Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Teuku Zulkhairi: Pahlawan Besar Bagi Kaum Intelektual Aceh yang Berpikiran Moderat

23 April 2010   16:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:37 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini ada fenomena menarik yang saya saksikan terjadi milis IACSF, milis tempat bergabungnya para pemikir dan aktivis Aceh untuk saling beradu gagasan.

Fenomena tersebut adalah aksi gugatan terhadap Aceh Institute yang belakangan ini begitu gencar menampilkan tulisan seorang penulis muda puritan beraliran radikal bernama Teuku Zulkhairi, yang tulisan-tulisannya selama ini ternyata begitu sukses membuat jengkel banyak kalangan.

Teuku Zulkhairi yang saya kenal karena mengajukan diri menjadi teman saya di facebook, yang kemudian ternyata dia maksudkan (awalnya) untuk menyerang ide-ide saya, tapi karena tidak mampu kemudian berbalik menyerang pribadi saya secara ad hominem, yang ternyata tidak berhasil juga, sebab ketika ad hominem yang dia lakukan saya layani, ternyata dia yang menjadi lebih menderita.

Sebagaimana sifat khas para fundies, setiap tulisan Teuku Zulkhairi tidak dibangun dengan dengan argumen-argumen yang didasarkan pada data dan fakta yang akurat, melainkan lebih banyak berdasarkan pada fantasinya sendiri atau fakta yang dia rekayasa.

Gaya menulisnya yang seperti ini tentu saja membuatnya seolah seperti sedang mengundang orang untuk menggebuki, dan memang itulah yang terjadi. Sejak intensnya Teuku Zulkhairi menulis di Aceh Institute, bermunculan pemikir-pemikir muda yang memposisikan diri sebagai penentang Teuku Zulkhairi dan aliran fundamentalis (sebagian menyebutnya sebagai puritan) yang dia promosikan. Akibatnya, Teuku Zulkhairi pun mendapat serangan dari berbagai sisi.

Bagi Teuku Zulkhairi, sepertinya mengaku kalah adalah aib dan mengaku salah adalah meruntuhkan gengsi. Sehingga meskipun fakta atas kesalahan atau kelemahan argumennya sudah dihamparkan sedemikian jelas di depan mata, Teuku Zulkhairi masih tetap berusaha melawan dengan segala cara, tidak peduli halal-haramnya.

Sebagai contoh sudah pernah saya tampilkan di sini bagaimana Teuku Zulkhairi yang kalah berdebat, lalu menyerang saya diam-diam, tanpa saya ketahui menyerang saya dengan tulisan di Kompasiana http://filsafat. kompasiana. com/2010/ 03/20/membongkar -%E2%80%9Ckeranc uan-di-atas- kerancuan% E2%80%9D- pemikiran- win-wan-nur- oleh-teuku- zulkhairibersamb ung/, yang ddia beri judul "membongkar kerancuan di atas kerancuan pemikiran win wan nur " dalam tulisan itu Teuku Zulkhairi jelas-jelas membuat penggambaran tentang saya dia bangun berdasarkan fakta-fakta yang dia rekayasa dan rekayasa itu telah saya buktikan di sini http://sosbud. kompasiana. com/2010/ 04/10/beginilah- cara-seorang- fundies-menikam- dari-belakang- sebuah-tanggapan -untuk-teuku- zulkhairi/

Di milis AI juga demikian, mendapat serangan telak dari Teuku Harist Muzani, Teuku Zulkhairi tetap tidak mau mengaku kalah. Sudah babak belur dihajar oleh Teuku Harist Muzani, Teuku Zulkhairi tetap melakukan perlawanan (yang lagi-lagi dengan cara tidak halal), kali ini perlawanan yang dia lakukan dengan melakukan PLAGIASI.

Plagiasi yang dia lakukan inilah yang kemudian menjadi pemicu munculnya gugatan keras terhadap Aceh Institute, media yang menayangan tulisan Plagiat yang merupakan 'karya' Teuku Zulkhairi. Gugatan tersebut ternyata cukup mengganggu Aceh Institute sehingga sampai-sampai Lukman Age sang pemimpin lembaga ini pun merasa perlu turun tangan sendiri untuk menjelaskan persoalan.

Halim El Bambi, yang merupakan editor yang bertanggung jawab atas dimuat atau tidaknya sebuah tulisan di media ini juga tidak luput dari serangan gencar para penggugat ini.

Sebagai editor yang baik Halim, tentu saja langsung meminta konfirmasi dari si pelaku Plagiasi sendiri. Dan kemudian keluarlah surat pembelaan terdakwa utama yaitu Teuku Zulkhairi dan inilah isi pembelaan itu.

"Ma'af atas keterlambatan sy menghadiri forum ini...

Sy memang lupa mencantumkan referensi dari dua kutipan dalam tulisan tersebut, sy sudah mencoba memperbaikinya. .. dan alhamdulillah plagiasi bukan sifat sy...dlm tulisan PLURALISME BEUNGEH DAN DIABOLISME PEMIKIRAN tersebut sebenarnya tanpa dua referensi tersebut insya Allah maksud sy yg ingin menanggapi tulisan T.Harist Muzani sudah tersampaikan. .. jika dlm sebuah tulisan hanya 5 persen saja terdapat unsur plagiasi maka mestinya yang 95 persen lainnya yang perlu kita diskusikan, jadi tdk lari dari substansi permasalahan yg sedang kita bahas dan telah difasilitasi oleh AI ruang dialognya... ini bukan berarti sy tdk mau berttanggung jwb atas kekhilafan sy tersebut, krn tulisan tsb sy kirim ke AI secara pribadi sy siap dapat dapat konsekuensi. .

jadi, sekarang sy lebih tertarik kita semua kembali ke substansi permasalahan isi tulisan tersebut...yaitu dialog ttg pluralise, mulai hari ini insya Allah sy akan selalu hadir di forum kaum intelektual ini..

Mari kita berdiskusi terkait pluralisme agama yg sudah dibuka AI...

@Win Wan Nur, jika anda berdialog dengan santun, beradab dan memakai ilmu(bukan hanya main logika semata, meski itu hak anda) insya Allah sy akan menanggapi anda....

wassalam

Teuku Zulkhairi

Dan inilah ajaibnya isi pembelaan ini, nama saya lagi-lagi dibawa-bawa ke urusan yang sama sekali bukan urusan saya ini. Dalam urusan plagiasi ini, saya sama sekali bukan termasuk salah satu dari kelompok yang mengajukan gugatan kepada AI. Yang mempermasalahkan urusan plagiasi yang dilakukan oleh Teuku Zulkhairi ini adalah Azhari, Reza Indria dan kawan-kawan, saya malah berada di barisan yang mendukung AI untuk terus menampilkan tulisan-tulisan Teuku Zulkhairi.

Alasan saya berada dalam barisan ini karena  menurut saya tulisan-tulisan Teuku Zulkhairi cukup menghibur. Saya katakan menghibur karena saya menilai tulisan-tulisan Teuku Zulkhairi ini orisinal (kacuali yang plagiat) dan khas, ngeyel dan keras kepala. Dalam tulisan-tulisannya, para pembacanya dapat menyaksikan dengan jelas, Teuku Zulkhairi ini adalah jenis orang yang tetap ngeles meskipun fakta tentang ketololannya sudah dihadirkan di depan mata sehingga mengundang pembacanya tertantang untuk beramai-ramai menggebuki penulisnya .

Saya justru orang yang paling kecewa jika AI mem-ban, Teuku Zulkhairi, karena Teuku Zulkhairi ini menurut saya adalah representasi yang paling tepat dari kaum Fundmentalis nan puritan . Melalui tulisan-tulisannya, Teuku Zulkhairi menampilkan dengan sempurna, bagaimana perilaku kaum Fundamentalis nan puritan dengan apa adanya, yang mampu melakukan segala cara untuk memaksakan diikutinya kehendak mereka. Plagiasi seperti ini adalah salah satu contoh kecil sikap kaum fundamentalis yang mau menghalalkan segala cara ini.

Saya berpandangan, dengan mem-Ban Teuku Zulkhairi, berarti akses kita terhadap pikiran orisinal kaum Fundmentalis nan puritan jadi berkurang, sehingga pengetahuan kita tentang perilaku asli kelompok ini pun jadi kurang lengkap.

Soal dalam surat pembelaan dirinya dia mengajak saya berdialog secara santun dan beradab. Ini pun saya pandang sebagai salah satu karakter khas Teuku Zulkhairi untuk membusukkan lawan. Seperti biasa dia melakukan pemutar balikan fakta (fakta aslinya yang berbanding terbalik dengan apa yang Teuku Zulkhairi katakan, bisa dengan mudah saya hadirkan). Melalui pernyataan ini, Teuku Zulkhairi menggambarkan seolah-olah  dia adalah sejenis manusia suci yang hanya mengenal debat secara santun dan beradab. Fakta yang dia kaburkan adalah, bahwa dia lah yang memulai debat dengan cara menghina dan memaki-maki, sementara saya hanya melayani. Karena debat dengan cara beradu argumen berdasarkan fakta sama sekali tidak mampu dia layani.

Dan seperti biasa, setelah tertangkap basah mencuri (seperti sekarang ini) Teuku Zulkhairi ngeles dengan berbagai alasan, untuk mengaburkan persoalan.

Kembali, soal ajakan Teuku Zulkhairi untuk berdebat dengan santun ini. Dengan alasan ingin berdebat secara beradab dan santun, pasca dimuatnya tulisan  "membongkar kerancuan di atas kerancuan pemikiran win wan nur " di Kompasiana tanpa sepengetahuan saya, Teuku Zulkhairi pernah meminta saya untuk menuliskan pendapat saya tentang Al-Ghazali dan Ibnu Rushd, yang nanti akan dia tanggapi.  Dengan senang hati ajakan itu saya layani, dan permintaannya tersebut saya tulis di sini http://filsafat. kompasiana. com/2010/ 04/19/tahafut- al-falasifah- dan-kerancuan- filsafat- al-ghazali- membongkar- fitnah-fitnah- teuku-zulkhairi/ , dengan men-tag nama Teuku Zulkhairi supaya dia tahu kalau tulisan yang dia minta itu telah saya buat. Tapi meskipun kemudian saya langsung memberi tahukan kepadayang bersangkutan di box komentar tulisannya, toh sampai hari ini tulisan saya tersebut tidak pernah sanggup dia tanggapi. Dan tentu saja, hal ini bisa saya maklumi, karena hal demikian bukan cuma terjadi kali ini.

Dalam dalam pandangan saya secara pribadi, sosok Teuku Zulkhairi adalah sebuah sosok yang unik. Saya melihat Teuku Zulkhairi ini seperti Yin dan Yang.  Yang nilai buruk dan baiknya sangat tergantung dari sudut mana kita memandang.

Saya adalah orang yang selalu percaya kalau tidak satupun yang diciptakan Allah yang sia-sia. Karena itulah saya percaya, meskipun Teuku Zulkhairi ini dihujat dan dimaki orang dimana-mana, tapi saya yakin, tentu ada maksud tertentu kenapa Allah menciptakan dan menghadirkannya di tengah kaum intelektual moderat yang bermunculan di Aceh belakangan ini .

Meskipun mungkin banyak orang melihat sosok Teuku Zulkhairi ini sama najisnya seperti tinja yang paling jorok, omongan dan ocehannya yang tidak bermutu lebih mengganggu dari bau bangkai yang paling busuk. Tapi ketika itu semua hal buruk dan busuk itu dimanfaatkan dengan tepat. Teuku Zulkhairi beserta omongan dan ocehan tidak bermutu yang lebih mengganggu dari bau bangkai yang paling busuk itu bisa dijadikan pupuk, yang  menjadi sarana bagi tumbuh dan mekarnya pemikiran-pemikiran Islam moderat yang indah dan berbau harum semerbak.

Contoh dari fenomena ini ada di depan mata, katakan saja misalnya sejak Teuku Zulkhairi mulai menulis di Kompasiana saja, dia sudah sukses menghasilkan beberapa orang yang terang-terangan memposisikan diri sebagai penentang fundamentalisme.

DI AI sendiri, kehadiran Teuku Zulkhairi telah berhasil membuat banyak kalangan intelektual Aceh yang bangun dari sikap diamnya. Tanpa kehadiran Teuku Zulkhairi, saya tidak akan pernah mengenal pemikiran brilyan dari seorang Yusrizal Zainal, Teuku Haris Muzani dan Alkaf. Tokoh-tokoh intelektual muda Aceh yang sekarang mulai muncul ke permukaan.

Jadi kalau kita lihat berdasar sudut pandang ini, maka Teuku Zulkhairi adalah PAHLAWAN BESAR bagi kaum intelektual Aceh yang berpikiran moderat.

Karena itulah saya justru berharap, Teuku Zulkhairi, jangan sampai berhenti menulis dan AI pun jangan pernah berhenti menayangkan tulisannya.

Saya juga berharap supaya Teuku Zulkhairi terus mempertahankan ORISINALITAS yang dia punya, saya berharap dia mau memposting sebanyak mungkin tulisan dan artikel-artikel yang berisi FITNAH, plagiasi dan gagasan yang tidak bermutu. Karena kaum intelektual moderat di Aceh sangat membutuhkan kehadirannya sebagai sumber inspirasi.

Wassalam

Win Wan Nur
Penggemar Tulisan-Tulisan Teuku Zulkhairi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun