saat itu ada gerhana dan menonton di TVRI siaran langsung di tempat yang mengalami fenomena Gerhana Matahari Total.

Sekarang tanggal 9 maret 2016 atau hampir 33 tahun kemudian. Ketika saya sudah memiliki empat orang anak saya beruntung mengalami kembali fenomena ini.

Beruntungnya kali ini saya mengalaminya di Bali dan bertepatan pula dengan hari raya nyepi. Ketika semua aktivitas manusia berhenti, alam begitu hening tak ada polusi suara apapun yang mengganggu. Sehingga meskipun seperti pada tahun 1983 silam, saya tidak mengalami Gerhana Matahari Total, dan perubahan intensitas cahaya saat gerhana tidak begitu terasa. Saya bisa merasakan perubahan alam, perubahan perilaku satwa bahkan tanaman.

Lebih beruntung lagi, karena sekarang sudah zaman internet. Berbagai informasi tentang cara mengamati gerhana yang aman begitu mudah ditemukan. Salam satunya yang paling sederhana adalah menggunakan alat ‘Kotak Lubang Jarum’

Sejak beberapa hari yang lalu, saya, istri dan anak-anak sudah mulai sibuk mengumpulkan kotak sepatu untuk membuat kotak lubang jarum yang akan digunakan hari ini.

Hari ini tanggal 9 Maret 2016, tidak seperti biasanya jam 6.00 pagi anak-anak sudah bangun dan segera menyiapkan semuanya. Sarapan juga, mereka antusias sekali menunggu fenomena alam ini yang dikatakan akan mulai pada pukul 7.22 Wita. Padahal tadi malam kami pulang sudah larut malam sehabis menonton pawai Ogoh-ogoh di Kuta.

Seperti yang sudah kami ketahui sebelumnya, di sini gerhananya tidak sampai gelap. Kalau kita tidak melihat dengan Kotak Lubang Jarum, kita tidak nyaris tidak dapat merasakan perubahan intensitas cahaya.

Tapi uniknya perubahan perilaku satwa sangat terasa. Ayam dan burung-burung yang tadi pagi sudah ribut, ayam berkokok lantang. Ketika terjadi gerhana tiba-tiba diam.

Anak-anak yang sejak pagi sudah tidak sabar menunggu fenomena ini sudah sibuk dengan kotak lubang jarumnya masih-masing. Mereka senang sekali melihat bagaimana bulan mulai bergerak menutup matahari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun